Headlines
Loading...
Oleh. Ratty S. Leman

Alhamdulillah, pagi yang cerah. Padahal kemarin sore, aku sempat takut melihat pusaran angin puting beliung yang berputar-putar turun membawa paralon, asbes, dan fiber kanopi. Semoga  pemandangan tersebut takkan terulang lagi. 

Ceritanya begini. Sore kemarin aku sedang bersiap hendak salat Asar. BRUK! Terdengar jemuran besi di lantai atas terjatuh. Sepertinya akibat hujan lebat disertai angin kencang. Kulihat genteng kaca di atas kamar mandi pun bergerak-gerak. Terasa kencang dan seram sekali anginnya. Aku buru-buru keluar dari kamar mandi ke kamar depan. Menengok suasana di luar dari jendela kamar. 

Astaghfirullah, angin bertiup sangat kencang. Bisa disebut angin ribut atau angin puting beliung. Angin membawa paralon, asbes dan fiber kanopi. Ngeri melihatnya. Bibir tak berhenti beristighfar memohon perlindungan dan keselamatan. Aku belum berani berwudlu untuk salat Asar karena masih takut dengan angin kencang dan hujan deras yang belum juga reda. 

Setelah angin mereda, meskipu hujan masih deras tetapi ahamdulillah keadaan sudah membaik. Aku segera berwudlu, salat Asar dan kembali melihat suasana di depan rumah. Fiber kanopi tetangga terbang, asbes dan paralon lantai atas rumahku juga copot. Segera aku naik ke atas, bocor dan banjir mengenai buku-buku dan kasur. Astaghfirullahaladzim wa atubu ilaih. 

***

Sejak tanggal 7 Oktober hingga 31 Oktober 2023, aku menyimak berita yang menegangkan, menyedihkan, dan membuat air mata menetes hampir setiap hari. Aku menyaksikan penderitaan saudara-saudara kita yang berada di Palestina. Di bom setiap hari, diblokade, dipenjara. Tak ada makanan, tak ada air, tak ada listrik, tak ada kebahagiaan. Yang terlihat adalah penderitaan dan kekejaman yang merajalela. 

Penjahat beraksi, kita tak bisa berbuat apa-apa karena merasa lemah tak berdaya menghadapi para teroris perang yang setiap hari menjatuhkan bom untuk membunuh warga sipil yang kebanyakan anak-anak dan wanita. 

Angin ribut yang baru saja kualami seperti mengingatkan aku lagi tentang kondisi saudara-saudara kita di Palestina. Ya Allah, mereka dibom setiap waktu, rumah hancur, keluarga wafat dan tak ada makanan. Aku yang di sini masih ada makanan, air, listrik, dan jaringan internet wajib bersyukur dan bertafakur. Musibah ini tak seberapa dibandingkan dengan musibah besar yang dialami oleh saudara-saudaraku di Palestina. 

Aku merasa bahagia luput dari musibah besar angin puting beliung, namun juga masih sedih. Sedih karena masalah Palestina belum juga mereda. Lha kamu siapa ? Kok ikut-ikutan sedih dengan masalah Palestina? Aku manusia. Ya aku cuma manusia. Dan cukup menjadi manusia untuk memahami dan merasakan penderitaan warga Palestina.

Dari media televisi aku mengetahui penderitaan mereka. Sejak aku kecil dulu Palestina selalu diusik. Ya, ternyata memang sudah sejak lama. Sejak tahun 1947 Palestina dijajah zionis. Sampai sekarang penjajahan itu berlangsung karena direstui oleh PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa). Aneh kan? Penjaga perdamaian dunia ternyata merestui penjajahan. Tata kelola dunia yang kacau. Ah, kita jangan ikut arus kekacauan ya. Ikuti petunjuk yang sudah pakem untuk menuju kebahagian sejati yakni Al-Qur'an. Kebahagiaan sejati adalah ketika kita mampu melaksanakan semua kewajiban dan mampu meninggalkan semua larangan. Berislam secara kaffah (menyeluruh).

Mari berdoa, "Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah waqina ‘adzabannar."

Ya Allah, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia, berikan pula kebaikan di akhirat dan lindungilah kami dari siksa api neraka.” (QS. Al-Baqarah 201). [My]

Baca juga:

0 Comments: