Headlines
Loading...
Kemajuan Negara Bukan Bertumpu pada Peran Keluarga

Kemajuan Negara Bukan Bertumpu pada Peran Keluarga

Oleh. Elly Waluyo
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Keluarga adalah miniatur negara yang sekaligus menjadi bagian dari sebuah negara. Maka negara berkewajiban mengurus kesejahteraan tiap individu atau rakyat yang menjadi anggota suatu keluarga. Namun, negara lempar tanggung jawab pada rakyat merupakan hal wajar terjadi dalam negara bersistem sekuler kapitalis. Negara memposisikan dirinya hanya sebagai regulator sesuai pesanan kapitalis bukan sesuai tuntutan rakyat dan bukan pula sebagai pengurus rakyat. Tolak ukur pada kesuksesan materi pada sistem kufur ini membuat para pengurus negeri ini berlomba-lomba mendapatkan materi sebanyak-banyaknya tanpa mempedulikan halal dan haram. Negara pun tak mampu menaungi dan mencukupi kebutuhan warga negaranya dalam berbagai aspek.

Ambisi untuk lepas dari perangkap pendapatan menengah (middle income trap) pada tahun 2030 diamini oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dengan menyampaikan bahwa pendapatan per kapita negara harus diatas 10.000 dolar atau setara dengan 150 juta perbulan untuk bisa lepas dari middle income trap sedangkan pendapatan per kapita saat ini 4.700 dolar atau 73 juta. Target diluncurkan pada tahun 2030 pendapatan perkapita meningkat menjadi 5.500 dolar (86 juta) perbulan dan menjadi 10.000 (150 juta) di tahun 2045. 

Prabowo Subiakto ketua umum partai sekaligus bakal calon presiden Gerindra juga mengiyakan, dengan alasan agar anak cucu kita mendapatkan hasil yang memadai dan tidak hanya mampu selalu berteriak UMR (Upah Minimum Regional) saja. Namun, menurut Nailul Huda, Ekonom Institut for Development of Economics and Finance (Indef) membutuhkan berpuluh-puluh tahun untuk  mencapai gaji 10 juta perbulan karena saat ini rata-rata upah buruh 2.89 juta perbulan (https://tirto.id, 23/10/2023). 

Berdasarkan data badan pusat statistik (BPS) yang diungkap oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di level 4,9% pada tahun 2023, dan mengalami kenaikan di tahun 2007 sebesar 6,9%, namun menyusut pada tahun 2013 hanya tumbuh 5,78% dan semakin menyusut di tahun 2014 hanya 5, 01 %, mengalami kenaikan namun tetap di kisaran 5% pada era pemerintahan Joko Widodo di tahun 2022 yakni level 5,315 dan kembali menurun hingga kuartal II di tahun 2023 menjadi 5,17% secara tahunan atau year on year (yoy) (https://www.cnnindonesia.com/news/2023, 27/10/2023).

Menurut Dr.dr Hasto Wardoyo selaku kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tingginya angka perceraian hingga mencapai 581 ribu pada tahun 2021 menjadi salah satu batu sandungan dalam usaha mencapai Indonesia emas di tahun 2045. Beliau berpendapat bahwa pondasi utama kemajuan bangsa terletak pada pembangunan keluarga selain didukung dengan angka pendidikan yang bagus, kasus-kasus seperti kelaparan, kemiskinan ekstrem dan stunting harus mengalami penurunan yang signifikan pada tahun 2030 (https://news.republika.co.id, 28/10/2023) 

Biang kerok kegagalan dalam mencapai kemajuan suatu negara atau bangsa adalah penerapan sistem kapitalis yang memposisikan negara berkembang menjadi terjajah. Negara menjadi bulan-bulanan para kapital yang mengeruk sumber daya alam secara habis-habisan. Para pejabat negeri memilih memperjualbelikan aset negara kepada asing  karena lebih menguntungkan ketimbang diolah untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya, dan lebih memilih menggantungkan sumber pendapatan dari utang luar negeri dan pajak. Akibatnya ekonomi semakin terpuruk, tingkat kemiskinan yang tinggi, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi dimana-mana memicu meningkatnya angka kriminalitas. Sumber daya manusia menjadi dilemahkan dan berpikirnya pun rendah hal tersebut nampak pada perilaku dan mental para generasi yang hanya berkutat pada hedonisme, flexing, dengan literasi rendah. 

Negara tak mampu bahkan abai dalam menjalankan tanggung jawab memajukan bangsa dan malah melemparkan tanggungjawab tersebut kepada keluarga. Padahal keluarga berfungsi melahirkan generasi cemerlang. Atmosfir untuk mendukung fungsi keluarga sebenarnya terkikis habis karena masing-masing anggota keluarga disibukkan dengan urusan materi. 

Melalui mekanisme Islam negara akan tumbuh tak hanya menjadi negara maju bahkan menjadi negara adi daya yang memiliki stabilitas dalam berbagai aspek. Negara meri’ayah setiap warga negaranya sehingga memiliki kepribadian Islam yang tangguh. Pejabat yang amanah berlandaskan keimanan dan ketakwaan terbentuk. Pejabat yang memposisikan dirinya sebagai ra’in atau pengurus umat dan pemimpin yang dapat menjadi perisai bagai warga negaranya. Syariat Islam diterapkan dalam berbagai aspek seperti sistem ekonomi, politik, keamanan, sistem kesehatan, sistem sosial, sistem hukum dan sanksi.

Negara juga aktif dalam dakwah dan jihad untuk mendominasi dalam segi luasnya kemampuan sebagai proyeksi skala global. Dengan demikian segala permasalahan yang membelit akan terselesaikan dan kesejahteraan rakyat dalam segala bidang terjamin. [My]

Baca juga:

0 Comments: