Headlines
Loading...
Oleh. Utami Ummu Irul

Kata bahagia menurut KBBI, ba-ha-gia adalah keadaan atau perasaan senang dan perasaan tenteram yang di mana dalam kondisi bebas dari segala hal yang menyusahkan hidup kita.

Dari pengertian tersebut, maka bisa dipastikan bahwa seluruh manusia di dunia ini menginginkan rasa bahagia tersebut. Buktinya banyak manusia di dunia ini, demi meraih perasaan tersebut melakukan berbagai upaya maksimal, untuk mewujudkannya. Dan rasa bahagia itu ternyata sangat relatif, hal itu dipengaruhi oleh cara pandang seseorang.

Misalnya saat ini, tatkala kapitalisme sudah menggurita di tengah-tengah umat, menggerogoti pemikiran dan cara pandang kaum Muslim, maka standar kebahagiaan itu adalah harta, tahta dan materi-materi yang sifatnya jasadiah belaka. Seseorang dikatakan bahagia hidupnya, tatkala sudah memiliki harta melimpah, kedudukan yang wah, dan mungkin status sosial yang tinggi dan bergengsi, sehingga dikenal khalayak banyak. Itu bahagia versi kapitalisme yang kini bercokol di negeri ini.

Akibat dari virus kapitalisme ini sangat fatal. Pasalnya demi meraih kedudukan yang "mentereng" misalnya, seseorang tak lagi mengindahkan syariat Allah Swt. Jangankan syariat Allah, norma yang berlaku di masyarakat sekitar saja, tak lagi dihiraukan. Dalam istilah Jawa, rai gedhek yang artinya tak punya rasa malu sama sekali. Meski harus berperilaku hina dan nista.

Hal itu dilakukan karena menurut mereka (para pemuja kapitalis), jalan itulah yang harus ditempuh agar mendapatkan kebahagiaan hidup, yakni dengan memiliki harta, jabatan dan berbagai mimpinya bisa jadi kenyataan. Tak lagi terlintas dalam benak mereka, apakah cara yang ditempuh seiring dengan rambu-rambu Allah, atau sebaliknya. Itu semua tak jadi pemikiran, semuanya lewat begitu saja.

Tapi fakta di tengah-tengah masyarakat menunjukkan hal yang bertentangan. Misalnya banyak orang yang punya harta melimpah, terkenal seantero jagat, mereka justru tidak merasakan kebahagiaan. Buktinya? Banyak dari mereka  justru mengakiri hidupnya. Hal itu menunjukkan bahwa, anggapan orang kapitalis, tersebut adalah sesat dan menyesatkan.

Lalu apa sebenarnya yang menjadikan manusia itu bahagia? Bukan harta, bukan tahta, lantas? 

Sebagai seorang muslim, kita harus merujuk kepada baginda Rasulullah saw. Di antaranya hadits yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ini: Nabi saw bersabda: Ahlus Sa'adah (golongan yang beruntung, penghuni surga), maka ia akan dimudahkan untuk mengerjakan amalan Ahlus Sa'adah (golongan yang beruntung penghuni surga).

Jadi agar kita menjadi orang yang beruntung/bahagia, tidak hanya di dunia ini, tapi juga akhirat, maka kita harus beramal/bertingkah laku seperti penghuni surga. Seperti apa amalan penghuni surga? Tentu saja amalan yang bersandar pada aturan Allah Swt. Jika kita bisa beramal seperti aturan Allah, pasti kita akan merasakan ketenangan dan kebahagiaan. Jadi kebahagian dalam Islam adalah tatkala kita senantiasa dalam ketaatan kepada-Nya, dalam segala aspek kehidupan. 

Wallahualam bishawab. [Ys]

Baca juga:

0 Comments: