Headlines
Loading...
Oleh. Dewi Mujiasih

Sore itu Ninda mencari seorang laki-laki tua di pangkalan becak. Kerut di wajahnya menunjukkan umurnya yang tidak lagi tua. Badannya yang mulai membungkuk. Senyum terlukis penuh keikhlasan, ia menatap seorang anak gadis dengan baju yang staylist. Berbeda jauh dengan penampilan laki-laki tua itu.

"Pak, cepet antar saya ke jalan sana!"
Gadis itu berkata kasar

"Baik, Nak." 
Bapak itu terus mengayuh becaknya seperti perintah gadis itu. 

Di jalanan yang sepi, ia berkata, "Pak turun sini!" 

"Iya Nak."

"Ingat ya Pak, jangan sampai orang tahu  terutama teman-teman Ninda bahwa bapak adalah bapak kandung Ninda. Ninda malu Pak, pekerjaan bapak hanya sebagai tukang becak."

"Iya, Nak."

"Ninda malu kalau dibilang Ninda anak orang miskin!"

"Bapak! Ninda minta uang untuk beli hp keluaran terbaru."

"Nak, kamu tahu sendiri kan nahwa bapakmu hanya tukang becak, penghasilannya tidak seberapa. Kamu dapat sekolah dan kita bisa makan saja sudah Alhamdulillah, Nak."

"Ninda bisa sekolah 'kan karena usaha Ninda sendiri dapat beasiswa. Kalau bukan karena kerja keras Ninda rajin belajar. Ninda tidak akan bisa sekolah internasional itu."

"Ya Allah Nak, kenapa kamu berkata seperti itu?"

"Pokoknya Ninda tidak mau tahu, bapak harus belikan Ninda hp keluaran terbaru."

Pandangan Pak Umar nanar, beliau tidak mengira anaknya akan berkata seperti itu. Pak Umar hanya diam mendengar kata anaknya. Beliau bingung, bagaimana mencari uang untuk memenuhi keinginan anaknya? 

Seharian menarik becak tidak akan cukup untuk membeli hp. Selama ini penghasil yang ia peroleh hanya cukup untuk makan saja. Pak Umar bergegas mengayuh becaknya pulang ke rumah. Pak Umar ingin berbagi  cerita pada istrinya.

Sepuluh menit perjalanan, ia sampai di rumah yang terlihat rapuh. Kayu penyangganya sudah mulai keropos. Ada beberapa tembok yang disangga bambu seadanya agar tidak roboh. Atap rumah banyak yang berlubang. Jika hujan lebat rumah bocor semua, terkadang tidak ada tempat untuk tidur karena basah semua.

"Bu tadi Ninda menemui bapak di pangkalan becak. Ninda minta uang untuk membeli hp. Hari ini bapak mengayuh sepeda hanya dapat lima belas ribu."

"Bapak menuruti permintaan Ninda?"

"Tentu saja Bu, lalu bagaimana?"

"Itulah salah kita, Pak! Terlalu memanjakan dan selalu menuruti setiap permintaannya. Akhirnya Ninda tumbuh menjadi anak manja dan egois. Ia tidak pernah bersyukur setiap pemberian orang tuanya, Karena itu Ninda tidak pernah belajar bahwa hidup itu harus banyak bersyukur, qona'ah, dan bersabar. Jangankan Qona'ah, bersyukur saja susah, tiap hari kerjanya hanya mengumpat. Orang bersabar jika keinginannya belum terpenuhi. Setiap orang pasti ingin memenuhi setiap keinginan anaknya tapi kita lupa mendidiknya. Menanamkan sifat-sifat yang baik padanya."

"Bener apa kata Ibu, kita mengharapkan anak yang qona'ah tetapi bapak tidak mengajarkannya bersyukur kepada Allah. Bapak salah, selalu menghiraukan kata-kata ibu. Maafkan bapak ya, Bu! sekarang bagaimana ya, Bu, Ninda akan marah jika permintaannya tidak dipenuhi?"

"Iya Pak, selama ini ibu tak putus doanya agar Ninda mendapat hidayah dan mau merubah sifatnya. Ibu nanti akan berbicara pelan-pelan pada Ninda."

"Baiklah, Bu. Kalau begitu Bapak akan mbecak lagi."

Pak Umar mengais rezeki sampai sore tapi tidak ada satu pun penumpang. Pulang sekolah, Ninda langsung menagih permintaannya.

"Pak, mana hp terbarunya buat Ninda!"

"Maaf Nak, bapak tidak mempunyai uang yang cukup untuk membeli hp seperti yang kamu inginkan. Dari pagi tadi bapak hanya mendapat lima belas ribu saja. Pak Umar tertunduk lesu tidak bisa memenuhi permintaan anaknya.

"Nak, kamu sabar dulu ya. Ibu dan bapak akan mengumpulkan uangnya dulu. Jika sudah cukup kita akan membelikannya untukmu," kata ibunya penuh perhatian. 

"Enggak mau pokoknya hari ini sudah harus ada!"
Ninda masuk ke kamarnya dengan kesal, ia membanting daun pintu. Lalu, menguncinya dari dalam.

"Astagfirullah," teriak ibunya kaget.

"Bu, bagaimana ini Bu?"

"Sebentar Pak, ibu masih punya celengan tapi nilainya tidak seberapa Pak. Ibu akan mengambilnya dulu di lemari. Ibu mengumpulkannya dari sisa belanja tiap hari. Rencananya uang itu untuk sekolah Ninda."

"Iya Bu, semoga cukup."

Istri Pak Umar mengambil uang di toples bekas, lalu membawanya ke depan. Bapak sangat bahagia melihat uang yang dibawa istrinya. Toples itu penuh dengan uang meskipun hanya recehan lima ratusan, seribuan dan dua ribuan. Uang itu terkumpul tujuh ratus ribu tiga puluh tiga lima ratus.

"Alhamdulillah," pekik Pak Umar bahagia. Baginya uang segitu sangatlah banyak, di tengah ekonomi yang serba sulit. Pak Umar yang berpenghasilan tidak menentu terkadang ia tidak mendapat uang sepeser pun karena tidak ada satupun penumpang. Bersyukur istrinya pandai dalam mengatur uang. Ia juga membantu suaminya bekerja sebagai buruh cuci jika ada yang membutuhkan jasanya. 

Pak Umar membawa uang tersebut ke counter hp, wajahnya sangat sumringah karena ia dapat memenuhi permintaan anaknya. Ninda adalah anak satu-satunya, setelah berjuang sepuluh tahun. Istrinya sering keguguran dan menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Alasan itulah yang membuat Pak Umar sangat memanjakan Ninda. 

Pak Umar selalu berusaha keras untuk menuruti setiap permintaan Ninda. Jika tidak ada uang cukup, Pak Umar akan berupaya meminjam uang kepada sanak saudara atau tetangganya dan mencicilnya jika sudah ada uang.

"Mas harga hp keluaran terbaru berapa ya?"

"Sekitar tiga jutaan Pak."
Pak Umar kaget mendengar jawaban pemilik counter hp.

"Pak, saya hanya mempunyai uang ini, sebesar tujuh ratus tiga puluh tiga ribu lima ratus. Apakah saya dapat membeli hp?"

"Iya bisa Pak, tapi dapat hp jadul."

"Maaf, tapi anak saya ingin hp keluaran terbaru."

"Bagaimana Pak jika ini saja, hp second tapi keluaran terbaru. Harganya sesuai dengan uang yang dibawa bapak?"
Pak Umar tidak mau mengecewakan anaknya, ia membeli hp second, tapi keluaran terbaru.

"Iya Pak, saya pilih yang second saja."

"Baiklah Pak, saya kemas dulu ya."

Pak Umar membawa hp pulang dengan hati gembira. Sampai di rumah ia segera memanggil Ninda.

"Nak, keluarlah, ini hp terbaru yang kamu minta."
Ninda keluar dari kamarnya dengan hati girang. Ninda membuka tas kresek yang berisi hp.

"Apa Pak hp second? Ninda nggak mau! Ninda malu pada teman-teman di sekolah Ninda."
Tanpa basa basi, Ninda melempar hp tersebut. Hp itu pecah berkeping-keping.

"Astagfirullah!"

Ibunya melihat kejadian itu langsung lemas. Ninda kembali mengunci kamarnya. Ibunya masih tertegun tak menyangka putri kecilnya akan tumbuh seperti itu. Ibunya diam membisu, air matanya jatuh beleleran. 

"Pak, jerih payah kita susahnya mencari uang. Ninda hanya melempar hp itu, begitu saja. Ya Allah, sadarkanlah anakku!"

"Bu, maafkan bapak! Ibu sabar ya!" 

Bapak Ninda mengelus pipi istrinya pelan. Air mata istrinya masih menetes deras. Hatinya seakan tergores pisau tajam, sangat sakit melihat kepribadian putrinya selama ini.

"Ya Allah, ampunilah hamba-Mu ini, ya Allah. Yang telah lalai mendidik anak titipan-Mu. Ya Allah, ampunilah diriku. Maafkanlah anakku Ya Allah. Berilah hidayah kepadanya."

Paginya Ninda berangkat sekolah tanpa diketahui orang tuanya. Hatinya kesal karena ia tidak mendapat hp baru. 

"Hai Ninda, gimana kabarnya? Mana hpmu yang baru, aku ingin melihatnya."

Ninda celingukan, bingung harus menjawab pertanyaan teman se-ganknya.

"Maaf tadi aku berangkat terburu-buru dan lupa hpnya nggak ke bawa," jawab Ninda menyembunyikan kenyataan dengan berbohong, itulah yang sering ia lakukan.

"Lupa enggak kebawa ato memang papamu nggak sanggup membelinya karena hanya tukang becak," jawab Audrey menohok.

"Nggak kata siapa? Tapi memang bener kok ketinggalan di rumah," elak Ninda.

"Lihat ini bukti fotonya. Ini kan rumahmu yang katanya perumahan elit. Nyatanya di kawasan kumuh. Ayo teman-teman jauhi dia, enggak level. Sudah anak miskin, suka bohong lagi."

"Tukang bohong, tukang bohong!"
Temannya sinis memandangnya dengan rasa jijik. Ninda tidak mampu mengelak buktinya. Ninda sangat malu, tiada orang yang memihaknya. Hatinya seakan hancur. Ia berlari ke masjid sekolah, inilah tempat yang Allah tidak mengenal kasta, harta, atau jabatan. Semua sama di hadapan Allah, hanya ketakwaan saja yang membedakan.

Ia bersujud pada Allah dan menyesali perbuatannya, sepandai-pandainya ia berbohong, kebohongan itu akan tetap terbongkar. Sekali terbongkar rasanya sakit sekali, karena orang yang ketahuan bohong maka tidak akan dipercaya lagi.

Ninda teringat perilaku buruknya selama ini kepada orang tuanya. Orang tua yang selalu menyayang dan berusaha keras memenuhi keinginannya. Ia sadar bahwa perbuatan buruknya akan kembali kepadanya.

"Ya Allah, hamba meminta ampunan kepada-Mu, ya Rob. Ampunilah segala dosa-dosaku selama ini. Ya Allah."
[Cf]

Klaten, 31 Oktober 2023.

Baca juga:

0 Comments: