cerpen
Aku dan Titik Hijrahku
Oleh: Putri Az Zahra
Pagi-pagi sekali ibu sudah berteriak memanggil namaku. Suara cemprengnya bak kaleng khong guan kosong yang dipukul (hehehe maaf Bu).
"Saa! Saa! Salsaa!" panggil ibu berulang-ulang.
"Suara ibu benar-benar mengganggu tidurku," gerutuku dalam hati.
Bukannya bangkit, aku malah sengaja menarik selimut lembutku yang tersingkap hingga mata kakiku, lalu lanjut menyambung kembali mimpiku.
"Hari ini begitu sejuk, sangat cocok untuk bermalas-malasan di kamar sambil tidur," ucapku dalam hati.
Baru lima menit aku memejamkan mata. Ibu sudah kembali berteriak dan berhasil membuka pintu kamarku dengan cara paksa karena pintu kamarku memang hanya dikunci dengan sebatang paku kecil yang bisa lepas kalau digedor dengan sangat kuat.
Tidak hanya itu, ibu juga telah memegang segayung air yang diambilnya dari kamar mandi dan bersiap untuk menyiramnya ke tubuhku. Ya Allah, andai aku tidak bergegas bangun, sudah basah tubuh ini (hehehe).
"Bangun, Sa!" pekik Ibu.
"Jangan sampai ibu menuangkan air segayung ini ke kasurmu ya, hingga bisa membasahi tubuhmu," ancam ibuku. Dengan sigap aku terbangun.
"Bb-baik, Bu," ucapku dengan terbata sambil mengusap-usap mataku yang masih susah untuk dibuka.
"Ada apa sih, Bu? Pagi benar ibu sudah membangunkanku, baru juga pukul 5," tanyaku padanya.
"Baru-baru! Kamu sudah salat subuh?" tanya ibu lagi-lagi dengan nada tinggi.
"Belum Bu, biasa juga telat, tidak mengapa kan Bu?" jawabku santai.
"Tidak boleh lagi. Kamu ini sudah baligh, sudah terbebani hukum. Harus bisa membiasakan diri untuk salat di awal waktu, jangan sampai menjadi orang yang lalai. Allah sudah mengabarkan dalam surah Al-Maun, orang yang dengan sengaja menunda salat tanpa uzur syar'i maka celakalah dia, neraka saqor balasannya," ucap ibu.
Panjang lebar ibu menasihatiku. Hampir saja aku merasa muak dengan ocehannya. Tanpa berbasa-basi dan tidak mau mendengar lagi ocehan ibu yang menurutku, kalau didengar bisa satu kaset pita tempo dulu (hehehe). Aku langsung bergegas menuju kamar mandi untuk buang air kecil lalu berwudhu.
Akhirnya, salat Subuh selesai kutunaikan dengan pikiran yang melayang-layang karena dongkol bin kesal.
Sejak kecil orang tuaku memang tidak begitu ketat mendisiplinkan ibadahku. Baik ibadah salat atau puasaku. Mungkin pemikiran mereka, aku masih kecil jadi masih termaafkan. Namun, ini menjadi suatu permasalahan besar ketika ibu mengganti cara mendidiknya dan tentu saja hal ini membuatku menjadi aneh karena aku sudah terbiasa selalu melambatkan waktu salat.
Bahkan pernah suatu ketika salat Subuh kukerjakan hampir pukul 7 pagi.
Jadilah salatku bentuk keterpaksaan karena egoku masih mendominasi ketimbang keikhlasan hatiku karena Allah.
Hari berlanjut pekan, pekan berlanjut bulan dan bulan berlanjut tahun. Tidak terasa aku sudah duduk di bangku kelas IX Tsanawiyah. Tidak banyak yang berubah pada hidupku apalagi ibadahku yang selama tiga tahun ini penuh keterpaksaan karena takut dimarahi ibu.
Hingga suatu hari setelah aku pulang sekolah, aku dihampiri dua orang kakak yang menyapaku dengan lembut.
"Assalamu'alaikum Adik, maaf mengganggu waktunya ya," tuturnya dengan suara yang sangat sopan.
Aku menjawabnya dengan kaget dan terperangah, "Wa'alaikumussalam."
"Ada apa ya, Kak?" tanyaku lagi kepada mereka.
"Adik, Kakak ada undangan kajian untuk Ahad ini kita akan membahas Islam secara kaffah. Datang ya! Ditunggu loh," ujarnya dengan senyum yang paling manis.
Campur bingung aku menganggukkan kepala tanpa membalas lagi ucapannya.
Mereka pun berlalu meninggalkanku dan melanjutkan kegiatannya dengan membagi lembaran-lembaran undangan tersebut kepada teman-temanku yang lain.
Seperti biasa, di pojok gerbang sekolah, aku menunggu jemputan ibuku.
Sambil sesekali kuperhatikan lembaran kertas yang memang sudah dari tadi kupegang dengan eratnya, takut jika lembaran itu akan terjatuh.
Kubaca judul undangan tersebut,
"Generasi Muda Segera Hijrah Menuju Islam Kaffah"
Dahiku mengernyit heran membaca judulnya, kata-katanya tidak biasa kudengar. 'Islam Kaffah' apa ya?" pikirku.
Tak lama kemudian suara motor yang tak asing di telingaku terdengar. Ibu sudah datang. Aku langsung menghampirinya dan naik di boncengan belakang.
"Ada apa Sa?" tanya ibu.
"Ini Bu, tadi Salsa dapat undangan dari kakak-kakak, katanya undangan kajian untuk Ahad ini, gimana menurut Ibu? Apakah Salsa harus datang?" tanyaku meminta izin pada ibu.
Sambil menjalankan motornya, ibu mengangguk. "Datang aja Sa, nanti ibu antar barangkali isinya bagus dan bisa menambah wawasan kamu tentang Islam," ucapnya.
"Baiklah, Bu," jawabku singkat.
Tak lama motor sampai di depan rumah yang belum diplester dengan semen. Rumah yang cukup sederhana untuk ditempati. "Alhamdulillah masih memiliki rumah, terhindar dari panas dan hujan," gumamku.
Aku turun dari motor dan membuka pintu. Banyak kegiatan ekskul di hari Sabtu membuat badanku sangat lelah dan letih. Sesampainya di dalam rumah, aku bergegas mandi untuk membersihkan tubuhku, lalu salat Asar. Namun, sebelumnya aku melirik ke arah tudung saji melihat apa yang sudah ibu masak karena perutku memang sudah keroncongan.
"Wah!" teriakku dengan wajah sumringah. Ibu memasak sop ayam kesukaanku. "Alhamdulillah," ucapku.
Setelah menyelesaikan salat Asar bergegas aku ke dapur untuk makan lalu kembali ke kamar untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah yang belum selesai.
Yah, begitulah hari-hariku selama ini membosankan tanpa pernah berpikir tujuan hidup sebenarnya.
Hari yang ditunggu pun tiba, Ahad. Aku telah bersiap dengan rok plisket hitam, di mix dan match dengan atasan kaos panjang merah dan kerudung hitam. Tak lupa sepatu kets putih dan tas selempang yang kukenakan di atas pundakku lalu bercermin memandangi styleku hari ini.
"Ah! Aku terlihat modis," pujiku dalam hati.
Lama ibu memperhatikanku yang sedari tadi berlenggak lenggok di depan cermin, hingga akhirnya ibu menghampiriku.
"Udah siap?" tanyanya.
"Hhmm... udah Bu, ayo kita berangkat!" ujarku sambil tersenyum.
Pengalaman pertamaku datang ke acara kajian. Di sepanjang perjalanan aku tak henti-hentinya berpikir bagaimana konsep acaranya ya? Ramaikah pesertanya? Dari sekolah mana saja ya mereka? Berkecamuk berbagai pertanyaan di pikiranku hingga sedikit membuatku pusing. "Aku nervous, aku insecure," batinku berkata.
Tanpa terasa kami sudah tiba di tempat tujuan yang tertera di dalam undangan.
"Hah! Kok sepi, benarkah hari ini acaranya?" ucapku setengah ragu.
Aku sampai bolak-balik melihat tanggal.
"Benar kok hari ini tapi mengapa tidak ada orang ya?" tanyaku dalam hati.
Ibu pun ikut bertanya, "Kok sepi Sa, benarkah hari ini acaranya?" tanya ibuku.
"Benar kok Bu," jawabku dengan cepat.
Bergegas kuambil kembali lembaran undangan dan kuperhatikan dengan seksama.
"Ah! Aku keliru jamnya," pekikku.
"Acaranya habis Asar jam 4, aku sudah datang habis Zuhur jam 2," gerutuku.
"Ada apa Sa?" tanya ibu setelah mendengar teriakanku.
"Acaranya jam 4 Bu, bagaimana ini? Kita datang lebih awal 2 jam, pantesan belum ada orang," jawabku.
"Ya sudah tidak mengapa. Ibu temani sampai semua sudah datang dan acara dimulai," ucap ibu selanjutnya.
Ya Allah, ibu memang manusia baik yang Allah titipkan untukku.
"Terima kasih Bu," ucapku sambil menghampiri dan memeluknya.
Selang 2 jam menunggu, sudah mulai terlihat banyak orang yang datang. Aku memperhatikan tiap-tiap orang yang datang. Aku tidak mengenal mereka dari sekolah mana ya mereka? Sekali lagi aku celingukan mencari kalau saja ada temanku yang turut menghadiri undangan ini.
Ternyata tidak ada seorang pun. "Kemana sih mereka? Hari libur pada molor semua nih," gumamku kesal.
Tak lama kemudian acara pun dimulai, dengan MC yang cukup atraktif membawakan acara anak muda hingga kesannya tidak terlalu kaku dan formil. Sehingga tidak membuat peserta mengantuk. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al-Qur'an yang masyaAllah membuatku takjub dan merinding seakan tubuhku dialiri energi listrik. Hatiku bergetar mendengarkan alunan firman Allah Swt. dibacakan. Sampai pada surah Adz-Dzariyat ayat 56 Allah mengatakan, "Tidaklah Allah menciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepada-Nya."
Dilanjut dengan surah Al-An'am ayat 32, yang artinya: "Dan kehidupan dunia tak lain hanyalah permainan dan senda gurau saja."
Makjleb, sontak terasa panas wajahku. Dada pun bergemuruh dengan hebatnya. Benarkah ini hidayah Allah. Aku yang selama ini beribadah dengan keterpaksaan karena takut dimarahi ibu, terlebih lagi aku selalu mementingkan kehidupan dunia maka tak jarang ketika sudah hang out bareng teman-teman sekolah, ketawa-ketiwi sampai waktu salat pun terlewatkan. Ya Allah ampunilah hambamu ini. Saat itu hantaman pertanyaan bertubi-tubi datang menyerang alam pikiranku. Apa yang selama ini aku lakukan kelak semua akan diminta pertanggungjawabannya.
Bagaimana aku bisa berdiri di hadapan Allah. Hujah apa yang kelak akan kuberikan untuk sekedar pembelaan atas perbuatanku selama ini. Oh tidak! Tanpa terasa mataku mulai panas, ada buliran air bening di sudut mataku yang tak sanggup kubendung lagi dan aku menangis.
Larut dalam kesedihan hingga aku tak menyadari MC telah mengambil alih acaranya kembali dan mulai mengarahkan kami kepada acara inti penyampaian materi oleh Kak Bunga.
"Itukan kakak yang kemarin menghampiriku dan memberikan undangan kajian ini," ucapku lirih.
Aku terus memandanginya, seorang kakak berwajah sangat manis dengan kerudung coklat, benar-benar sangat serasi dengan baju yang dia kenakan. Warna yang matching.
Aku begitu mengaguminya.
Cara berbicaranya terstruktur dan lembut, seperti terhipnotis tidak sedikit pun aku memalingkan wajah dari memandang dan mendengarkannya. Sampai pembahasan 'Al-uqdatul kubro'. Tiga pertanyaan mendasar dalam hidup. Dari mana kamu berasal? Untuk apa kamu diciptakan? Dan Mau kemana setelah kematian?
MasyaAllah, rangkaian pertanyaan tersebut hanya dapat terjawab di dalam Islam.
Entah iya atau tidak, aku pun tidak menyadarinya. Tapi yang jelas menurutku, inilah yang menjadi titik tolak hijrahku. Menyadari bahwa hidup dan mati hanya kepada Allah. Dan melaksanakan seluruh amal perbuatan semata-mata hanya untuk mengharapkan keridaan-Nya.
Setelah itu, hariku pun berlanjut untuk selalu menghadiri kajian-kajian berikutnya, yang tanpa terasa telah membentuk karakterku menjadi seorang muslimah yang baru, yang insyaAllah taat dan tunduk hanya dengan syariat-Nya tanpa tapi tanpa nanti.
Dumai, 31 Okt 2023
[Cf]
0 Comments: