Headlines
Loading...
Oleh. Kilau Mustika

Wahai hati, apa kabar? Masihkah kelembutan yang menyentuh ronamu? Ataukah kegelapan yang menyelimuti rasamu? Adakah secuil iman di sana? Bolehkah bahagia mengelilingimu lagi? Apakah sinar hidayah masih menetap di sanubarimu?

Banyak tanya yang selalu menanti sebuah jawaban, tetapi kita seolah lupa jika beberapa hal hanya bisa dijawab dalam bisikan doa. 

Namun, pemilik jawaban atas semua tanya yang menyimpan resah itu, hanyalah dirimu, wahai hati. Semoga jawaban terbaiklah yang menjadi pelipur lara.

Roda kehidupan telah membawa kita menjelajah banyak hal, keajaiban Allah Taala yang terhampar di sepanjang pijakan langkah. 

Bumi yang menyimpan banyak kekayaan, telah menunjukkan kuasa Allah yang Maha Luas. Jadi, jangan biarkan kegelapan mengambil tempat di hati yang semula suci. 

 “Kaya (yang sebenarnya) bukan dengan banyaknya harta, tapi kaya yang sebenarnya adalah kaya hati.” (HR. Muttafaq Alaih). 

Hadis tersebut telah menyadarkan kita, jika kekayaan itu berada di dalam hati. Bukan perkara harta, rupiah, ataupun aset duniawi yang memenuhi ruang pikiran. 

Kebahagiaan tidak bisa diukur dengan perasaan senang sementara, tetapi sebuah rasa yang menghadirkan sakinah (ketenangan) di dalam jiwa. 

Ketika doa dan harapan yang kita langitkan, 
bukan lagi tentang kefanaan tetapi kehidupan abadi selanjutnya. 

Sudah cukup masa kesuraman ini menetap di paras yang semula indah, lalu izinkan kecerahan membawa rona bahagia untuk menikmati kejutan dari langit. 

Tuntun hati yang pernah terseret arus kehinaan untuk kembali pada-Nya. Basuhlah kekhilafan dengan taubat nasuha dan sucikan jiwa dengan air mata penyesalan.

Perjalanan yang mulia tidak seharusnya ditemani oleh kebimbangan, tetapi yakinlah dengan iman jika doa, usaha, dan harapan yang diikhlaskan pasti menemukan caranya menjadi nyata. 

Lagipula, Allah Ta'ala tidak menguji kita tanpa sebuah hikmah. Proses yang ditempuh akan menuntun langkah yang keliru untuk kembali ke jalan yang benar. 

Setelah banyak tangis dan kesuraman yang memudar, maka kita akan merayakan kebahagiaan karena Allah mengizinkan kita melihat hari ini, setelah bertemu pekatnya kegelapan di hari kemarin. 

Rasanya malu sekali jika keluh menghiasi garis bibir, ketika nikmat yang Allah berikan lebih besar daripada cobaan-Nya. [My]

Baca juga:

0 Comments: