Headlines
Loading...
Oleh. Artatiah Achmad

"Iman tak dapat diwarisi, dari seorang ayah yang bertakwa. Ia tak dapat dijual beli, ia tiada di tepian pantai" merupakan potongan lirik nasyid berjudul "Iman Mutiara" yang dilantunkan oleh grup nasyid Raihan asal Malaysia. Sungguh menarik saat saya merenung makna dari lirik lagu tersebut. Benar adanya bahwa tidak ada jaminan keimanan anak pasti sama dengan keimanan orang tuanya. 

Kita tentu masih ingat dengan kisah anak nabi Nuh yang bernama Kan'an? Kita dapat mengambil pelajaran dari kisah Kan'an ini. Dia adalah anak durhaka yang tidak mau beriman kepada Allah Swt. Sekuat tenaga nabi Nuh mengajak Kan'an untuk mengikuti risalahnya, namun anaknya ternyata tetap membangkang. Dialog antara ayah dan anak ini tercatat di dalam Al-Qur'an surah Hud, ayat 42-43 yang artinya: "Dan kapal itu berlayar membawa mereka ke dalam gelombang laksana gunung-gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, ketika dia (anak itu) berada di tempat yang jauh terpencil, "Wahai anakku! Naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang kafir."

Dia (anaknya) menjawab, "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat menghindarkan aku dari air bah!" (Nuh) berkata, "Tidak ada yang melindungi dari siksaan Allah pada hari ini selain Allah yang Maha Penyayang." Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka dia (anak itu) termasuk orang yang ditenggelamkan.

Dari kisah Kan'an dapat kita tarik pelajaran bahwa memang benar adanya iman itu tidak dapat diwariskan. Keimanan yang kuat harus diperjuangkan dengan cara berpikir. Berpikir tentang alam semesta ini, berpikir tentang manusia, dan berpikir tentang kehidupan. 

Kita dapat belajar dari kisah perjalanan nabi Ibrahim untuk mencari Tuhan. Saat Ibrahim menjelang dewasa dan mampu membedakan mana yang baik, mana yang buruk, beliau yakin bahwa semua yang ada di alam semesta ini ada yang menciptakan. 

Ibrahim melihat bintang yang bercahaya di malam hari. Betapa indah, namun ketika siang hari, cahaya itu hilang. Ibrahim pun kecewa dan tidak percaya bahwa bintang itu Tuhan. Kemudian Ibrahim melihat bulan. Hampir sama dengan bintang, bulan juga menghilang di siang hari. Kemudian perhatian Ibrahim tertuju kepada benda yang lebih besar. Benda itu bersinar terang di waktu siang hari. Sayang, menjelang malam hari benda itu terbenam. Beliau sadar, bahwa bintang, bulan, dan matahari bukanlah Tuhan. Kisah perjalanan Ibrahim mencari Tuhan tertulis di dalam Al-Qur'an surah Al-An'am ayat 76-78. 

Setelah terus mengerahkan kemampuan berpikirnya, akhirnya Ibrahim menemukan Tuhannya. Dialah Allah Swt. Tuhan pencipta dan pemilik alam raya. Sekarang bagi kita yang sudah beriman kepada Allah Swt. punya tantangan untuk terus merawat keimanan itu agar senantiasa kokoh. Kita buka hati dan pikiran agar petunjuk itu bisa kita dapatkan. Caranya dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah Swt. Memupuk dan menyirami keimanan kita dengan melakukan amal saleh menjalankan seluruh perintah syarak dan menjauhi larangannya. 

Wallahualam bissawwab. [An]

Baca juga:

0 Comments: