Headlines
Loading...
Oleh. Lilik Yani

Usai bekerja keras seharian, enaknya kita istirahat, rebahan di depan televisi sambil ngobrol dengan keluarga, ditemani satu cangkir teh panas dan pisang goreng krispi. Wow, serasa dunia milik kita sendiri.

Seperti itukah yang kita inginkan? Ya, itu dulu. Namun semenjak mengenal indahnya syariat Islam yang harus disebarkan ke seluruh alam, maka kamus rebahan sudah dicoret.

"Bunda, kursi panjangnya menunggu dihuni. Lama sekali tak rebahan di sini. Pulang kerja tidak capekkah? Rebahan dulu kenapa? Biar capeknya hilang. Baru lanjut kegiatan lain," ujar putriku yang merasa kasihan ibunya kayak kitiran. Seolah tak ada jedanya, karena program harian yang harus ditunaikan.

Bisa dibayangkan, jika sehari di akhirat itu lamanya 1000 tahun di  dunia. Kalau 100 tahun berarti sama dengan 2,4 jam. Lantas berapa jatah usia kita? Jika kurang dari 100 tahun? Maka kita hanya punya waktu kurang dari 2,4 jam. Sungguh singkat sekali?

Dalam waktu sependek itu, akankah untuk berleha-leha? Waktu sependek itu dikurangi jatah seberapa lama tak paham Islam? Jadi betul-betul waktu efisien kita hanya sebentar. Akankah kita habiskan terlena dalam zona nyaman?

Ketika sudah paham tugas utama sebagai pengemban dakwah, melanjutkan estafet perjuangan Rasulullah saw. menyebarkan syariat Islam ke semesta alam, hingga kita mengenal indahnya Islam saat ini. 

Saat Rasulullah saw, para sahabat, hingga para khalifah wafat, maka kita diwajibkan melanjutkan dakwah Islam. Sampai kapan? Kapan pengemban dakwah istirahat dalam berdakwah? 

Imam Ahmad bin Hanbal r.a pernah ditanya: “Wahai imam, kapankah waktu istirahat itu?” Beliau menjawab: (Istirahat yang sesungguhnya) pada saat engkau pertama kali menginjakkan kakimu di dalam surga”.

MasyaAllah, itulah jawaban para imam yang berjuang mendakwahkan Islam. Tidak mengenal kata istirahat. Bahkan mereka baru istirahat ketika kaki sudah menginjak ke jannah. Bagaimana dengan kita?

Capek sedikit, istirahatnya lama. Panas sedikit, berteduh tak mau beranjak. Sakit sedikit, tak hadir ke kajian, tak menunaikan kewajiban dakwah. Selalu mencari pembenaran diri agar diberi pemakluman untuk bisa istirahat.

Ketika tahu rasanya istirahat, setan mengikat sang pengemban dakwah dan meniupkan angin segar, hingga sang pengemban dakwah terpesona dalam buaian zona nyaman.

Sadarkah jika dalam kondisi yang sama, musuh sedang berjaga, terus kreatif mencari cara agar Islam tak bangkit. Islam dalam kondisi semakin lemah, terbius zona melenakan. 

Di kala musuh sibuk mencari metode menjauhkan Islam dari penganutnya, akankah kita berleha-leha tak berbuat apa-apa?

Ingat, jatah kita hidup di dunia tak kan lama. Dikurangi saat belum paham Islam, saat berleha-leha tak menyadari program musuh yang akan melemahkan syariat Islam. Akan tersisa berapa detik yang kita isi dengan perjuangan Islam melawan penjajah? 

Sungguh, hanya hitungan detik, hidup yang harus betul-betul kita maksimalkan untuk berjuang di jalan Allah. Akankah kita menambah jam istirahat sementara musuh semakin merangsek ke depan? Apa sikap terbaik yang kita persembahkan?

Biarlah berlelah-lelah di dunia. Demi memperjuangkan indahnya Islam hingga tersebar ke seluruh alam. Lantas kapan istirahatnya? Ketika kaki kita sudah menginjak jannah. MasyaAllah.

Ya Allah, mohon rida-Mu, semoga setiap lelah yang hamba niatkan untuk menyampaikan indahnya Islam, mengajak umat kembali ke jalanMu, semoga Engkau rida, ya Rabb. Sungguh, hanya Rida-Mu yang hamba nantikan. Aamiin.

Wallahualam bissawwab. [My]

Baca juga:

0 Comments: