Headlines
Loading...
Oleh. Neni Arini

Suatu ketika, disaat sedang rehat dari perjalanan luar kota  tanpa sengaja terlibat obrolan dengan seorang ibu yang ditemani anaknya, kira-kira usia 6 tahunanlah putrinya itu. Sama-sama sedang beristirahat di sebuah minimarket setelah lelah  menempuh perjalanan yang cukup jauh.

Salah satu kebiasaanku kalo bertemu dengan orang tak dikenal tapi posisi tubuhnya  cukup dekat jaraknya denganku, suka diajak ngobrol,  soalnya nggak enak rasanya duduk bersebelahan tapi hening  sunyi tanpa obrolan.

"Putrinya Bu? sapaku, 
" Iya Bu..." 
"Sudah kelas berapa?"
"TK B," 
"Wahhh sudah besar yah,"

Biasalah naluri Ibu Guru TK yang setiap harinya bertemu dengan anak didik seusia gitu tak tahan rasanya kalo hanya mendiamkannya. 

"Sebentar lagi jadi kakak SD dong dek," 
"Iya Tante." jawab gadis kecil itu

Akhirnya kami pun terlibat obrolan panjang disaat itu, mengalir begitu saja sehingga  beliau meceritakan kondisi putranya yang sedang duduk di bangku SMA. Menurut beliau Kakaknya itu tidak mau sekolah, nggak tahu apa maunya. Sukanya ngumpul sama teman-temannya, nongkrong di cafe, pulang-pulang ketika menjelang malam. Setiap hari terjadi pertengkaran antara ibu dan anak. 

"Rasanya capek Bu tiap hari harus rame sama anak," Beliau berkeluh kesah. 

"Tapi gimana yah, saya tuh bingung harus ngasih tahu dengan cara apa lagi. Dilembutin tidak didengarkan, dikerasin dia balik melawan. Saya sedih Bu, anak laki-laki saya satu-satunya mau jadi apa nantinya. Belajar nggak mau, sekolah nggak mau, shalat nggak mau. Saya salah apa sampai Allah memberikan ujian seberat ini. Rasanya saya sudah putus asa. Saya sama Ayahnya berencana mau bawa ke orang pintar." 

Hahhh pikirku. Maksudnya orang pintar itu apa ya pikirku. Akhirnya kuberanikan bertanya, 
"Maksud orang pintar gimana Bu?" 
"Itu Lo seperti kyai-kyai yang suka ngobatin pake ayat-ayat Al Qur'an, terus nanti seperti dikasih pegangan gitu Bu, biar nurut dan jadi anak baik. Kebetulan teman saya ada yang sudah pernah kesana. Minta doa sama kyai terus dikasih air minum, terus nanti ada benda yang dikasih Bu, sebagai obatnya." 

"Ohhh gitu" gumamku. Terus mencoba memberanikan diri, aku bertanya 
"Nggak diikhtiarin sendiri Bu, mungkin doa kita masih sedikit dan kurang lama..."
Sayangnya obrolan pun terputus karena putra beliau yang menjadi perbincangan menghampiri kami. Akhirnya kami pun pulang untuk melanjutkan perjalanan.

Tetapi kata-kata ibu tersebut masih terngiang-ngiang di telingaku. Pergi ke orang pintar. Duh itu kan syirik pikirku, tidak yakin pada Allah. Ya Allah hari gini masih ada hal-hal yang seperti itu, disaat teknologi berkembang dengan pesatnya. Kemudahan dalam mengkaji Islam begitu banyak fasilitasnya, tapi fakta seperti ini masih ada hingga hari ini. Ini adalah masalah keimanan, masalah keyakinan kita kepada Allah. Allah sangat membenci umat yang menduakanNya. Seperti yang disampaikan dalam sebuah firmanNya surat An-nisa ayat 48:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar".

Ayat tersebut dengan sangat tegas menyampaikan bahwa dosa syirik adalah termasuk dosa besar. Astagfirullahaladziim.

Satu hal yang bisa kita ambil pembelajaran dari kisah diatas adalah itulah fakta yang terjadi di hari ini terhadap  para pemuda. Mereka banyak menghabiskan masa mudanya dengan sesuatu yang sia-sia. Merasa diri masih kuat, merasa diri akan terus berumur panjang sehingga tidak menjalani hidup dengan beramal Sholih. Padahal di tangan pemuda inilah tonggak peradaban berada. Bagaimana mungkin mereka mau memimpin umat sementara mereka tak mau belajar ilmu sebagai bekal menjalani hidup.

Dan kitapun sebagai seorang ibu harus menyiapkan diri kita sebagai ibu yang cerdas dan tangguh, yang dapat mencetak generasi penerus pejuang peradaban. Di tangan para ibulah kunci kesuksesan para generasi umat ini berada.

Yuk selamatkan para pemimpin umat ini! [Rn]

Baca juga:

0 Comments: