Headlines
Loading...
Oleh. Puspita Ningtiyas

Manusia ribut dengan standar kebenaran yang akan diambil sebagai pedoman berkehidupan. Ada yang mengatakan kebenaran itu relatif sehingga tidak ada kebenaran mutlak. Ada yang mengatakan kebenaran adalah suara mayoritas dari sebuah komunitas, ada juga yang mengatakan kebenaran adalah milik Tuhan dan bersifat absolut.

Berbekal akal pikiran, manusia memang bisa menentukan kehendak atas jalan hidupnya. Tapi apakah jalan yang ditempuh tersebut mampu memastikan manusia berada di jalan yang benar? Sepertinya tidak. Kenapa? Karena ternyata akal pikiran manusia itu terbatas. Ada orang yang terbatas dengan panca indera yang tidak sempurna, lantas dengan apa ia mencerap informasi sebagai bahan untuk berpikir? Ada orang dengan otak yang ternyata tidak sempurna, maka tidak bisa ia menggunakannya untuk berpikir. Ada juga orang dengan keterbatasan informasi tentang sebuah fakta, maka ia pun tidak bisa mengkaitkan fakta itu menjadi sebuah kesimpulan hasil berpikir. Maka manusia itu terbatas, dan dengan keterbatasannya, untuk sekedar berpikir pun tidak selalu mampu.

Mereka yang mampu berpikir, pun belum tentu benar dalam mengambil kesimpulan berpikir, karena hasil dari berpikir sangat dipengaruhi benar tidaknya informasi yang dimiliki. Jika informasi yang tersimpan di dalam otaknya adalah informasi yang sesat, maka sesat pulalah pemikirannya. Jika informasi yang dimiliki adalah informasi yang benar, barulah hasil berpikirnya akan benar pula.

Fakta akal manusia yang tidak bisa mendatangkan kebenaran yang pasti, harusnya menyadarkan manusia itu sendiri, untuk mencari kebenaran yang bersumber dari luar dirinya. Sudah tentu bukan dari makhluk hidup yang lain, hewan dan tumbuhan misalnya, karena mereka bahkan tidak memiliki akal. Kebenaran itu harusnya didatangkan dari Dzat Yang Maha Benar, yaitu Allah Swt.

Allah memiliki legalisasi yang rasional sebagai sumber kebenaran yang absolut, karena Allahlah yang menciptakan alam semesta, manusia dan kehidupan. Rasionalisasinya, tidak akan pernah ada yang lebih memahami kebenaran tentang kehidupan dan segala isinya melebihi pemahaman Allah Swt. Jika manusia tetap meragukannya, Allah telah menyampaikan di dalam kalam-Nya,
Dan jika kamu meragukan (Alquran) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” ( Al-Baqarah : 23 )

Faktanya manusia sejak abad dimana Al-Qur'an diturunkan, hingga hari ini, tidak ada yang mampu membuat serupa dengan Al-Qur'an yang merupakan kalamullah. Jelas tidak ada kalam yang derajat kebenarannya absolut kecuali yang bersumber dari Allah Swt. Maka ketika manusia harus memilih satu jalan diantara dua pilihan, yaitu jalan fujur atau jalan takwa, pilihan terbaik yang harus diambil adalah jalan takwa. Jalan takwa ditempuh dengan sami’na wa atha’na terhadap setiap keputusan yang bersumber dari Allah Swt.

Manusia ditakdirkan ada di muka bumi adalah untuk beribadah. Beribadah butuh panduan dan Allah menetapkan itu ada di sumber-sumber hukum syar’i, diantaranya : Al-Qur'an, sunnah, ijma’ sahabat dan qiyas. Untuk menapaki jalan takwa, manusia harus menjadikan perbuatannya bertolak ukur pada hukum syara yang bersumber dari empat sumber hukum tersebut.

Memang tidak mudah dan butuh belajar secara terus menerus untuk tetap berada di jalan takwa. Selain itu dibutuhkan lingkungan yang kondusif agar senantiasa berada di nuansa keimanan yang tinggi. Maka kita butuh bergabung ke dalam sebuah kelompok atau jamaah yang akan membantu terwujudnya kehendak kita ini, yaitu terus berada di jalan takwa. Semoga Allah Swt senantiasa menetapkan kita berada di jalan takwa. 

Baca juga:

0 Comments: