Headlines
Loading...
Oleh. Noviana Irawaty 

Ada dua hal yang perlu kita perhatikan, Guys. Saat kita berusaha untuk menanamkan akidah yang lurus dan kuat kepada seseorang. Bagaimana thariqul iman itu.

Pertama, mengupas makna Allah Al-Khalik Al-Mudabbir. Sampai manusia yakin Allah adalah Pencipta segala sesuatu (manusia, kehidupan, dan alam semesta) sekaligus meyakini Allah sebagai Pengatur segala sesuatu di dunia ini. Intinya tidak ada tawar-menawar dan tidak ada alternatif lain, kecuali tunduk saja. 

Kedua, sudut pandang menyampaikan. Pilih mana? a. Orang dipaksa tunduk pada aturan (kewajiban), atau b. kita yang menciptakan ketundukan itu, sehingga seseorang akan sukarela tunduk kepada Allah sebagai konsekuensi iman.

Saat kita memilih opsi a. bisa jadi seseorang akan terpukul ‘sesaat’ pada saat dinasihati. Mau berubah, tetapi sebentar saja, berikutnya dia akan kembali pada keyakinan lamanya, hingga tetap sulit berubah. Jika orangnya kuat, alias keimanannya sudah kokoh, nggak apa-apa dipukul (dengan kata-kata). Tetapi jika belum kokoh, maka penerimaan akan kurang.

So, lakukan cara b, Guys. Kita menciptakan ketundukan dengan cara  mengajak orang berpikir, memahami, merenung (bukan doktrin), setelah ketemu keimanan, dia tidak punya alternatif lain kecuali taat.

Sentil potensi kehidupannya, kebutuhan manusia, lalu tunjukkan solusinya. Masing-masing kita pukul terakhir, fala wa robbika la yu'minuna (4:65).

Mulailah dari bagaimana mengenali diri, man ‘arofa nafsah faqod arofa robbah.  "Barangsiapa mengenal dirinya, niscaya mengenal Tuhannya."

Seorang muslim sejak lahir, rentan imannya lemah, berbolak-balik antara iman dan maksiat, lurus dan kuatkah?

Agar keimanan kokoh, maka manusia harus berpikir cemerlang. Berpikir cemerlang ini sederhana, semua orang bisa, sebagaimana keimanan para sahabat yang terbentuk hanya dengan dua hal:
1. Teladan, sosok, kepribadian Rasulullah saw.
2. Mukjizat Al-Qur’an.

Bagaimana dengan kondisi umat saat ini? Kita jauh dari Rasulullah (tidak bertemu beliau), tidak pandai atau paham Al-Qur’an dan bahasa Arab. Maka kita harus pecahkan tiga simpul besar untuk memahami hakikat kehidupan. 

Simpul tersebut adalah pertanyaan mendasar. Dari mana manusia? Untuk apa hidup di dunia? Mau ke mana setelah mati? Selama belum terpecahkan, maka hidup manusia akan terus terombang-ambing.

Yuk kita pecahkan satu per satu.
Man 'arofa nafsah faqod 'arofa robbah.
Contoh: 
1) Siapakah yang kuasa memproduksi ASI?
2) Siapa yang kuasa menolak diri kita menjadi laki-laki/perempuan, berkulit hitam/putih, berambut lurus/keriting?
3) Siapa yang kuasa memerintahkan gigi dan bulu mata untuk berhenti tumbuh? Bayangkan jika terus tumbuh seperti rambut dan kuku.
4) Siapa yang mengatur mata berkedip? Apa jadinya jika tidak berkedip.
5) Siapa yang kuasa membuat kentut? Ada lho yang harus dioperasi karena tidak bisa kentut. 
6) Ada yang tahu berapa banyak kebutuhan oksigen manusia setiap harinya? Pasien sesak/gagal napas yang harus dibantu tabung oksigen, kebutuhan oksigen 1 m3 pada tekanan bola angka 2 habis dalam 4 jam pemakaian. Berarti dalam sehari butuh 6 m³ oksigen. Jika harga oksigen 1 m3 = 1 juta, maka sehari harus sedia uang 6 juta ‘hanya’ untuk membeli oksigen. Masyaallah, oksigen yang kita hirup gratis dari Allah. Belum lagi kebutuhan lainnya. Tak akan mampu membeli.

Sementara itu, manusia memiliki potensi kehidupan, yang terbagi menjadi empat kategori:
1. Hajatul udwiyah (kebutuhan jasmani)
2. Gharizah Tadayun (naluri beragama)
3. Gharizah Nau (naluri melestarikan keturunan)
4. Gharizah Baqa (naluri eksistensi diri)

Potensi kehidupan akan melahirkan perbuatan untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya. Bagaimana pemenuhannya? Jika tidak diatur, maka akan kacau.

Allah Swt. berfirman dalam QS. Ar-Rum ayat 41:
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Begini pemenuhan potensi kehidupan apabila diserahkan pada aturan manusia. Tidak paham harus tunduk pada aturan Allah. Kita simak contoh pemenuhan yang salah yuk, Guys.

Hajatul Udwiyah:
- Ikut tren makan makanan-minuman haram: makanan ekstrim, makan kertas, rambut, binatang buas, babi, khamr, dll.
- Malam hingar bingar, siang tidur. 

Gharizah Tadayun:
- Syirik: ruwat desa, percaya nyi Roro Kidul (penguasa hasil laut dan ombak laut), Dewi Sri (hasil panen), jin penguasa gunung Merapi, buat sesajen saat mau menikah, sunatan, bangun rumah, tolak bala saat ada musibah, datang ke orang pintar/dukun/paranormal biar lulus sekolah, naik jabatan, sembuh dari penyakit, minta diramal, diterawang jodoh, rezekinya, sampai mau diadakan kompetisi paranormal. Mau cantik pakai susuk aja. Ingin kaya, pesugihan. Menjadikan ahli maksiat sebagai sesembahan (ngalap berkah ke makam pangeran Samudro dan Nyai Ontrowulan di gunung Kemukus Sragen, padahal mereka anak dan ibu tiri (permaisuri kerajaan Majapahit) yang berzina lalu diusir.

- Penistaan agama: ada nabi baru, pembakaran bendera tauhid, Al-Qur’an dilecehkan, Nabi Muhammad dibuat karikatur dengan framing yang menyesatkan.

Gharizah Nau:
- Pergaulan bebas
- Perselingkuhan
- L9b7
- Pelampiasan ke binatang

Gharizah Baqa:
- Sombong (menolak kebenaran, meremehkan orang lain)
- Sum'ah, takabur, riya
- Korupsi, riba
- Riswah (suap)
- Kriminalitas: pencurian, perampokan, begal, pembunuhan
- Perundungan 
- Menghalalkan segala cara untuk berkuasa, menang, mengumpulkan kekayaan.

Mari kita renungkan ayat ini:
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf ayat 96)

Maka wajarlah jika keberkahan itu Allah cabut, berganti dengan penderitaan, musibah, azab Allah yang datang silih berganti dan berkepanjangan:
- Tsunami
- Lumpur Lapindo
- Gempa
- Gunung meletus
- Longsor
- Banjir
- Tabrakan beruntun
- Pesawat jatuh
- Kekeringan, gagal panen
- Harga-harga yang melambung tinggi
- Umat Islam ditindas, dibunuh, dijajah, diperdaya, genosida

Semua itu muaranya satu, hanya menjadikan Allah sebagai Pencipta namun tidak sebagai Pengatur. Maka solusi satu-satunya: tidak ada tawar menawar, hanya menjadikan Allah sebagai pengatur hidupnya. 

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا۟ فِىٓ أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا۟ تَسْلِيمًا

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa: 65)

Sehingga tidak ada alternatif lain kecuali hanya berhukum dengan aturan/hukum Allah. 

Wallahualam bissawab. [An]

Baca juga:

0 Comments: