OPINI
Maraknya Bullying, Potret Buruk Sistem Pendidikan Sekuler
Oleh. Fitrinawati
Kasus bullying yang melibatkan antar siswa ataupun guru seakan tidak akan berhenti dan kian mengkhawatirkan. Betapa tidak, kasus bullying telah melibatkan semua usia mulai SD hingga perkuliahan. Seperti beberapa pekan terakhir kembali terjadi kasus bullying yang dilakukan siswa SMP Cilacap. Dalam video dipertontonkan korban yang tengah disiksa oleh siswa lainnya (tirto.id (22/10/23).
Berdasarkan data Badan Pusat statistik(BPS) mayoritas siswa mengalami perundungan atau yang disebut bullying, di indonesia adalah laki-laki. Presentase kasus bullying kelas 5 SD pada siswa laki-laki berkisar 31,6%, sedangkan siswa perempuan 21,6% dan secara nasional mencapai 26,8% (Republika.co.id 21/10/2023).
Bullying ataupun perundungan merupakan perilaku agresif yang melibatkan berbagai tindakan kekerasan baik secara fisik maupaun non fisik seperti memukul, menampar, memalak, menendang serta berbagai perilaku agresif lainnya yang terjadi pada anak-anak juga remaja di sekolah. Sejatinya, meningkatnya bullying yang dilakukan oleh anak-anak atau remaja di sekolah menunjukkan potret buruk pelajar saat ini yang krisis moral. Ini menunjukan kegagalan dunia pendidikan dalam menciptakan anak yang berakhlak mulia dengan sistem pendidikan sekuler. Semestinya, di sekolah menjadi wadah untuk meningkatkan intelektualitas dan kreatifitas, kini berubah menjadi tempat tumbuhnya kriminal dan sifat amoral. Tentu sangat disayangkan.
Bagaimana tidak, pendidikan saat ini cenderung terfokus pada pencapaian nilai akademis dan pencapaian materi semata. Namun, abai terhadap penanaman akhlak mulia dikalangan generasi. Pun dengan kurikulum yang digunakan hanya berfokus pada ilmu sains dan teknologi dan menjauhkan para pelajar jauh dari nilai-nilai agama. Walhasil, pelajar hanya mahir pada sains dan teknologi, akan tetapi minim pada keimanan dan ketakwaan. Kendati demikian, tidak heran banyak pelajar yang tumbuh dengan perilaku egois, anti sosial dan kasar, melakukan tindakan-tindakan amoral, serta apatis.
Di sisi lain,generasi menghadapi berbagai paparan negatif menghadapi perkembangan teknologi di media yang tak terkendalikan yang membuat konten-konten kekerasan, games, dan film yang secara bebas diakses oleh generasi. Sehingga mudah ditiru dalam kehidupan nyata.
Disamping itu, kehidupan keluarga utamanya ibu yang seharusnya menjadi al-Madrasatul al-ula (madrasah pertama) bagi anak, nyatanya telah gagal membentuk kepribadian cemerlang generasi. Banyak keluarga yang membiarkan anak tanpa aturan, berlaku semaunya.
Pemerintah pun sebagai pihak yang bertanggung jawab melakukan pengawasan dan menetapkan kebijakannya tidak benar-benar peduli dengan kualitas generasi.
Karena itu, tidak heran kasus bullying kian meningkat dan terus terjadi di dunia pendidikan. Sekalipun pemerintah sudah melakukan berbagai regulasi diantaranya dengan mengembangkan sekolah penggerak yang akan membentuk karakter profil pelajar pancasila. Akan tetapi kenyataannya, justru meningkat. Pasalnya solusi yang dilakukan hanya jalan kompromi bukan akar permasalahan. Mirisnya, kasus bullying itu juga dianggap selesai melalui cara kekeluargaan tanpa memberikan efek jera pada pelaku.
Berbeda dengan Islam, sebagai landasan hidup yang mengatur kehidupan manusia dari berbagai aspek, tak terkecuali aspek pendidikan dalam mencetak generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap islami. Dalam Islam, keluarga akan dibangun diatas landasan akidah Islam sehingga akan melahirkan generasi yang berakhlak mulia.
Sementara itu, dalam lingkup pendidikan akan diterapkan kurikulum yang berbasis Islam. Aqidah dijadikan sebagai landasan berpikir. Keterikatan terhadap hukum syara sebagai konsekuensi dari akidah akan menjadi standar bagi manusia untuk mengatur tingkah lakunya, tidak akan ada aksi bullying yang dilakukan oleh pelajar karena mereka memahami bahwa apapun perbuatan yang dilakukannya akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah swt. Islam akan mendidik generasi dengan Ilmu islam agar menjadi ulama yang ahli dalam setiap aspek kehidupan. Baik ilmu Islam, sains maupun teknologi. Islam akan berfokus mengarahkan semua potensi yang dimiliki untuk kemuliaan Islam dan kaum muslimin.
Maka mengembalikan aturan kehidupan ini kepada tata kehidupan yang sesuai syariat Islam merupakan suatu keharusan. Karena Islam adalah agama yang tidak hanya mengatur keimanan dan ibadah, namun memiliki aturan atau syariat yang sempurna dan paripurna dalam penjagaan jiwa, akal, harta, dan segala kehidupan termasuk pendidikan. Oleh karena itu, hanya dengan penerapan syariat Islam saja, kerusakan demi kerusakan yang terjadi di lingkungan masyarakat bisa terselesaikan termasuk kasus bullying yang marak di dunia pendidikan saat ini.
Wallahualam bishawab. [Ys]
0 Comments: