Headlines
Loading...
Oleh. Dewi Mujiasih

Mentari memancarkan sinarnya yang redup ke kamar berukuran 3×3 m di lantai dua. Ainun ingin merebahkan tubuhnya. Rehat sejenak menjadi obat lelahnya. Ainun meringkuk sambil memeluk guling. Wajahnya muram teringat kejadian yang dialami Mira.

Ainun tidak pernah menyangka temanya akan menjadi sakaw. Mira sedang sakaw di rumah kosong, matanya merah, pandangannya kosong dan berbicara meracau. Terlihat tangannya banyak luka bekas jarum suntik. Ainun tidak pernah menyangka bahwa selama ini dia memakai manset di tangannya untuk menutupi luka bekas jarum.

Ada seorang laki-laki yang berusaha melecehkannya dalam keadaan sakaw. Untunglah kejadian itu tidak sampai terjadi, karena Kakak Ramdan melakukan penggerebekan di lokasi. Ramdan adalah kakak Ainun yang bekerja di kepolisian. Saat itu banyak laporan masyarakat bahwa rumah kosong itu dijadikan basecamp pecandu narkoba.

"Mir, bangun Mir!" Perlahan Ainun membangunkan Mira yang sudah mulai sadar. 

Mira membuka matanya yang masih terasa berat. Ia membuka matanya, menatap sekitar. Bangunan putih khas rumah sakit. Bau-bau medis mulai menyeruak di hidungnya. Ia terbaring lemah dengan infus di tangannya. Ada sobekan pada bajunya. Melihat hal itu, Ainun langsung menutup pinggangnya dengan selimut karena bajunya sobek.

"Ainun." Mira histeris, Ainun mengangguk.

 "Terima kasih Ainun, kakakmu telah menyelamatkan kehormatanku." 

Mira perlahan berusaha bangun dari ranjang lalu Ainun membantunya. Mira memeluk erat Ainun. Ia menangis menumpahkan perasaannya.

"Ainun."

"Menangislah Mira, tidak apa-apa keluarkan semua beban di hatimu."

Mira menangis sejadinya-jadinya. 
Setelah tangisnya reda, Ainun mengambilkan minum untuk Mira.

"Apa yang terjadi padamu, kenapa kamu bisa melakukan ini?" Ainun berkata pelan.

Mira kecanduan obat terlarang belum lama. Ia frustasi karena broken home. Ia tergiur menggunakan obat itu karena ada yang mengajaknya.

Sore itu, Ainun harus pulang. Berat hatinya meninggalkan sahabatnya. Namun, ibunya akan khawatir kalau Ainun tidak pulang. Kakaknya Ramdan sudah menjemputnya.

"Ayo Ainun pulang Ibu sudah menunggumu."

"Iya Kak, tapi...."

"Kamu jangan khawatir ada petugas yang menjaga Mira."

"Baiklah Kak."

Ainun pulang dengan hati yang resah. Benar dugaannya, tengah malam Kak Ramdan mengabari kalau Mira kabur dari RS, padahal kondisinya masih sakau. 

Ainun bingung harus menghubungi siapa. Sementara ayah dan ibu Mira sudah bercerai, dan Ainun tidak mengetahui kontaknya. Meskipun tidak mungkin, berharap Mira besok akan sekolah. Jalan satu-satunya adalah mengajak kakaknya, Ramdan mencari Mira. Ainun takut terjadi apa-apa pada Mira.

"Kak, tolong Ainun mencari Mira ya?"

"Iya besok, Kakak akan menemanimu."

"Baik Kak."

"Besok jemput aku di sekolahan pukul 14.00 ya?

"Iya, baik."

Beberapa hari ini Mira tidak menampakkan dirinya di sekolahan. Kedua orang tuanya juga tidak tahu keberadaannya. Kedua orang tuanya juga berusaha mencarinya, tetapi belum menemukannya.

"Kak, Ainun baru ingat. Biasanya Mira jika mempunyai masalah pergi ke pantai."

"Baiklah, kita akan ke sana sekarang, tapi kita makan dulu sebentar ya. Lagian kamu juga belum makan siang 'kan? Kita makan nasi padang saja ya?"

"Siap Kak."

Perjalanan ke rumah makan sekitar 10 menit. 

"Nun, pesankan aku nila bakar ya! Kakak ke kamar mandi dulu."

"Iya baik. Kakak selalu kebiasaan!"

Ainun masuk ke dalam rumah makan padang. Ia melihat meja pengunjung penuh. Hanya tersisa dua bangku saja. Ia berjejer antri mau mengambil nasi, tetapi tidak melihat antrian di depannya.

Ainun terperanjat, anak cowok memakai jemper putih, memakai topi adalah Kak Anwar. Anwar juga kaget, ia merunduk menyapa Ainun, wajahnya yang memerah tiba-tiba. Ainun membalas sapaannya dengan merunduk. Anwar duduk di meja, setelah selesai mengambil nasi dan lauknya.

Kakak Ramdan mengetahui kejadian itu dan melihat Ainun yang masih diam saja.

"Kenapa habis kesambet ya? Kesambet cowok!"
Kakaknya yang tiba-tiba nongol di belakangnya, mengagetkannya.

"Apaan sih Kakak!" Wajahnya manyun.

"Eh, ternyata adikku sudah gedhe ya."

"Akh, Kakak. Jangan keras-keras malu tahu!"

"Iya. Ayo buruan!"

"Iya ini masih milih lauk, Kak!"

Ainun masih memilih lauk. Sementara kakaknya sudah selesai mengambil makanan, menuju tempat duduk. Kakaknya sengaja menggodanya duduk di sebelah Anwar. Ainun hanya bisa bersungut melihat tingkah kakaknya. Kakaknya terlihat asyik mengobrol dengan Anwar. Ainun lebih memilih duduk di bangku sebelahnya.

"Ainun duduk sini," kata Kakaknya.

Kak Anwar sekali lagi merunduk menyapanya.

"Ainun duduk di sini saja," jawab Ainun datar.

"Eh lihat itu, tamu datang satu mobil. Tempatnya sudah penuh. Tinggal meja itu."

"Iya, Kak." Ainun sebel.

Ainun duduk di sebelah kakaknya yang berhadapan dengan Anwar. Tersisa satu bangku di depan Ainun. Ainun makan dengan tidak nyaman. Sementara Kakaknya sedang asyik berbicara dengan Anwar. Datang seorang laki-laki tampan umurnya sebaya dengan kakaknya. 

"Permisi, saya duduk di sini ya?" Cowok berkata sopan.

"Iya, silahkan." Kakak dan Anwar menjawab bersamaan. Anwar melirik ke arah Ainun.

"Adik pake seragam MAN, sekolah di MAN ya?"

"Eh, iya."

"Saya juga alumni situ."

"Iya," jawab Ainun datar.

"Kelas berapa?"

"Kelas 1."

Laki-laki asing itu bertanya dengan serentetan pertanyaan yang tertuju pada Ainun. Terlihat ia tertarik pada Ainun. Kakaknya masih mengobrol dengan Kak Anwar. Anwar sesekali menatap Ainun. Ainun segera menyelesaikan makannya lalu permisi keluar. 

"Maaf, saya permisi duluan." Ainun beranjak pergi, sambil merunduk. Kakaknya sudah selesai lalu  membayar makanan.

Laki-laki asing itu mengejar Ainun keluar. Padahal, nasinya masih setengah yang belum dimakan.

"Maaf, Ainun apakah boleh meminta nomor hpnya?"

Ainun diam, bingung harus berkata apa. Laki-laki itu menenteng hp. Menunggu Ainun menyebutkan nomornya. 

"Saya kakaknya, tanya nomornya hpnya Ainun ya?"

"Iya Kak."

"0821......."

"Kak." Ainun memberi kode agar tidak usah memberikan nomor hp.
Kakaknya masih melanjutkan nomor hpnya tetapi ia menyebutkan nomornya sendiri. Ainun menahan tawa mendengarnya.

"Kakak ada-ada aja! Tak kira nomorku yang diberikan, ternyata nomor Kakak sendiri."

"Iya, kalo ada laki-laki yang mendekatimu harus melewatiku dulu."

"Makasih Kakak." Ainun berkata manja.

"Sama-sama, adik." 

Ainun diam teringat kejadian tadi.

"Eh tadi ada yang diam-diam cemburu lho."

"Apaan sih Kak. Sudahlah Kak!"

"Kisah kasih di sekolah
Dengan di si dia
Masa-masa paling indah
Kisah kasih di sekolah."

"Nyindir." Ainun manyun.

"Siapa yang nyindir. Wong orang hanya nyanyi kok."

"Pengalaman pribadi Kakak ya?"

"Apa pengalaman pribadi?" Kakak Ainum pura-pura marah. 

"Iya 'kan?"

"Dekat wanita aja! nggak pernah." Tertawa.

"Kalau suka sama wanita itu segera dinikahi! Masak laki-laki jagoan, polisi, nggak berani melamar Mbak Selfi." .

Kakaknya mengerem mobil. Kaget 

"Bagaimana bocil bisa tahu sih? Skak Mad jadinya gue."

Hamparan pantai sudah terlihat.

"Ayo turun, sudah nyampek di pantai!" Kata Kak Ramdan

"Siap Kak." 

Berjalan ke sana ke ke mari belum menemukan Mira.

"Kak! Kak! Coba itu Kak Selfi kan."

"Mana?"

"Berchaandaaa."

"Ih bocil. Lompat lho aku, lompat!" Mengancam mau bunuh diri lompat ke selokan tingginya 15 cm.

"Lompat aja, ikhlas aku! Semangat Kak!" Teriak Ainun.

"Lompat lho aku! Lompat ini!"

"Di bilangin lompat aja, aku ikhlas banget!"

"Nggak akh takut." Berjalan mundur dari selokan, "Belum nikah."

Mbak-mbak di belakang tertawa terpingkal-pingkal mendengar candaan mereka. 

"Maaf Mbak, maaf! Kakak saya lagi separo."

"Heh, maksudmu. Gak genep gitu." Berlari mengejar Ainun. "Ya, memang bener."

"Kak! Kak! Nanti kalau sudah nikah apa juga kaya gini?"

"Jangan dong! Nanti dikira gak genep beneran."
Kak Ramdan tertawa lepas.

"Kak nyari dari tadi kok enggak ada Mira ya? Apa di bukit sana itu ya?"

"Ya, ayo ke sana!"

Ainun masih mengawasi sekitar, sedangkan Kakaknya sedang sibuk menelepon seseorang. 

"Kak! Lihat itu ada cewek di pinggir tebing, dengan dua pria."

"Kamu di sini jangan ke mana-mana. Nanti akan ada yang menjemputmu di sini, agar kamu aman. Ada banyak polisi yang akan ke sini. Barusan kakak mendapat kabar ternyata pemasok narkoba untuk Mira adalah gembong internasional. Mereka ingin membunuh Mira untuk menghilangkan jejak."

"Iya, Kak."

Tubuh Ainun rasanya lemas seketika mendengar cerita kakaknya. Lalu kakaknya mengendap-endap agar tidak diketahui. Dua laki-laki itu yang menggandeng Mira  menuju jurang. Matahari akan terbenam, pengunjung sudah mulai sepi. Daerah tebing yang gelap menambah suasana semakin mencekam. Pantai yang masih asing, pengunjungnya masih sedikit bisa dihitung dengan jari.

Ainun bersembunyi di balik pohon penuh rasa was-was. Seperti perintah kakaknya Ainun harus menunggu di situ sendirian dan tidak ada seorang pun. Suara letusan pistol terdengar beberapa kali. Membuat Ainun semakin takut terjadi apa-apa. Dia harus bagaimana dan lari kemana?

Tiba-tiba ada seseorang yang membungkam mulutnya dari belakang. Keringat dingin mengalir di sekujur tubuhnya. Ia menyuruh Ainun jongkok.

"Saya polisi jangan khawatir. Ainun, saya Nisa teman Ramdan. Kamu diam, jangan menjerit." Berbisik pelan.
Ainun hanya mengangguk.

"021 Aman sudah tertangkap semua."

"025. Aman. Ainun akan dibawa ke pos keamanan."

"Siap."
[Cf]

Klaten, 27 Oktober 2023.

Baca juga:

0 Comments: