Headlines
Loading...
Bukan Perang Namun Genosida, Apakah Cukup Gencatan Senjata?

Bukan Perang Namun Genosida, Apakah Cukup Gencatan Senjata?


Oleh. Putri Uranus

Kebrutalan zionis selam periode 7 Oktober - 6 November 2023 tercatat lebih dari 10 ribu jiwa rakyat Palestina syahid, terbanyak di Jalur Gaza 10.022 orang dan 147 di Tepi Barat. Sedangkan jumlah yang tewas dari penjajah Zionis sangat rendah dibawah 2000 orang (katadata.co.id, 7/11/2023). 

Selama itu pula Zionis memainkan propaganda dan mengendrose buzzer untuk membelokan fakta, tak terkecuali "yahudi pesek" - sebutan orang indonesia yg terlibat sebagai buzzer membela zionis demi imbalan uang. 

Peran media memang tak dipungkiri mampu merubah pemikiran manusia, sehingga zionis pun dengan terang-terangan telah menggelontorkan uang miliar dolar untuk membuat opini untuk melegalkan aksinya. Dan tak sedikit orang Indonesia yang minim literasi, dan telah buta serta tuli, ikut membenarkan aksi mereka apalagi jika yang berbicara adalah tokoh agama, pengikutnya pun ikut menelan mentah-mentah. Akhirnya terjadilah debat kusir sesama muslim, antara yg pro palestina versus yg menyalahkan hamas sebagai biang kerok terorisme buatan yahudi. 

Genosida di bumi al Quds dan perang opini di sosial mendia hingga saat ini terus terjadi meskipun banyak sekali akun yang terkena takedown, dibatasi hingga akunnya hilang. Dari penggunaan tulisan sesuai abjad hingga penulisan dengan angka, dari penggunaan bendera hingga semangka. Dari yang membela muslim hingga non muslim dari negri mayoritas muslim hingga minoritas muslim tumpah ruah membela palestina. Namun pembelaan ini terus bergeser dari pembelaan agama ke pembelaan atas nama kemanusiaan. Opini yang berkembang pun atas nama kemanusiaan, pelanggaran HAM, pelanggaran hak anak, dan hak sipil. Pergeseran ini pun akhirnya membuat kabur permasalahan utama yaitu masalah agama. 

Permasalahan agama memang sengaja dikaburkan bukan ditahun ini saja, namun ditahun-tahun sebelumnya -sebelum saya lahir pun masalah ini dikaburkan-, padahal Yahudi menjajah Palestina berhubungan dengan agama, atas nama tanah terjanji untuk mereka. Dan Palestina pun mempertahankan tanahnya atas agama juga. Maka sangat miris jika muslim memahami genosida dan membela Palestina atas nama kemanusiaan. 

Atas kemanusiaan inilah akhirnya solusi yang diterima bukan mengusir penjajah namun solusi-solusi praktis yang sengaja diciptakan oleh dunia barat. Seperti PBB yang membuat solusi dua negara. Dan terasa solusi tersebut sangat paripurna dan adil, sehingga dengan bebasnya Yahudi mendirikan negara Israel, mencaplok wilayah kaum muslim, dan dengan tegas mereka ingin membumi hanguskan seluruh penduduk Palestina. 

Maka sangat jelas bahwa solusi dua negara bukan solusi namun malah menunjukan keberpihakan PBB terhadap Zionis, masyarakat Palestina yang notabene penduduk asli wilayahnya semakin tersingkir. Sehingga solusinya bukan dua negara namun si penjajah Zionis inilah yang harusnya diusir, yang menjadi pertanyaan bagaimana cara mengusirnya?

Zionis Yahudi merupakan kaum yang zalim yang tak faham dengan bahasa deplomasi, mereka terus menerus melanggar perjanjian, contoh dekatnya yang terjadi di bulan Oktober  120 negara mendesak Israel untuk melakukan gencatan senjata tapi hingga bulan November  Zionis Israel apakah melakukan gencatan senjata? malah mereka semakin membabi buta membunuh masyarakat Palestina, mengirimkan roket menyasar rumah sakit. Dari sini jelas bahwa bahasa diplomasi untuk Zionis tidak adagunanya, tapi harus menggunakan kekuatan yang seimbang untuk mengusir penjajah yaitu dengan jihad. 

Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” [Hr. Bukhari dan Muslim] 

Seperti kisah Kh4lif4h Abdul Hamid ketika diiming-imingi uang segepok untuk melunasi hutang daulah oleh Theodor Herzl, dengan tegas Khalifah menolak karena tanah al Quds adalah tanah milik kaum muslim, tanah kharojiah yang dibebaskan dengan darah dan air mata sejak masa Khalifah Umar. Sehingga tidak boleh seorang pun yang boleh mengambilnya apalagi Yahudi.[Rn]

Baca juga:

0 Comments: