Headlines
Loading...
Oleh. Rita Razis
 
Hidup itu penuh warna
Hidup itu pilihan
Hidup itu juga ada masanya

Jadi, hidup ini jangan sia-sia, tapi harus digunakan dengan sebaik-baiknya. Meski selama hidup kita tidak selalu dalam kondisi yang sama. Kadang sedih, bahagia, ceria, tertawa, menangis dan sebagainya. Seandainya, kita bisa memilih pasti akan memilih dalam kondisi yang baik-baik saja, jangan ada gelombang atau badai yang menghantam.

Tapi apakah benar hidup sesuai yang kita impikan, kita akan selalu bahagia? Sebab, ada yang mengukur bahagia itu dengan materi, jika memiliki banyak uang pasti bahagia. 
Ada yang mengukur bahagia itu dengan tercukupi, jika punya ini punya itu pasti bahagia.

Ada yang mengukur bahagia itu dengan ketenaran, jika tenar, terkenal pasti bahagia. 
Ada pula yang mengukur bahagia itu dengan punya anak, jika punya anak pasti bahagia. 

Nah, kriteria-kriteria di atas adalah kebahagian yang sifatnya hanya sementara, kebahagian semu, kebahagiaan yang terlihat di dunia saja. Padahal kehidupan ini ada batasnya. Ketika kehidupan ini usai, usai pula kebahagian itu. 

Lalu bahagia itu yang bagaimana? 

Dalam QS. Al-Baqarah ayat 85 Allah Swt. berfirman:

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿ ٥١﴾

Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, ‘Kami mendengar dan kami patuh,’ dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Jadi, bahagia itu? Ya, bahagia itu ketika kita menjadi orang yang beruntung. Ketika apa yang semua kita lakukan sesuai perintah Allah dan Rasul. Sehingga Allah rida dengan amalan kita. Itulah kebahagiaan yang sesungguhnya, kebahagiaan haqiqi. Kebahagiaan yang tidak hanya didapat di dunia saja tetapi bisa dirasakan sampai di akhirat. 

So, stop melihat kebahagiaan orang lain karena mereka mempunyai ini itu, mendapat ini itu, dinilai ini itu karena itu melelahkan. Tidak hanya lelah perasaan tetapi juga pikiran. Lelah yang tak berujung, jika kita sendiri yang tidak merubahnya. Bahagia itu pilihan? Mau pilih bahagia yang semu dan sementara atau nyata dan selamanya? Sebab memilih itu ranah kita, ranah yang akan dimintai pertanggungjawaban.

Yuk! Mulai sekarang cukup Allah saja yang menjadi standar dan tolak ukur kebahagian kita. Allah rida kita bahagia. Kunci kebahagiaan itu simpel hanya "Kami mendengar dan kami patuh". Mau apalagi sih, jika bukan rida Allah yang kita cari? [An]

Baca juga:

0 Comments: