Headlines
Loading...
Jika Bisa Bahagia, Mengapa Pilih Bersedih?

Jika Bisa Bahagia, Mengapa Pilih Bersedih?


Oleh. Lilik Yani

Bahagia atau sedih tergantung persepsi kita masing-masing. Ingin bahagia? Ciptakan bahagia itu sendiri, jangan menunggu orang lain mendatangkan bahagia.

Kok bisa? Iya. Karena yang ingin bahagia itu kita, bukan orang lain.  Seberapa besar orang lain menghalangi kita untuk bahagia. Berbagai cara ditunjukkan agar kita jatuh, sakit, sedih, insecure, dan lainnya yang tidak mengenakkan hati. Namun, jika diri kita mau setel bahagia di hati meski dalam kondisi apapun, maka yang terjadi adalah bahagia itu yang menyertai kita.

Jangan biarkan orang lain merusak kebahagiaan kita. 
Bisakah? Bisa! Sulit tapi bisa! Hanya butuh kemauan dan niat kuat, juga pertolongan Allah.

Ya Allah, ijinkan hamba bahagia. Jangan biarkan orang lain merusak kebahagiaan ini. 

Ya Allah, betapa bahagia nya hamba, memiliki Engkau sebagai Rabb hamba,
Tempat mencurahkan segala rasa yang menyesakkan jiwa

Dan di antara mereka ada yang berdoa, "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka." (QS Al Baqarah : 201).

**
Tulisan ini terinspirasi dari kejadian beberapa hari lalu. Ingin mengabulkan permintaan anak-anak mendapatkan hadiah gamis. Untuk pergi ke toko membeli secara langsung perlu waktu. Apalagi sekarang modelnya belanja sudah ganti digital. Jadilah aku beli online setelah menemukan model gamis yang cocok untuk para remaja.

Agar tak dobel ongkir, rencana mau saya berikan alamat penerima. Biar surprice terima paket bersama. Ehm, tapi saya ingin menambah kenangan lainnya, jadilah pesanan gamis saya berikan alamat rumah.

Apa yang terjadi? Setelah 4 hari transaksi, tibalah paket yang saya tunggu-tunggu. Saya curiga ukuran paket tak sebesar apa yang saya bayangkan. Betapa terkejutnya saya ketika isinya bulan gamis tapi kaos panjang.

Spontan apa reaksi? Kesal, marah, tapi sisi hati lain berpikir, "mungkin salah kirim. Karena ada beberapa pilihan warna yang tak sesuai yang saya pesan."

Bergegas saya menghubungi no WA yang sebelumnya transaksi. No WA tak aktif, centang 1. Kemudian saya telpon nada memanggil bukan berdering. Wah, mengapa no WA tak bisa dihubungi? Saya hubungi bagian antar paket, dijawab, "Saya hanya petugas antar paket. Tidak tahu apa isinya?"

Ya Allah, Astaghfirullah. Saya istighfar berkali-kali. Kok ada ya, bisnis kecurangan seperti ini? Beli online memang tidak selalu memuaskan. Sebelumnya pernah, ukuran tak sesuai harapan alias kekecilan. Warna tak sesuai pilihan. Okelah masih bisa ditoleransi. 

Tapi jika sampai salah model pesanan, gamis jadi kaos, mungkinkah salah kirim atau disengaja? Baiklah, saya tak mau emosi. Saya tekan rasa marah yang hampir meledak karena kecewa dibohongi. Tapi saya tak mau kehilangan bahagia. Saya tak mau rasa bahagia bersama Allah dirusak oleh orang lain.

Jadilah saya ubah sudut pandang. Saya bersyukur, untung tidak saya berikan alamat anak-anak yang berharap hadiah gamis. Jika seperti ini yang terjadi, betapa sedihnya mereka. Sementara saya menganggap kalau mereka sudah mendapatkan hadiah yang diinginkan. Alhamdulillah, Allah menyelamatkanku.

Kedua, saya berfikir bahwa pengirim salah kirim barang. Tapi mengapa tak ada konfirmasi saat ada komplain? Dari situ saya berfikir. Baiklah saya mengalah. Daya paketkan balik ke alamat toko online yang tertera. Apa yang terjadi? Setelah paket sampai kota tujuan, alamat yang dicari tidak ada. Saya dihubungi pihak pengiriman paket, adakah alamat lain? 

Kebohongan demi kebohongan tampak nyata di depan mata. Serasa ingin meledak emosi jiwa. Tapi buat apa? Hingga jawaban yang bisa saya berikan ketika pihak pengantar paket menghubungi, "Adakah alamat lain yang ada agar dibantu mencari?"

Saya jawab dengan lapang dada, "Bisakah 'mas paket' menolong saya? Jika mau, silakan mas ambil saja, bisa dibagi pada yang membutuhkan. Atau jika berkenan, minta tolong antarkan ke panti asuhan terdekat, semoga berkah manfaat."

Alhamdulillah, saya lega. Saya berupaya menjaga hati tetap lapang dan bahagia. Biarlah jika penjual itu berbohong, ada malaikat mencatat. Atau mungkin dia sedang membutuhkan banyak uang? Ehm, tapi mengapa penjual berbohong? Bukankah akan membunuh rejekinya sendiri? Bagaimana kalau umumkan di sosmed, bahwa toko X ternyata pembohong. Apa tidak menghambat masuknya pembeli?

Baiklah, saya maafkan. Saya kembalikan semua urusan kepada Allah. Saya ingin mendapat tambahan ampunan dari Allah. Hanya sisi lain saya ingin menjelaskan, bahwa jalan yang ditempuh untuk memancing rejeki itu salah. Tapi bagaimana caranya aku memberikan nasehat?

Bismillah, semoga penjual tak amanah itu digerakkan Allah untuk membaca tulisan ini. Mungkinkah? Tak ada yang mustahil jika Allah mengijinkan. 

Tenang, saya tidak marah. Saya tidak menuntut. Saya tak sebarkan kebohongan kalian. Saya hanya ingin kalian taubat. Mengapa saya sebut kalian? Karena yakin tidak bekerja sendiri. Selanjutnya, biarlah Allah yang memberi keputusan.

Tugasku hanya menyampaikan semaksimal bisa yang saya lakukan. Saya ingin tetap bahagia  dan tak mau dirusak oleh siapa saja. Jika bisa bahagia, mengapa memilih bersedih? 

Ya Allah, mohon berikan hamba bahagia lahir batin, di dunia hingga akhirat. Aamiin ya Rabbal aalamiin.

Wallahualam bissawwab.[Rn]

Baca juga:

0 Comments: