Headlines
Loading...
Oleh. Rut Sri Wahyuningsih

Sempurna artinya tak ada cacat, utuh dan tidak ada cela. Maka, setiap orang pasti mendambakan bisa menjadi sempurna. Berbagai cara ditempuh agar bisa menjadi sempurna yang artinya ia akan bahagia. Standar sempurna seperti ini memang tak salah, namun, manusia bukan malaikat tentu tak akan bisa sempurna. 

Lihat saja bagaimana ketika kecantikan yang sempurna distandarkan pada kulit putih glowing, hidung mancung, pipi tirus, gigi kelinci, rambut lurus terurai, bibir bervolume, dan lain sebagainya. Ada berbagai teknik, mulai sulam alis, catok rambut, sulam bibir, operasi plastik, botoks, suplemen pemutih, dan lainnya. Itu baru untuk memenuhi standar cantik. Beda pula jika ingin memenuhi standar tampan, kaya, terkenal, dan lainnya. Hidup manusia dibuat berputar sebatas pemenuhan standar duniawi. Sekali lagi tak salah, sebab Allah Swt. memang menciptakan keindahan sebagai karunia, boleh dinikmati. 

Allah Swt. berfirman yang artinya, “Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik." (TQS. Ali Imran: 14)

Dengan jelas Allah Swt. mengingatkan bahwa tempat kembali  yang terbaik (sempurna) adalah Allah Swt., mengapa disebut tempat kembali? Karena segala sesuatu memang akan kembali kepada pemiliknya, yaitu Allah Swt.. Maka, sudah selayaknya jika berbagai standar dalam kehidupan dunia ini juga dikembalikan kepada Allah Swt. Apa yang boleh dan tidak, apa yang terpuji atau tercela adalah apa yang sudah diberitahu Allah Swt. melalui Rasul-Nya, Muhammad saw.

Jika kita mengulik lebih dalam, ada kebahagiaan yang sejati ketika kita menjadi sempurna dalam artian yang disukai Allah Swt., bahkan diperintahkan. Yaitu menyempurnakan orang lain. Ibarat puzzle kita saling melengkapi. Berjalan bersama, saling ingat mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran itulah sejatinya kesempurnaan yang bisa kita usahakan secara sempurna. Jelas, dampaknya adalah bahagia dunia akhirat. 

Perhatikan firman Allah Swt. berikut ini, "Demi masa, sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (TQS. Al-Ashr: 1-3) Bukankah orang yang merugi adalah orang yang tidak bahagia? Sebab ia menyempurnakan amalnya bukan dengan standar Allah Swt.

Menyempurnakan orang lain dalam rangka menyempurnakan diri sendiri butuh upaya yang tidak ringan, setidaknya kita harus berilmu, ikhlas dan paham konsekuensi ketika ada persoalan. Bukankah Allah Swt. menjanjikan dalam setiap satu kesulitan ada dua kemudahan?  Artinya, tak ada yang tak bisa kita kerjakan selagi kita diberi kesehatan, waktu , tenaga sebagai modal yang diberikan Allah Swt. Persoalannya tinggal kita mau atau tidak. Tak ada yang tak bisa, kita kembalikan kepada Allah Swt. yang Maha Pemurah. Memberikan apapun yang kita minta.  Wallahualam bissawab. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: