Headlines
Loading...
Oleh. Homsah Artatiah

Bulan Rabiul Awal menjadi momentum penting bagi kaum Muslim karena ada peringatan maulid Nabi Muhammad saw. Banyak cara yang dilakukan sebagai wujud untuk menampakkan rasa syukur dan bahagia atas kelahiran Sayyidina Muhammad saw. Misalnya dengan memperbanyak berselawat atas Baginda Nabi saw. 

Selain bersalawat kepada Rasul, tentu saja ada hal yang tak kalah penting untuk kita lakukan. Di antaranya dengan cara meneladani beliau di dalam semua aspek kehidupan terutama saat beliau berdakwah menyampaikan Islam.

Ada pelajaran yang bisa saya ambil hikmahnya dari perjalanan dakwah Rasulullah ketika beliau memperlakukan objek dakwah. Pelajaran itu saya ambil dari surah Abasa yang artinya bermuka masam. Asbabun Nuzul turun surah ini berkenaan dengan peristiwa yang terjadi ketika seorang buta bernama Abdullah Ibnu Ummi Maktum pernah datang kepada Rasulullah saw. dengan tergesa-gesa meminta bimbingan dari Rasulullah di saat Rasulullah sedang berbincang dengan pembesar Quraisy. 

Apa gerangan yang membuat Rasul mulia ditegur Allah Swt.? Ternyata ketika Rasulullah saw. sedang berbicara dengan pembesar Quraisy sebagai target objek dakwah beliau, tiba-tiba saking semangatnya Abdullah Ibnu Ummi Maktum datang dan berkata "Ya Rasulullah, ajarilah saya apa yang Allah ajarkan kepada Anda?"

Saat itu Rasulullah merasa terganggu. Beliau bermuka masam kepada Ibnu Ummi Maktum dan mukanya berpaling menghadap orang lain. Karena Ibnu Ummi Maktum buta, tentu saja dia tidak menyadari perilaku Rasulullah saat itu. 

Jujur, secara pribadi tindakan Abdullah Ibnu Ummi Maktum itu memang tidak sopan, menyela Rasulullah saat beliau sedang berbicara dengan orang lain. Walau demikian, ternyata Rasulullah tidak marah sama sekali. Beliau tidak menegur, tidak menghardik, juga tidak mengusir Abdullah Ibnu Ummi Maktum. Beliau hanya bermuka masam dan berpaling dari Abdullah. Tentu saja perilaku beliau itu tidak salah. Namun, Allah Swt. menjaga kemuliaan akhlak Rasulullah saw. dari segala kesalahan dan dosa dengan menegur Rasul secara halus. Setelah Rasulullah selesai berbicara dengan pembesar Quraisy, turunlah Al-Qur'an surah Abasa.

Allah Swt. berfirman di dalam Al-Qur'an surah Abasa ayat 1-11 yang artinya sebagai berikut: 

(1) Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling. 
(2) Karena seorang buta telah datang kepadanya (Abdullah Ibnu Ummi Maktum). 
(3) Dan tahukah engkau (Muhammad) barangkali dia ingin menyucikan dirinya (dari dosa).
(4) Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, yang memberi manfaat kepadanya? 
(5) Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup (pembesar-pembesar Quraisy). 
(6) Maka engkau (Muhammad) memberi perhatian kepadanya,
(7) Padahal tidak ada (cela) atasmu kalau dia tidak menyucikan diri (beriman).
(8) Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran).
(9) Sedang dia takut (kepada Allah).
(10) Engkau (Muhammad) malah mengabaikannya.
(11) Sekali-kali jangan begitu! Sungguh, (ajaran-ajaran Allah) itu suatu peringatan.

Bagaimana rasanya ditegur? Sebagai manusia biasa, kadang kita merasa tidak nyaman, atau dongkol ketika mendapatkan teguran dari orang lain, apalagi kalau kita merasa tidak bersalah. Namun, berbeda dengan Rasulullah saw. Sejak peristiwa itu, Beliau semakin menghormati Abdullah Ibnu Ummi Maktum dan mengajak dia berbicara dan bertanya, "Apa keperluanmu? Apakah Engkau menginginkan sesuatu?" 

Rasulullah saw. bahkan pernah memberi kepercayaan kepada Abdullah Ibnu Ummi Maktum untuk menggantikan beliau menjadi pemimpin di Madinah saat beliau pergi berperang. Masyaallah betapa tingginya akhlak Rasulullah saw. Semoga kita mampu meneladani akhlak beliau, selalu mudah menerima nasihat kebaikan dan memuliakan orang yang memberi nasihat, bukan malah membencinya.

Ada beberapa pelajaran penting yang dapat kita ambil dari beberapa ayat surah Abasa ini. 

Pertama, Rasulullah saw. memiliki akhlak mulia yang harus kita teladani. Kita harus yakin bahwa beliau tidak pernah berbuat dosa karena Allah Swt. selalu menjaganya agar terhindar dari kesalahan. Allah memuliakan Rasulullah saw. dapat terlihat dari betapa halusnya Allah menegur Rasulullah saw.

Kedua, ada empat keutamaan dari Abdullah Ibnu Ummi Maktum yang bisa kita teladani terlepas dari perilaku beliau ketika menyela Rasulullah saat menyeru pembesar Quraisy karena seharusnya kita paham juga kondisi beliau yang buta. Kemuliaan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Abdullah Ibnu Ummi Maktum adalah sahabat Rasulullah saw. yang ingin membersihkan dirinya dari dosa (yazzakka). Sepatutnya kita sebagai manusia biasa yang tak luput dari dosa untuk selalu muhasabah diri dan bertaubat memohon ampunan kepada Allah Swt. 

2. Abdullah Ibnu Ummi Maktum adalah sahabat Rasul yang selalu bersemangat ingin  mendapatkan pengajaran (yadzakkaru). Keterbatasan fisik ternyata tidak menjadi hambatan bagi beliau untuk mendapatkan pengajaran/ ilmu. Karena itu, sudah sepatutnya kita berusaha terus untuk menuntut ilmu, terutama ilmu Islam untuk diamalkan di dalam kehidupan kita sehingga kita selamat di dunia dan akhirat.

3. Abdullah Ibnu Ummi Maktum adalah sahabat Rasul yang selalu bersegara (yasy'aa). Maksud "Yasy'aa" di sini adalah "Yamsyii bi sur'ah (berjalan dengan cepat) artinya menurut asy-Syaukani, Beliau adalah orang yang bergegas datang kepada Rasul untuk mendapatkan bimbingan ke jalan kebaikan, serta menasihatinya dengan perintah-perintah Allah Swt. Pelajaran buat saya pribadi tentunya agar dapat berupaya terus bersegara dan bersemangat mengkaji Islam dan mengamalkannya sehingga kita mendapatkan kebaikan dan keridaan Allah Swt.

4. Abdullah Ibnu Ummi Maktum adalah sahabat Rasul yang memiliki sifat yakhsya (takut) dan bertakwa kepada Allah Swt. 

Ketiga, dakwah itu harus serius dan sungguh-sungguh. Perkara hasil bukan menjadi patokan karena ketika kita sudah mengerahkan segenap daya dan upaya maksimal untuk dakwah, maka gugurlah kewajiban itu. Kalau objek dakwah menolak dakwah ya tidak mengapa. Tidak ada dosa bagi kita karena kita sudah berupaya. 

Keempat, dakwah wajib ditujukan kepada semua orang tanpa membedakan status sosial, bahkan ada skala prioritas  untuk orang yang memiliki antusias/ minat, serta semangat besar untuk mencari kebenaran sekalipun dia berasal dari kalangan dhuafa atau memiliki keterbatasan fisik. Wallahua'lam bishawab. [Rn]

Baca juga:

1 komentar