Headlines
Loading...
Oleh. Ratna Kurniawati, SAB.

Media sosial menjadi corong informasi tren suatu kabar yang saat ini menjadi acuan perilaku pada setiap kalangan baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Apalagi dunia remaja merupakan masa yang labil dan paling rentan. Konten-konten dalam media sosial yang rusak pun dijadikan acuan.

Remaja yang labil dalam menghadapi permasalahan hidup mengekspresikan solusi dengan berbagai cara mulai dari aktivitas positif, hingga solusi pragmatis yakni mengikuti tren self harm yaitu fenomena melukai diri sendiri.

Self harm di kalangan remaja kian marak. Puluhan siswa sekolah dasar di Situbondo keranjingan konten media sosial yakni melakukan self harm alias melukai diri sendiri dengan menyayat tangan menggunakan pisau alat kesehatan (cnnindonesia.com 3/10/23). Perbuatan tersebut dilakukan hanya demi mengikuti tren yang viral di tiktok. Sayatan tersebut dibuat merupakan fenomena barcode Korea. 

Diketahui 76 siswa SMP negeri di Magetan juga melakukan hal yang sama melukai diri sendiri dengan menggunakan benda tajam yang beragam seperti pecahan kaca, jarum, hingga penggaris. Menurut data dari Universitas Sebelas Maret Surakarta 50—90% yang melakukan self harming merupakan usia pelajar SMP (News.republika.co.id, 20/10/24).

Tentu saja fenomena ini meresahkan orang tua. Fenomena melukai diri sendiri banyak terjadi namun menjadi booming dan tren kembali oleh platform tiktok. Self harm dilakukan sebagai bentuk ekspresi diri yang emosional, kecewa, dan emosi lain yang telah terpendam. 

Aksi ini dilakukan oleh kalangan remaja dan dewasa yang memiliki emosi yang labil. Namun sayangnya tren ini merambah anak-anak demi mengikuti tren barcode Korea untuk dibilang "waw" dalam pergaulan dan hanya demi konten semata. Fenomena ini tentu membahayakan bagi pelaku beserta lingkungan sekitar. 

Media sosial yang berkembang luas dan bebas tanpa filter melahirkan permasalahan baru karena konten merusak beredar luas dengan mudah diunduh oleh siapapun tanpa terkecuali oleh anak-anak. 

Perilaku melukai diri ini didominasi kaum remaja karena kontrol emosi yang lemah serta generasi labil yang sejatinya merupakan efek dari kapitalis sekularisme dalam kehidupan hari ini. 

Sekularisme menjauhkan remaja dari aturan agama dan tidak menjadikan Islam sebagai pedoman dan solusi dari permasalahan. Mereka kehilangan arah, jati diri sehingga terombang-ambing hidupnya. Sekularisme juga mengikis keimanan sehingga menjadikan generasi strawberry yang rapuh dan lembek mudah putus asa, rendah diri, dan gampang menyerah. Selain itu sekularisme mengajarkan gaya hidup bebas dengan dalih kebebasan ekspresi dan berperilaku. 

Oleh karena itu, solusi mengatasi self harm bukan hanya bersifat individu semata melainkan solusi fundamental yakni dengan solusi Islam.

Islam adalah agama dengan sistem hidup lengkap dalam mengatasi problematika kehidupan. Melukai diri sendiri dalam Islam termasuk perbuatan zalim yang bertentangan dengan syarak. Bahkan haram untuk dilakukan. Sistem Islam dalam bingkai daulah Khilaf4h yang menerapkan syariat Islam secara kafah menetapkan kebijakan dalam penjagaan nyawa rakyat merupakan prioritas utama sebagai bentuk penjagaan keselamatan warga negara dan pelayanan negara tertinggi kepada rakyat. Kebijakan untuk mengeliminasi konten berbahaya dan merusak yang semua itu hanya bisa dilakukan oleh negara serta memberikan sanksi yang tegas.

Keluarga juga sebagai benteng utama dan pertama yang berperan penting mengedukasi anak-anaknya.

Beginilah dalam sistem Islam semua komponen baik dari individu, keluarga, masyarakat, dan negara terintregasi sempurna dalam penerapan syariat Islam secara kafah sehingga keburukan dan bahaya di tengah masyarakat dapat di lenyapkan. Betapa sempurnanya penjagaan dalam sistem Islam. 
Wallahualam bissawab. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: