Headlines
Loading...
Oleh. Netty Al Kayyisa 

Manusia ditakdirkan memiliki rasa. Capek, penat, sedih, terluka, bahagia, dan rasa lainnya. Adalah satu hal yang wajar, jika mereka butuh  istirahat saat capek mendera. 

Begitupun pengemban dakwah. Pengemban dakwah juga manusia. Kadang juga merasa lelah. Kadang merasa capek. Penat dalam waktu yang sama. Maka sudah selayaknya mereka beristirahat. Bukan. Bukan untuk menyerah tetapi untuk menambah kekuatan. Bukan untuk berhenti dan tak pernah kembali. Juga bukan karena bosan dan putus asa dengan tujuan. 

Istirahatnya pengemban dakwah bukan seperti naik kereta dan turun di tengah jalan. Maka kereta akan melaju setelahnya dan dia tertinggal di belakang. 

Istirahatnya pengemban dakwah juga bukan seperti mereka yang keluar dari barisan. Berhenti sendirian dan tak sanggup mengejar barisan yang semakin jauh di depan. 

Istirahatnya pengemban dakwah juga bukan seperti hewan dalam koloni kehidupan. Yang terpisah dan menyebabkan ia tak tentu arah. Tak ada pegangan. Tak ada penguat dan penyelamat dalam kehidupan. 

Istirahatnya pengemban dakwah itu ibarat malam yang menggantikan siang. Boleh gelap, boleh rehat, tapi siang kan menggantikan. Terang kembali kehidupan. Semangat lagi tuk bergerak meraih cita yang telah digaungkan. 

Istirahatnya pengemban dakwah seperti matahari yang terbit dan terbenam. Meski tenggelam di Barat, tapi dengan janji yang pasti, esok kan terbit lagi. 

Istirahatnya pengemban dakwah seperti pelari. Yang tak akan berhenti sebelum garis finish terlampaui. Saat capek dan nafas tersengal, dia terus berlari meski tertatih. Dia terus bergerak meski merangkak. 

Karena sejatinya bagi para pengemban dakwah, istirahat yang sebenarnya adalah ketika menang atau Allah telah mencukupkan. Memintanya kembali pulang. Menghadap Allah dengan kemudahan. Dengan hati yang tenang. Dengan penuh kegembiraan. 

Karena jual beli dirinya dan Rabbnya akan dibayar tunai saat itu juga.

اِنَّ اللّٰهَ اشۡتَرٰى مِنَ الۡمُؤۡمِنِيۡنَ اَنۡفُسَهُمۡ وَاَمۡوَالَهُمۡ بِاَنَّ لَهُمُ الۡجَــنَّةَ‌ ؕ يُقَاتِلُوۡنَ فِىۡ سَبِيۡلِ اللّٰهِ فَيَقۡتُلُوۡنَ وَ يُقۡتَلُوۡنَ‌وَعۡدًا عَلَيۡهِ حَقًّا فِى التَّوۡرٰٮةِ وَالۡاِنۡجِيۡلِ وَالۡقُرۡاٰنِ‌ ؕ وَمَنۡ اَوۡفٰى بِعَهۡدِهٖ مِنَ اللّٰهِ فَاسۡتَـبۡشِرُوۡا بِبَيۡعِكُمُ الَّذِىۡ بَايَعۡتُمۡ بِهٖ‌ ؕ وَذٰ لِكَ هُوَ الۡفَوۡزُ الۡعَظِيۡمُ

Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri mau-pun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung. (TQS At Taubah : 111)

Baca juga:

0 Comments: