Headlines
Loading...
Oleh. Rochma Ummu Arifah

Hujan yang dinantikan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia akhirnya pun datang. Setelah menunggu dalam masa kemarau yang cukup panjang dibandingkan dengan tahun lalu. Hanya saja, hujan di awal musim ini sudah menyebabkan banjir.

Banjir di Awal Musim Hujan

Datangnya hujan yang dinantikan dengan intensitas tinggi di wilayah Jabodetabek beberapa waktu yang lalu ternyata turut menghadirkan bencana banjir. Beberapa wilayah ini terdampak banjir sampai menyebabkan sekitar 54 RT di ibu kota yang terendam banjir (liputan6.com/5/11/2023).
Tak hanya itu, hujan lebat juga mengakibatkan bocornya atap Stasiun Irt Cawang Halim (cncbindonesia.com/5/11/2023).

Bencana banjir yang terjadi di negeri ini, khususnya di daerah ibu kota dan sekitarnya sudah menjadi satu hal yang wajar terjadi. Hampir selalu terjadi banjir di setiap musim penghujan. Langkah antisipati sejatinya sudah diambil oleh pemerintah. Namun sayang, masih belum bisa mencegah banjir menyerang pemukiman warga.

Belum berhasilnya usaha ini karena dianggap belum menyentuh akar masalah banjir yang sebenarnya. Terlebih dari sistem kapitalisme yang diadopsi pemerintah. Penguasa menjalankan tugasnya dengan basis untung dan rugi dan bukan atas rasa tanggung jawab dan amanah. Hal ini berakibat pada pelaksaan tugas pemerintah dengan memprioritaskan mendapatkan keuntungan yang besar, terlebih untuk dirinya sendiri dan kelompoknya. 

Kepentingan masyarakat tak lagi diutamakan dan justru dikorbankan jika bertentangan dengan kepentingan diri sendiri. Hal ini bisa dilihat dari beberapa regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Misalnya adalah kemudahan untuk alih fungsi lahan. Lahan-lahan yang harusnya difungsikan sebagai daerah resapan hujan, dengan mudahnya dialihkan menjadi pemukiman padat penduduk. Tentu hal ini mengurangi kemampuan tanah dalam bertahan di waktu banjir.

Selain itu, pemerintah juga mudah memberikan izin kepada pihak swasta dan asing untuk melakukan pembangunan di kota-kota besar dengan alasan investasi dan pembangunan. Walaupun sejatinya, keuntungan terbesar dari pembangunan ini tetap dirasakan oleh pemilik modal. Justru masyarakatlah yang mendapatkan dampak penurunan kualitas lingkungan seperti mudahnya satu daerah mengalami banjir karena penurunan kualitas tanah resapan.

Keberadaan analisis dampak lingkungan atau AMDAL seakan hanya menjadi formalitas belaka. Terlebih ketika pemerintah harus berhadapan dengan iming-iming dari pemilik modal. Tanggung jawab menjaga lingkungan tak lagi diperhatikan.

Islam Membangun Mitigasi Banjir yang Tepat

Islam tak hanya mengandung aturan dalam hal ibadah, makanan dan minuman saja. Dalam mengatur kehidupan bernegara, Islam pun punya aturan ini. Termasuk juga dalam mengatasi banjir yang melanda. Aturan ini dijalankan oleh negara sebagai pihak yang memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengaturan urusan umat. 

Dalam hal ini, negara memberikan kebijakan yang canggih, efisien dan cepat guna memberantas banjir, baik dari sisi kuratif dan preventif. Langkah preventif dilakukan sebelum terjadinya banjir. Hal ini dilakukan negara dengan melakukan pemetaan terhadap wilayah-wilayah mana yang berada di posisi yang rendah dan rawan terkena genamgan air akibat kapasitas serapan air yang minim. Jika di wilayah ini sudah terdapat area pemukiman warga, negara harus melakukan relokasi warga ke wilayah yang lebih aman, nyaman, dan tetap memiliki akses kepada setiap pemenuhan kebutuhan warga.

Selanjutnya, negara akan membuat pemetaan mengenai wilayah yang akan digunakan sebagai wilayah buffer dan tidak boleh dilakukan aktivitas alih fungsi lahan karena akan membawa dampak pada kerusakan lingkungan. Selain itu, negara akan membuat daerah resapan air seperti membangun bendungan kanal dengan tujuan untuk menampung air hujan. Negara juga akan menginstruksikan pembuatan sistem drainase yang baik dan sesuai dengan kontur alam setiap wilayah dengan tujuan untuk mengoptimalkan penyerapan air.

Ketiga, negara akan membuat kebijakan mengenai master plan pembangunan atau pembukaan pemukiman. Kebijakan ini berkaitan dengan penyertaan beberapa variable penting seperti penyertaan drainase, daerah serapan dan penggunaan tanah sesuai karakter dan topografinya. Semua hal ini demi mencegah adanya banjir.

Hal lain yang patut dilakukan adalah melakukan pemeliharaan sungai. Misal dengan mengeruk lumpur di sungai atau daerah aliran sungai. Pemeliharan kebersihan sungai dan kanal juga harus dilakukan secara berkala. Negara juga akan memberikan sanksi tegas kepada siapa saja yang mengotori atau mencemari sungai ini.

Kelima, negara memiliki kewajiban untuk memberikan edukasi bencana kepada warga. Tujuannya agar warga bisa bersikap dengan tanggap dan sigap kapan saja terjadi bencana. Juga harus ditanamkan rasa sabar dalam menerima qodo’ mengenai bencana ini setelah melakukan upaya preventif.

Tindakan kuratif yang dilakukan saat terjadi banjir adalah melakukan evakuasi dengan cepat dan efektif. Misal, korban banjir dipindahkan ke tempat yang aman dan nyaman. Selanjutnya, negara juga akan melakukan pembinaan terhadap warga yang terdampak agar bisa sabar dan ikhlas menerima bencana ini.

Inilah berbagai mitigasi yang dilakukan oleh negara guna memberantas banjir. Negara seperti ini adalah negara yang melandaskan pada ajaran Islam di mana saat ini tidak ada satu negara pun di dunia yang menggunakan ajaran Islam secara menyeluruh sebagai landasan bernegaranya. Sebaliknya, hukum dan aturan non Islam yaitu aturan kapitalis sekuler-lah yang diambil sehingga membuat banyak keburukan terjadi seperti halnya bencana banjir yang tak kunjung mampu untuk diselesaikan. 

Baca juga:

0 Comments: