Headlines
Loading...
Oleh. Ummu Shafia

Dunia remaja adalah masa paling rentan dan labil. Ketika menghadapi masalah, para remaja mengekspresikan solusinya dengan beraneka cara, mulai dari solusi adaptif yang mengarah pada aktivitas positif, hingga solusi pragmatis dengan cara melukai diri sendiri yang dikenal dengan istilah self-harm.

Self-harm 76 murid salah satu SMP negeri di kabupaten Magetan beberapa waktu lalu, dilakukan penelusuran lebih lanjut. Hingga ditemukan 870 murid SMP SMA di Magetan melakukan aktivitas menyakiti diri sendiri ini (kompas.com, 3/11/2023). Mereka melakukannya dengan berbagai alasan di antaranya ekspresi dari frustasi karena masalah yang mendera, mengikuti tren medsos di kalangan pemuda, dan lain sebagainya. Mereka melukai diri sendiri dengan menggunakan benda tajam, diantaranya pecahan kaca, jarum, hingga penggaris. 

Berdasarkan data Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, sebanyak 50-90% pelajar yang melakukan self-harm didominasi oleh siswa SMP (republika, 20/10/2023).
Sebelumnya, sudah banyak remaja melakukan self-harm. Melansir laporan yang dikutip The Conversation, di tingkat global, sekitar 17% anak muda (12-18 tahun) sengaja menyakiti diri mereka setiap tahunnya. Mengapa perilaku self-harm ini mulai mendominasi kaum remaja?

Efek Sekularisme

Banyak pemicu yang menjadikan remaja berkembang menjadi generasi labil dan memiliki kontrol emosi lemah, dan ini sesungguhnya merupakan efek sekularisme yang mendarah daging dalam kehidupan hari ini. Ingin bukti?

Pertama, sistem kapitalisme sekuler menjauhkan para remaja dari aturan Islam. Wajarlah jika remaja hari ini tidak menjadikan Islam sebagai pedoman dan solusi hidup. Ketika dirundung masalah, mereka seakan tidak mempunyai solusi dan cara untuk mengatasinya. Mereka tumbuh menjadi generasi sekuler yang kehilangan arah dan petunjuk hidup.

Kedua, sekularisme liberal mengikis tipis keimanan dalam diri remaja dan generasi saat ini. Mereka menjadi generasi yang mudah putus asa, gampang menyerah, rendah diri, dan merasa dunianya runtuh seketika saat masalah tiba. Jika saja iman kokoh, masalah apa pun dapat dilalui dengan bijak.

Ketiga, sekularisme menuntun remaja bergaya hidup liberal dan mengagungkan kebebasan. Saat ini kebebasan banyak dijadikan dalih pembenar remaja melakukan self-harm. “Ini tubuhku, terserah aku apakan, bukan urusanmu,” demikianlah kira-kira sebagian remaja berpikir bahwa self-harm merupakan bagian dari kebebasan berekspresi dan bertingkah laku. 

Kehidupan yang liberal ini pula menjadi alasan para produsen untuk memproduksi film yang kurang mendidik. Konten-konten media sosial saja, tak sedikit yang menampilkan aksi menyakiti diri sendiri bahkan bunuh diri. Jelas ini menjadi racun bagi generasi jika media sosial sudah didominasi konten yang mempengaruhi mental dan psikis mereka.

Keempat, sekularisme berhasil mencetak keluarga yang mendidik dengan pola asuh keliru. Jika orang tua menanamkan nilai-nilai sekuler, generasi selanjutnya akan tumbuh menjadi generasi yang level taatnya ala kadarnya, hidup seenaknya sendiri, dan tidak paham hubungan dirinya dengan Sang Pencipta bahwa ia adalah hamba yang wajib tunduk dan taat pada aturan Allah Ta’ala.Lebih mirisnya lagi, terkadang orang tua mendidik dengan pandangan duniawi, yakni memberi kecukupan materi, tetapi minim pemahaman ukhrawi.

Kelima, sekulerisme sebagai asas kurikulum pendidikan, telah menghasilkan output generasi yang jauh dari takwa. Meski keluarga sudah mendidik dengan cara Islam, jika kurikulum pendidikan negara berasas sekuler, visi membentuk generasi bertakwa tidak akan terwujud. Ini karena tidak ada sinergi dan sinkronisasi antara pendidikan di keluarga dan sistem pendidikan yang negara terapkan saat ini.

Walhasil, self-harm bukan lagi perkara kasuistik, melainkan sudah terkait sistem kehidupan yang diterapkan atas generasi. Untuk mengatasi fenomena self-harm bukan sekadar solusi yang sifatnya individual, melainkan fundamental.

Solusi Fundamental

Islam adalah agama dan sistem hidup yang memiliki paket lengkap dalam menyelesaikan permasalahan hidup umat manusia. Dalam menyelesaikan perilaku self-harm yang menggejala di kalangan remaja pun, Islam memiliki solusi.

Pertama, setiap orang tua menerapkan pendidikan berbasis akidah Islam pada anak-anaknya. Orang tua adalah madrasah pertama anak-anak sebelum mereka berinteraksi dengan masyarakat. Dengan penanaman akidah sejak dini, anak memiliki pemahaman bahwa ia adalah hamba Allah yang wajib taat kepada-Nya. Anak akan memiliki benteng iman yang kukuh, tidak mudah terbawa arus, tahan terhadap ujian dan memiliki kesadaran untuk senantiasa beribadah serta taat pada Allah Taala.

Kedua, masyarakat yang peduli, saling menjaga dan senantiasa melakukan amar ma’ruf nahi munkar. 

Ketiga, negara menjalankan sistem pendidikan dengan kurikulum berbasis akidah Islam. Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk generasi berkepribadian Islam, yakni memiliki pola pikir dan pola sikap sesuai syariat Islam. Bisa kita bayangkan, jika orang tua dan negara bersinergi, memiliki kesamaan visi tersebut, tentu akan tercipta lingkungan yang kondusif bagi anak.

Keempat, Negara menjamin keadilan dengan menerapkan Islam secara Kaffah. Sebagaimana seruan Allah Ta’ala dalam Q.S Al-Baqarah ayat 208.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ 

Artinya, “Wahai orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam Islam. janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kalian,” (Surat Al-Baqarah ayat 208).

Negara akan menerapkan Islam dalam semua lini kehidupan termasuk melindungi anak dari segala hal yang merusak jiwa dan kepribadian mereka, seperti melarang konten-konten negatif dan berbau maksiat, menyiarkan informasi serta tayangan yang menambah keimanan juga ketaatan. Negara mewujudkan sistem sosial masyarakat yang jauh dari kemaksiatan, serta memberi sanksi bagi siapa saja yang menyalahi ketentuan syariat.
Tanpa peran negara, fenomena semacam self-harm atau tren negatif lainnya akan terus berkembang biak mendegradasi karakter generasi menuju kerusakan. 

Terakhir, solusi terbaik untuk menyelamatkan generasi dari self-harm dan perilaku negatif lainnya ialah dengan menerapkan syariat Islam secara kafah dalam bingkai Khilafah. [My]

Baca juga:

0 Comments: