OPINI
Sekulerisme Melahirkan Sikap Apatis dan Individualisme
Oleh. Nurma Safitri
Baru-baru ini ditemukan tentang penemuan mayat tinggal kerangka di kompleks perumahan elit. Dilansir oleh Jakarta, Kompas.com menyatakan bahwa jasad seorang ibu GAH (68 th) dan anak laki lakinya DAW (38Th) ditemukan telah membusuk di kamar mandi di kediaman mereka, dan meninggal sekitar sebulan yang lalu di Perumahan Bukit Cinere, Depok. Menurut Hengki, Kepolisian menemukan sebuah tulisan berbahasa Inggris. Hengki enggan menyimpulkan bahwa tulisan tersebut merupakan wasiat karena masih didalami oleh tim forensic digital (kompas.com, 08/09/2023).
Menurut tetangganya, rumah tempat tinggal sang jenazah adalah salah satu rumah yang terbaik. Menurut Toto tetangganya, keluarga tersebut terdiri dari suami, istri, dan satu anak. Anak tersebut rajin menjaga kebersihan, termasuk menjaga alur hijau di depan rumahnya. Menurutnya, keluarga korban termasuk salah satu penghuni pertama perumahan tersebut, tetapi tidak pernah bersosialisasi dengan warga dan cenderung tertutup. Dia mengatakan terakhir kali melihat Grace Arijani Harahap, istri dalam keluarga itu keluar rumah saat membuang sampah, menyusul ke petugas pengumpul sampah yang sedang memarkir kendaraannya di depan rumah Toto. Tetapi itu sudah lama sekali, tutur Toto (metro.tempo.co, 07/09/2023).
Dari kejadian di atas jelas sekali bahwa masyarakat pada saat ini adalah masyarakat sekuler kapitalis yang mengagungkan paham kebebasan. Mereka menganggap bahwa kehidupan pribadi adalah privasi yang harus dihormati dan tidak perlu mengurus kehidupan orang lain. Dan pada akhirnya menjadi masyarakat yang kurang peduli terhadap lingkungan sekitar. Individualisme telah menjadi karakteristik masyarakat peradaban kapitalis sekuler. Bahkan kepedulian dianggap sebagai campur tangan terhadap urusan orang lain, sehingga wajar ketika tetangga mereka meninggal tidak diketahui oleh tetangga yang lain.
Berbeda dengan Islam yang memiliki seperangkat aturan dan hukum yang sempurna dalam membangun masyarakat Islam. Di antaranya Islam menjelaskan hukum seputar bertetangga dan adab atau aturan yang mengatur hubungan antar tetangga. Dari aturan Islam ini akan mewujudkan suasana keimanan, menyenangkan, dan membahagiakan. Karena Islam telah menempatkan tetangga pada kedudukan yang mulia dan tinggi. Dan Islam memerintahkan kaum muslimin untuk memuliakan dan menunaikan hak-hak tetangga.
Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat An Nisa’ ayat 36 yang artinya: “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukannya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang miskin, tetangga dekat, dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.”
Di dalam ayat ini Allah Swt. memerintahkan kita berbuat baik kepada tetangga dekat maupun jauh. Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa Ali bin Abi Thalib meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud tetangga dekat adalah tetangga yang antara kamu dan dia terdapat hubungan kekerabatan, sedangkan tetangga jauh adalah yang antara kamu dan dia tidak ada hubungan kekerabatan.
Sementara menurut Imam Al-Auza’i dalam kitab tafsir Al-Qurtubi menjelaskan bahwa yang dimaksud tetangga dekat adalah tetangga yang jarak rumahnya kira-kira 40 rumah dari arah depan, arah belakang, dari sisi kanan, dan sisi kiri. Sedangkan tetangga jauh adalah tetangga yang jaraknya lebih dari 40 rumah sebagaimana hadis Rasulullah saw., ketika Hasan Al-Bashri ditanya tentang tetangga beliau menjawab yang artinya “40 rumah di depan, 40 rumah di belakangnya, 40 rumah di samping kanan dan kirinya.” (HR. Bukhari)
Menurut Al-Qurtubi dari surat An-Nisa ayat 36 dan hadis tersebut adalah ayat yang muhkam (jelas) yang menjelaskan perintah Allah untuk berbuat baik kepada tetangganya dan menunaikan hak-haknya, menjaga harta dan darahnya, baik dia muslim maupun kafir. Seperti yang telah dijelaskan oleh Rasulullah bahwa, “Malaikat Jibril senantiasa berpesan kepadaku untuk selalu berbuat baik kepada tetangga hingga aku menyangka bahwa tetangga itu akan ikut mewarisinya.”
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa memuliakan tetangga hukumnya wajib. Hal ini diindikasikan dari jumlah hadis yang berisikan pujian bagi orang yang berbuat baik kepada tetangga dan celaan bagi orang yang berbuat buruk kepada tetangganya. Sebagaimana hadis Rasulullah saw. dari Abu Hurairah r.a. yang artinya, “Tidak akan masuk surga siapa saja yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (HR. Muslim)
Alasan kenapa kita harus memuliakan tetangga adalah karena tetangga adalah orang yang paling dekat dengan kita. Mereka secara langsung maupun tidak langsung terlibat dengan urusan kita sehari-hari. Bila kita sakit, merekalah yang mengunjungi dan menghibur kita. Jika kita ditimpa msibah, merekalah yang menolong dan membantu kita. Tetangga yang baik dan saleh pasti akan berbuat baik, memuliakan tetangga, serta berusaha menyenangkan dan membahagiakan tetangganya. Sebaliknya tetangga yang buruk akan gemar mengganggu dan menyusahkan tetangganya. Tetangga semacam ini selalu iri dan dengki terhadap apa yang dimiliki oleh tetangganya.
Kehidupan bertetangga tidak akan membahagiakan dan menyenangkan selama paradigma sekuler kapitalis masih mendominasi di negeri ini, sebab kehancuran dan keretakan di dalam kehidupan bertetangga tidak hanya disebabkan oleh konflik individu, akan tetapi lebih banyak disebabkan sistem kapitalisme saat ini. Sehingga keterasingan keluarga dari tetangga dan masyarakat adalah keterasingan yang terstruktur dan tersistem.
Kehidupan kapitalisme telah memaksa masyarakat hidup dalam suasana materialistis, kapitalis, hedonis, apatis, dan individualis. Maka Islam adalah paham yang dapat mengembalikan kehidupan bertetangga pada kondisi ideal dan kondisi tersebut hanya bisa terwujud hanya dalam sistem Kh1l4f4h ’ala minhajjin nubuwwah. Wallahualam bissawab. [Ni]
0 Comments: