Headlines
Loading...
Ironis, Pengurangan Bansos di Tengah Sulitnya Kehidupan

Ironis, Pengurangan Bansos di Tengah Sulitnya Kehidupan

Oleh. Yenni Sarinah, S.Pd.

Kian hari kehidupan masyarakat Indonesia kian sulit, apalagi pascapandemi covid dan perubahan iklim yang kurang mendukung sektor pertanian dalam negeri. Bantuan sosial yang menjadi alternatif instan dan harapan rakyat dalam urusan pangan pun turut bergejolak. Sungguh ironis, rakyat ibarat pengemis di negerinya sendiri.

Dilansir dari Ekonomi Bisnis (29/10/2023), pemerintah mengurangi sasaran penerima bantuan sosial (bansos) beras. Jumlah itu berkurang dari 21,3 juta menjadi 20,66 juta keluarga penerima manfaat (KPM), dengan alasan penerima meninggal dunia, pindah lokasi, dan dianggap telah mampu. 

Alasan ini layak dipertanyakan. Kalaupun pindah masih dalam wilayah Indonesia tentunya. Sementara jika menjadi mampu, rasanya kecil kemungkinannya apalagi dalam masa ekonomi melambat pascacovid, juga mahalnya bahan pangan.

Dilansir dari CNN Indonesia (30/10/2023), Pemerintah mengurangi 690 ribu keluarga penerima bantuan sosial (bansos) beras 10 kg per bulan dari 21,35 juta ke 20,66 juta. Berdasarkan hasil evaluasi Badan Pangan Nasional (Bapanas) bersama pihak-pihak terkait pada hasil akhirnya jumlah keluarga penerima bansos dikurangi.

Kabarnya presiden akan memperpanjang bansos beras hingga Desember 2023 dengan tambahan anggaran Rp2,67 triliun. Tujuannya untuk menjaga kesejahteraan masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah, di tengah ancaman El Nino. 

Dilansir dari CNN Indonesia (26/10/2023), presiden pun akan melanjutkan program pembagian cadangan beras pemerintah hingga 2024 apabila Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencukupi.

KPK Dalami Dugaan Manipulasi Data Bansos

Penyaluran Bansos sejak lama sudah banyak masalah, mulai dari tidak semua keluarga miskin mendapatkan bantuan tersebut, bantuan tidak tepat sasaran, adanya penyunatan dana bantuan bahkan korupsi dan lain-lain. Dugaan manipulasi data pun tak bisa disingkirkan dari budaya kerja aparatur negara yang dalam tanda kutip oknum bias yang buas meraup materi.

Dugaan ini pernah dibahas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di media online RRI (28/08/2023). KPK mendalami dugaan manipulasi data penerima bantuan sosial (bansos) beras di Kementerian Sosial tahun 2020-2021 setelah penyidik memanggil dua saksi dari PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) yaitu inisial RS seorang Kepala Divisi Regional Bangka Belitung PT BGR (November 2019 hingga Oktober 2020) dan SP yang menjabat di Kepala Divisi Regional DKI Jakarta di PT BGR (Agustus 2020 sampai Desember 2020).

Ajaran Islam Wajibkan Negara Peduli Nasib Rakyat

Dalam pandangan Islam, negara wajib peduli nasib rakyat bahkan menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu dengan berbagai mekanisme, mulai dari jaminan pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan serta keamanan. Kesemuanya ini menjadi kewajiban negara karena Islam memandang peran negara adalah perisai (junnah) dan mengurus urusan rakyatnya (raa'in).

Negara juga diwajibkan menjamin kualitas terbaik dan kuantitas memadai, bukan malah memberi beras dengan kualitas setara dengan pakan ternak bahkan lembab, lapuk, dan berbau. Jaminan negara berlaku untuk seluruh warga negara Khilaf4h tanpa kecuali. Selama rakyatnya masih tunduk dengan aturan Islam dalam negara yang menerapkan Islam, maka sekalipun ia bukan seorang muslim tetap mendapatkan perlindungan negara. Bedanya golongan rakyat yang bukan Islam (kafir zimi) ditetapkan pajak (jizyah) atas mereka.

Jizyah adalah hak yang Allah Swt. berikan kepada kaum muslim dari orang-orang kafir sebagai tanda bahwa mereka zimi ‘tunduk kepada aturan Islam’. Oleh karena itu, apabila orang-orang kafir (ahlu dzimmah) telah memberikan jizyahnya, maka wajib bagi kaum muslim untuk melindungi jiwa dan harta mereka (golongan kafir zimi).

Tidak melulu menyelesaikan masalah dengan memunculkan masalah baru. Alternatif bansos beras memang sangat membantu secara instan, jika ekonomi Indonesia mapan, maka ini tidak akan menjadi masalah baru. Namun dengan tunggakan utang luar negeri 30 September 2023 mencapai Rp7.891,61 triliun, meningkat dari Agustus 2023 sebesar Rp 7.870,35 triliun, tentu saja hal ini kian memberatkan APBN Indonesia. 

Masih banyak cara lain untuk memberdayakan masyarakat kecil agar produktif dengan memberikan pembekalan keterampilan yang sangat dibutuhkan pasar kerja dan mengatur tata kelola tenaga kerja asing (TKA) agar tidak mendominasi kebutuhan pasar kerja dalam negeri. Ibarat kata mengenyangkan rakyat tidak melulu memberikan ikan langsung, tetapi dengan memberi kail pancingnya agar mereka mandiri dan mampu mendongkrak iklim ekonomi Indonesia. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: