OPINI
Kiprah Santri yang Hakiki
Oleh. Dwi Moga
KH. Hasyim Asyari dalam resolusi jihadnya pernah menyampaikan bahwa perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan melawan penjajah adalah jihad (perang suci) yang hukumnya wajib bagi umat Islam. Melawan penjajah itu adalah fardu ain (yang harus dikerjakan oleh setiap muslin) bagi yang berada dalam jarak lingkaran 94 km dari tempat masuk dan kedudukan musuh. Bagi yang berada di luar jarak lingkaran tadi, kewajiban itu menjadi fardlu kifayah. Dan ketika tewas melawan musuh hukumnya mati syahid. Kata-kata ini perlu untuk direnungkan kembali dalam peringatan hari santri kali beberapa waktu lalu. Agar tidak hanya sekedar seremonial tetapi menjadi sesuatu yang reasional.
Dalam pidato peringatan hari Santri, pada 22 Oktober 2023 lalu, Presiden Jokowi menyatakan bahwa santri merupakan pilar dan fondasi kekokohan bangsa. Semangat para santri dalam berjihad hingga mati syahid untuk memperjuangkan kepentingan bangsa pada masa kemerdekaan harus terus dijaga dalam konteks masa sekarang di mana bentuk tantangan yang hadir beragam (cnbcindonesia.com, 22/10/2023).
Namun sayang, kiprah santri sekarang terdegradasi. Sistem kapitalisme yang ada memberikan jebakan sehingga santri tak mampu melakukan kiprahnya yang hakiki.
Kita lihat beberapa waktu lalu Pemerintah menggulirkan program santripreneur. Sebuah upaya mencetak santri yang tidak hanya jago dalam bidang agama namun juga mampu menjadi wirausaha serta membuka lapangan kerja. Wasekjen MUI sekaligus mewakili pengasuh Pesantren Al-Wathoniyah Pusat Putra KH Arif Fahrudin mengatakan, program santripreneur ini sangat strategis.
Program santripreneur diharapkan mampu mencetak pengusaha dari kalangan santri atau pesantren. Dia juga menyampaikan bahwa cikal bakal Nahdlatul Ulama adalah Nahdlatul Tujjar, yang berarti kebangkitan pengusaha. Karena keberadaan modal kapital sangat penting dalam dakwah serta perjuangan agama, (jawapos.com, 18/10/2023).
Sejalan dengan itu, sambutan Mentri Agama RI, Gus Yaqut pada peluncuran logo Hari Santri beberapa waktu lalu di Kementrian Agama Jakarta, menyampaikan ada dua kalimat kunci yaitu Jihad Santri Jayakan Negri dan Jihad Santri di Era Transformasi Digital. Jihad Santri Jayakan Negri bukan lagi jihad perang sebagaimana masa lalu sebelum negeri ini merdeka namun jihad santri saat ini adalah jihad intelektual. Yaitu jihad yang mengarah pada penguasaan ilmu pengetahuan dan skill yang bermanfaat bagi bangsa dan negara karena musuh santri saat ini adalah kemiskinan dan kebodohan.
Kedua, Jihad Santri di Era Transformasi digital yaitu dengan menggunakan ilmu sains dan teknologi untuk perubahan dan pemberdayaan masyarakat. Bukan saja kehidupan ekonominya yang berubah ke arah lebih baik tetapi juga sosial politiknya juga akan semakin baik dan masyarakat benar-benar dapat disejahterakan (kemenag.co.id, 9/10/2023).
Kiprah Santri Teralihkan
Materi memang segalanya di sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme ini berasaskan sekulerisme, yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Sekulerisme telah mengalihkan pemahaman bahwa kebahagiaan sejati adalah adanya rida Allah menjadi kebahagian semu yaitu dengan memiliki banyak materi. Namun para santri yang identik dengan orang-orang terdidik dalam hal tsaqafah islam, kitab, hadis, adab, agent of change, dan selanjutnya akan menjadi pendidik bagi masyarakat, alih-alih menjadi garda terdepan dalam mengusir penjajah malah menjadi bagian penggerak kebangkitan ekonomi. Maka tak seharusnya mereka terjebak dalam arus sekulerime dan kapitalisme yang ada. Lalu bagaimana mengembalikan kiprah santri yang hakiki?
Islam Solusi Hakiki
Kembali ke Islam adalah solusinya. Pertama, kondisi keterjajahan harus disadari oleh santri. Memang keterjajahan yang terjadi sekarang bukanlah dalam hal fisik. Namun keterjajahan dalam hal pemikiran/ideologi, politik, ekonomi, sistem sosial, dan budaya. Invasinya pun bisa kita lihat pada produk food, fun, fashion, film, yang tak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Korupsi, krisis moral dan ekonomi, hingga kekayaan alam yang masih dimiliki oleh asing dan aseng. Untuk itu peran santri dalam menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi harus sejalan dengan pemikiran Islam sekaligus menjadi sarana dakwah untuk mengembalikan kehidupan Islam sesuai manhaj kenabian.
Untuk menjaganya maka yang kedua, dibutuhkan peran negara dalam menjaga kebersihan pemikiran rakyatnya dari kontaminasi pemikiran asing. Negara punya kebijakan untuk menjaga pemikiran umat dengan penetapan kurikulum Islam. Negara adalah institusi yang bisa memerintahkan kebijakan jihad. Karena santri adalah orang-orang terdepan yang akan memimpin umat untuk berjihad. Kondisi ideal ini hanya bisa dilakukan ketika Islam kaffah tertegakkan. InsyaaAllah. Allahu Akbar! Wallahualam bissawab. [ry].
0 Comments: