Headlines
Loading...
Oleh. Messy Ikhsan

Siapa sih yang nggak mau hidup bahagia? Pasti aku, kamu, dan kita semua ingin hidup bahagia dengan orang tercinta tanpa ada perihal yang menyesakkan dada. Ingin bahagia menjalani hari-hari dengan penuh canda tawa tanpa ada duka yang menyapa. Tapi sayangnya realita tak selalu sesuai dengan apa dinginkan jiwa. 

Kadang kita harus melewati jalan berliku dan penuh kerikil sebelum tiba di destinasi yang indah dan sempurna. Kadang kita juga harus berkali-kali terbenam oleh luka hingga bisa menuai rasa bahagia. Sebab mendekap bahagia tak semudah yang dibayangkan, melainkan harus ada usaha keras dalam menggenggamnya.

Tak jarang harus menguras air mata untuk merasakan bahagia. Tak jarang pula harus mengorbankan banyak rasa untuk merasakan bahagia. Sebab untuk mendekap bahagia bukan dengan mengemis kasihan pada manusia lainnya. Sebab untuk mendekap bahagia bukan juga dengan merebut kebahagiaan orang lain. Sebab bahagia itu kita ciptakan sendiri dengan hati yang penuh lapang tanpa rasa benci dan cerca.

Setiap manusia punya defenisi bahagia yang berbeda-beda. Ada yang sudah bahagia saat mendekapkan uang yang melimpah, rumah yang mewah, dan jabatan yang wah. Ada yang sudah bahagia saat bisa berjumpa dan berbagi cerita dengan orang tercinta. Ada yang sudah bahagia saat mendapatkan hal sederhana dalam hidupnya.

Ada beragam defenisi bahagia yang lain yang kadang tak jarang bertentangan dengan ketentuan syariat Pencipta. Ada yang bahagia saat orang yang dibencinya mendapatkan kesakitan dan kesengsaran dunia. Ada yang bahagia saat orang lain tak mendekap bahagia. Ada yang bahagia dengan bangga bermaksiat pada Allah. Nauzubillah.

Tapi sebagai muslim sejati defenisi bahagia kita harus sama dan tak boleh beda. Defenisi bahagia kita harus sama sesuai dengan apa yang Allah gariskan. Standar bahagia kita harus sesuai dengan perintah dan larangan-Nya. Saat kita tunduk dan patuh dengan apa yang sudah Allah tetapkan, maka kebahagiaan itu akan datang dengan sendirinya. Begitu pula saat kita melakukan apa yang Allah larang, maka hanya keresahan yang datang silih berganti menyapa.

Kebahagiaan seorang hamba saat diri mampu memberikan yang terbaik untuk Allah taala. Saat kita sudah berusaha maksimal melayakkan diri menjadi sebaik-baiknya hamba yang bertakwa. Saat kita senantiasa melakukan perbaikan diri agar berharap mendekap rida-Nya.

Kebahagiaan seorang muslim terletak saat Allah rida dengan kehidupannya. Kemudian berharap meninggal dalam keadaan husnul khatimah dan dipertemukan dengan Baginda Rasulullah di surga. Berharap selalu bahagia di dunia dengan dekat pada Allah taala, dan mulia di surga bersama kekasih-Nya.

Allah berfirman yang artinya:
"Dan adapun orang-orang yang berbahagia, maka (tempatnya) di dalam surga; mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tidak ada putus-putusnya." (QS Hud ayat 108). [Hz]

Baca juga:

0 Comments: