Headlines
Loading...
Oleh. Noviana Irawaty 

Pernahkah seorang muslimah pengemban dakwah ideologis pada saat berinteraksi di tengah umat, mendapati banyak umat yang merasa dirinya telah mengemban dakwah? Menolak secara halus dakwah politik. Karena merasa politik itu di negara, urusan politikus, negarawan. Kita mah emak-emak, di dapur, kasur, sumur, ngapain ngurusin politik. Tugas emak mendidik dan bikin pintar anak, di ranah keluarga. 

Atau, saya dakwahnya di sini aja, saya kan guru. Waktu saya di sini saja sudah habis terkuras. Saya dakwah mendidik generasi agar mereka pintar dan baik akhlaknya. Karena nanti generasi yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan. Jadi harus dipastikan mereka baik.

Atau seseorang yang mencurahkan dirinya dalam aktivitas sosial ekonomi, mengentaskan kemiskinan di tengah masyarakat dengan menggalakkan pemberdayaan ekonomi perempuan, koperasi simpan pinjam, dan UMKM agar ibu berdaya secara ekonomi. Cukupkah hal tersebut?

Coba kita lihat. 
Minyak goreng yang langka dan mahal, gas melon, harga bensin semakin menjulang. Beras tembus Rp15.000 untuk kualitas sedang, dst. Juga di bidang pendidikan, kesehatan, bahkan keamanan keselamatan nyawa manusia. Siapa yang punya kewenangan mengatur dan menyelesaikan? Negara, kan. Jadi, tak bisa dipisahkan urusan politik dari kehidupan masyarakat. 

Penyebab seluruh problematika hidup saat ini adalah akibat salah atur,  tidak menggunakan Islam sebagai asas. Islam diterapkan tidak secara kafah. Islam hanya dipakai saat ibadah mahdoh saja, namun dalam pengaturan ekonomi, keluarga, interaksi laki-laki dan perempuan, pendidikan, budaya, kesehatan, pertahanan dan keamanan, termasuk sistem sanksi; tidak boleh mengacu pada agama. Semua diserahkan pada aturan manusia.

Berbahagialah bagi muslimah pengemban dakwah ideologis karena melakukan aktivitas yang tidak hanya menyeru aktivitas kebaikan, tapi lebih dari itu menjadi politisi muslimah. Menyeru kebaikan itu mudah, tetapi yang sulit adalah menghentikan kemaksiatan. 

Allah Swt berfirman dalam QS. Ali Imran ayat 104 yang berbunyi:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِا لْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُ ولٰٓئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

"Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."

Ternyata Allah telah memerintahkan umat Islam untuk bergabung dengan kelompok dakwah yang aktivitas utamanya adalah menyeru umat kepada Al-Khoir (Islam) dan melakukan amar makruf nahi mungkar. 

Maka berbahagialah apabila telah berada di jemaah tersebut. Dan ingatlah bahwa Allah menjanjikan pertolongan bagi Nabi dan bagi kita pengemban dakwah pertolongan tak hanya di dunia, bahkan di akhirat (lihat QS. Al-Mukmin ayat 51).

Bahwa berdakwah itu ada tuntunannya, yaitu dengan mengikuti thariqoh dakwah Rasulullah yang dibagi menjadi dua fase, yaitu fase Mekkah dan fase Madinah. Pada fase Mekkah, Rasulullah fokus untuk meluruskan dan mengokohkan pondasi akidah. Barulah pada fase Madinah, Rasulullah menerapkan Islam kafah dalam institusi negara dan menyebarkan syariat Islam ke seluruh alam dengan dakwah dan jih4d.

Human Development

Hal pertama yang dilakukan Rasulullah adalah merekrut dan mengkader keluarga dan para pemuda. Pembinaan dilakukan di Darul Arqam. Kualitas Nabi benar-benar terbukti dengan keberhasilan beliau membangun pribadi Islam kepada para sahabat. Sejauh mana mafhum (pemahaman) bisa membentuk pola sehingga bisa membangkitkan pemikiran di tengah umat.

Apabila ditanya,
Apa cita-citamu?
Generasi terbina ideologis akan berkata: Aku mau jadi penakluk Syam, Roma.

Bandingkan dengan realitas pemuda kita saat ini:
Aku mau jadi youtuber, gamer, content creator. Oh, no!

Maka agar berhasil menyelamatkan pemuda dan umat dari kehancuran dunia, kembalikan pada proses tasqif Rasulullah, polanya sama, menyeru kepada Lailahaillallah. Hingga terbentuk karakter orang berbahagia, yang merasakan indahnya ideologi. 

Kita pun diajarkan untuk melihat persoalan dengan mata elang. Tajam, selalu mengaitkan dengan politik. Definisi politik dalam Islam adalah riayah syuunil ummah, pengaturan berbagai urusan umat. Pengaturan ini dilakukan dengan standar Islam.

Kepingin pahala seperti Sahabat Nabi?
Abu Bakar r.a. berhasil merekrut 5 sahabat yang kelimanya dijamin masuk surga, kebayang ya pahala mengalir terus. Ketaatan mereka langsung dibalas jannah.

Jadi percayalah kepada orang yang sudah mendapat (jaminan) surga, sebagaimana perkataan Umar bin Khattab r.a., aku kepingin seperti 2 sahabatku yang sudah masuk surga. Bagaimana aku bisa masuk surga jika masih terikat dengan dunia?

Artinya, meniti jalan dakwah ini tak bisa sembarangan, mengajak umat kepada Islam itu ada tuntunannya. Yakni, thariqoh Rasulullah, jalan hidup para Sahabat. 

Makanya sebelum bertemu umat, layakkan diri kita dengan berbagai ilmu dan amalan yang mendekatkan diri kepada Allah. Menuntut ilmu secara mendalam agar panasnya ideologi tertransfer kepada umat. Umat jadi paham masalah mereka ini sistemik, mereka geram dan marah melihat berbagai kezaliman yang dilakukan penguasa. Umat nanti yang minta Islam diterapkan secara praktis dalam kehidupan bernegara dan menjadi asas negaranya. Wallahualam bissawab. 

Baca juga:

0 Comments: