Headlines
Loading...
Oleh. Mufidah Huda

Siapa yang suka terluka? Secara waras, jelas tak ada satu manusia pun yang ingin terluka. Namun di sistem gila ini membuat apapun yang tak waras bisa digandrungi. Ngeri!

Self harm alias menyiksa bin menyakiti diri sendiri kini menjamur khususnya di kalangan remaja. Menjadi fenomena viral di medsos aktivitas self harm dilakukan dengan membentuk garis-garis di tangan (barcode korea) menggunakan benda tajam. Jadilah fenomena barcode korea menasional.
Fenomena ini menjalar hingga pelosok.

Self harm 76 siswa salah satu SMPN di Ngariboyo Magetan cukup mengejutkan banyak pihak dan menjadi bahan perbincangan. Mereka mengaku secara pribadi melukai diri, ada yang dengan pecahan kaca, jarum dan penggaris (republika, 20/10/23).

Pejabat Bupati Magetan Hergunadi mengatakan tindakan self harm di kalangan pelajar, mayoritas dipicu oleh tindakan perundungan dari teman, tren, membanding-bandingkan, masalah keluarga, cinta serta masalah psikologis lainnya. Menurut data UNS yang disampaikan oleh Prof. Farida Hidayati bahwa sebanyak 50%-90% pelajar pelaku self harm didominasi usia siswa SMP (republika, 25/10/23). Naudzubillah. 

Apa yang dilakukan? Psikis puluhan siswa pelaku self harm ini coba disentuh. Beberapa metode pendampingan diberikan (radarmadiun.jawapos.com, 22/10/23). Namun, efektifkah cara ini mengentaskan problem remaja?

Memang, semakin hari semakin nyata kebobrokan hidup yang terjadi. Hidup bebas dalam sekularisme telah menyeret generasi tidak mengerti standar hidupnya sendiri. Mereka buta akan hal mana baik dan buruk, halal haram, terpuji tercela. Sistem juga telah mencetak generasi yang memiliki tujuan sebatas materi. Prestise dan keberhasilan finansial dianggap sebagai tolok ukur kesuksesan. Lebih parah lagi, aqidah Islam semakin dijauhkan, wajar jika akhirnya terbentuk generasi pembebek yang rapuh.

Pendampingan para psikolog tak akan memberikan penyelesaian paripurna. Jelas, hanya sebagian kecil siswa tersentuh penanganan, itu pun dengan hasil yang belum bisa dipastikan. Bisa jadi fenomena barcode korea akan hilang, namun sangat mungkin akan muncul model penyaluran lainnya dalam melampiaskan kejengkelan diri. 

Masalah ini selesai hanya dengan menempatkan keadilan bagi para remaja, yaitu mereka disentuh dengan pendidikan Islam yang sempurna. Demikian pula aqidah Islam ditanamkan dengan benar hingga terpatri dalan setiap diri. Para remaja dididik dengan gambaran visi dan misi akhirat yang jelas, tidak sebatas tujuan dangkal duniawi yang justru menenggalamkan diri dalam keterpurukan. Ini semua bisa terwujud jika syariat Islam diterapkan secara keseluruhan. Tak kan ada lagi self harm tren barcode korea yang tak berguna. 

Baca juga:

0 Comments: