Headlines
Loading...
Oleh. Erna Kartika Dewi

Mamah, 
Begitulah sosok mulia nan baik hati itu kusapa. 
Entah mengapa setiap membahas tentang Mamah atau menceritakan apapun tentang Mamah, seketika ingatanku kembali ke masa lalu. 

Bukan tidak bisa move on, atau bukan pula menjadi orang yang selalu menoleh ke belakang, tapi aku merasa ada banyak cerita, hikmah dan juga pelajaran hidup yang bisa aku dapatkan disana.

Cerita itu dimulai ketika perpisahan yang terjadi diantara kedua orang tua kami yang membuat Mamah  harus membawa kami (Aku dan Teteh) pergi ke tanah Papua, ke daerah yang sangat asing bagi kami semua dengan pola kehidupan yang masih serba alami dan apa adanya. Perjalanan yang begitu panjang harus Mamah lewati bersama kami dan menapaki kehidupan yang baru disana. 

Menjalani kehidupan baru disana sebagai orangtua tunggal di usia yang sangat muda, pastinya bukanlah hal yang mudah bagi Mamah.

Minimnya pengalaman, keterampilan dan juga status saat itu bisa saja menjadi suatu masalah yang besar dan berat untuk Mamah jalani. Tapi, sedikitpun Mamah tidak pernah menampakkan semua itu di depan kami. Yang aku tahu Mamah terus dan selalu berjuang untuk Aku dan Teteh.

Menjadi anak bungsu yang kesehariannya selalu bersama Mamah dan tak pernah jauh ataupun terpisahkan dari Mamah, pastilah membuat aku menjadi tahu tentang semua peristiwa hidup yang dijalani oleh Mamah.

Meskipun masih kecil tapi semua masih teringat jelas dalam ingatanku. Mamah yang masih sangat muda, harus mulai bekerja untuk kami, mencari nafkah seorang diri untuk anak-anaknya dan keluar dari zona nyamannya. 

Beberapa kali, aku pernah melihat Mamah menangis seorang diri di kegelapan malam tanpa aku pahami apa yang sedang terjadi, entahlah mungkin itulah saat yang tepat bagi Mamah untuk menumpahkan semua yang dirasa kepada Sang Ilahi Rabbi. Tetapi didepan kami, Mamah selalu tampak baik-baik saja. Pahit getirnya kehidupan seolah sudah tak dirasakan lagi oleh Mamah, semua dijalani dan yang dilakukan semata-mata hanya untuk kami berdua. 

Ketika aku kecil dulu, Mamah bekerja sebagai juru masak di salah satu rumah makan ternama yang ada di kota kami, ternyata tidak hanya menjadi juru masak, pekerjaan apapun bisa Mamah lakukan yang penting bisa menghasilkan uang yang halal untuk menafkahi kami. 

Bahkan sepulang kerja, Mamah masih melanjutkan aktivitasnya untuk berjualan makanan ringan lagi demi mencari tambahan. Dan lagi-lagi semua hanya untuk aku dan teteh.

Masih terbayang dalam ingatanku, betapa bahagianya aku ketika Mamah bisa mengajak aku jalan-jalan dan bisa membelikan apapun yang aku mau. Betapa bahagianya aku ketika Mamah ada di rumah karena itu adalah waktu yang sangat istimewa buatku, mengingat hari-hari Mamah selalu disibukkan dengan urusan mencari nafkah.

Satu hal juga yang selalu aku ingat, meskipun aku hanya memiliki Mamah dan tanpa kehadiran sosok seorang ayah disamping kami, tapi Mamah selalu memenuhi semua kebutuhan hidup kami dengan baik. Keberadaan kami tidak berbeda dengan anak-anak yang memiliki orangtua yang utuh. 

Mamah juga selalu datang menemaniku disekolah setiap kali penerimaan rapot ataupun pertemuan wali murid, menemaniku dengan penuh cinta serta senyum yang selalu mengembang dari bibirnya. Apapun kondisinya, Mamah selalu berusaha melakukan semua yang terbaik untuk anak-anaknya.

Hingga ketika usiaku mulai menginjak masa remaja, di usia penuh gejolak itu, aku mulai merasa gerah dan gelisah ketika banyak orang tua dari temanku yang menanyakan tentang sosok ayahku. 

Aku mulai melakukan protes kepada mamah, ibarat ingin berkata "kenapa sih orangtuaku harus berpisah? Dan kenapa sih tidak mau memikirkan kami berdua?"
Sebagai bentuk protes, aku tidak mau lagi ditemani oleh Mamah dan semua urusan sekolah di diwakilkan oleh paman dan kakekku. 

Saat itu aku tidak pernah berpikir atau menyadari dan tidak mengerti bahwa semua yang aku lakukan itu pastinya akan sangat menyakiti hati Mamah dan membuatnya bersedih. Yang aku tahu, aku hanya ingin mengungkapkan semua hal yang aku rasakan saat itu. Aku sedih dengan keberadaan orangtuaku yang tidak lengkap, aku malu,  aku bingung dengan semua pertanyaan orang-orang yang ada di sekitarku, dan jujur saat itu aku memang merindukan sosok ayah untuk datang dan hadir didalam hidupku. 

Tapi sayang sosok itu tak pernah hadir hingga saat ini, hanya Mamah yang selalu ada untuk aku dan juga Teteh.
Ya Allah betapa egoisnya aku saat itu, aku yang hanya memikirkan perasaanku sendiri tanpa memikirkan bagaimana perasaan Mamah.
Mamah yang sudah berjuang sekuat tenaga untuk aku, tapi yang aku permasalahkan malah keberadaan sosok ayah yang jelas-jelas memang tidak pernah ada dalam kehidupan kami.
Tapi begitulah yang terjadi saat itu, mungkin karena masih berada dalam tahapan usia yang labil sehingga sulit bagiku untuk berpikir dengan baik dan menerima kenyataan yang ada. 

Kehidupan pun terus berjalan dan Mamah tetap setia menemaniku. 
Aku yang selalu saja melawan Mamah, aku yang selalu saja membantah omongan Mamah dan aku yang selalu saja begitu ringan untuk menunjukkan ketidaksukaanku ketika ada yang tidak berkenan di hatiku. 

Tapi Mamah tidak pernah sekalipun meninggalkan aku, Mamah terus menemaniku dengan penuh kasih sayang dan terus berjuang sebagai pejuang nafkah untuk Aku dan juga Teteh.
Masih teringat olehku, hingga aku duduk di bangku SMA Mamah selalu setia menyiapkan aku sarapan plus susu coklat favoritku, bahkan masih mengikat tali sepatuku setiap kali aku akan berangkat ke sekolah dan menemaniku hingga jemputan sekolahku datang. 

Meskipun aku sering melawan, tapi apapun yang aku minta selalu saja dituruti oleh Mamah dan memang ditengah semua keterbatasan yang ada Mamah tetap selalu mengutamakan pendidikanku dan juga Teteh.
Beberapa les dan kursus sering aku ikuti selama sekolah tanpa aku tahu bagaimana Mamah harus membayarnya dan itu selalu mendapat dukungan penuh dari Mamah.

Hingga tibalah pada masa kelulusan. Saat itu Mamah menginginkan aku melanjutkan kuliah di Papua saja, dengan alasan agar lebih dekat dengan Mamah dan tidak perlu berjauhan, mengingat aku yang memang nyaris tidak pernah berpisah dengan Mamah.

Tapi keegoisanku saat itu mengatakan aku tidak mau kuliah di Papua, aku Ingin mencari suasana baru, lagipula berkuliah di Bandung memang sudah menjadi cita-citaku sejak lama. 

Karena Mamah tahu dan sangat paham bagaimana karakter dan pembawaan ku.  Akhirnya dengan berat hati karena ingin menyenangkan hatiku dan salah satu bentuk dukungan Mamah padaku dalam meraih cita-cita, Mamah pun mengantarkan aku kembali ke kota Bandung. 

Awalnya semua masih terasa baik-baik saja dan menyenangkan karena Mamah selalu ada di sampingku. Kunikmati hari-hariku dengan penuh kebahagiaan di kota kelahiranku bersama Mamah dan juga Tetehku yang memang sudah kembali kesana semenjak lulus kuliah. Tetapi, semua kebahagiaan itu berubah ketika Mamah harus pulang kembali ke Papua untuk bekerja.

Saat Mamah pergi, aku merasa kehilangan dan merasakan kesedihan yang sangat panjang. Aku merasa ada yang hilang dari hidupku, hari-hariku terasa sepi dan setiap saat aku hanya ingin berkata 
"Mamah, Irna kangen, ternyata jauh dari Mamah itu rasanya tidak enak, ternyata keberadaan Mamah itu sangat berarti buat Irna, maafin Irna yang Mah.. selalu saja banyak melawan ke Mamah ketika kita masih bersama"

Lumayan lama untuk bisa beradaptasi menjalani hari-hari tanpa Mamah, untungnya ada Teteh disampingku. Alhamdulillah beruntungnya aku mempunyai sosok kakak yang luar biasa sabar dan penyayang dan tahu bagaimana cara memperlakukan adiknya. Memiliki Teteh seperti beliau juga merupakan satu anugerah yang aku syukuri hingga saat ini, betapa baiknya Allah memberikan Aku seorang Kakak seperti beliau.
Tetehlah yang selalu menemani hari-hariku, berdua kami menjalani kehidupan kami di kota Bandung dan setiap Minggu saling telepon dengan Mamah yang pada masa itu dikenal dengan istilah "interlokal" hanya sekedar untuk menanyakan kabar dan melepaskan semua rasa rindu yang dirasa.

Sekian tahun berlalu, warna warni kehidupan kulalui di kota Bandung mulai dari kuliah, bekerja, menikah hingga akhirnya memiliki buah hati tercinta. Dan Mamah masih selalu menjadi tim support yang selalu berada di garda terdepan untukku. 
Hingga akhirnya aku harus kembali lagi ke Papua dan berkumpul kembali bersama Mamah disana. 
Masih kusaksikan Mamah tetap saja bergelut dengan semua aktivitasnya, masih bekerja sebagai juru masak, masih berjualan, menerima pesanan kue dan aktivitas apapun yang memang sudah menjadi rutinitas wajib Mamah setiap harinya.

Kusaksikan betapa Mamah begitu lincah dan aktif kesana kemari dan begitu menikmati aktivitasnya itu, seperti tidak mengenal lelah.

Hingga suatu saat, mamah tiba-tiba sakit, tangan dan badannya mulai bermasalah dan sering merasakan nyeri.
Akhirnya Mamah dibawa berobat oleh Tetehku di kota surabaya dan dokter mengatakan bahwa Mamah memang harus istirahat karena tulangnya bermasalah akibat terlalu banyak bekerja berat.

Ya Allah..sedih rasanya mendengar semua itu. Membayangkan semua perjuangan Mamah dari aku kecil dulu saat masih balita sampai sekarang aku sudah mempunyai 2 putri.
Pekerjaan Mamah memang berat dan semuanya lebih banyak menggunakan aktivitas fisik. Jadi mungkin inilah saatnya Mamah beristirahat dari semua pekerjaan dan rutinitasnya itu. 
Sudah cukup 29 tahun Mamah berjuang, bekerja keras untuk anak-anaknya. 

Mamah, 
Sekarang saatnya Mamah beristirahat, nikmatilah hari-hari Mamah bersama anak dan cucu Mamah tanpa harus memikirkan bagaimana harus mencari nafkah untuk menghidupi kami berdua.

Mamah, 
Aku bangga memiliki Ibu seperti Mamah, dengan semua perjuangan dan kerja kerasnya,  Mamah bisa mengantarkan aku dan Teteh sampai ke bangku kuliah tanpa bantuan siapapun.
Semua murni dari hasil jerih payah Mamah seorang diri. 

Mamah,
Mamah itu sosok yang begitu kuat, ditengah gempuran kehidupan yang begitu dahsyat Mamah tetap tegar berdiri untuk kami, Mamah tidak pernah meminta ataupun memohon belas kasihan orang lain.
Semua Mamah perjuangkan sendiri dan itu semua untuk kami.

Mamah,
Bahagialah terus bersama kami, 
Berbahagialah bersama anak, cucu dan menantu Mamah. 
Kami semua sangat menyayangi Mamah,
meskipun sosok penjaga Mamah tak pernah ada di samping Mamah, biarkanlah kami yang menggantikan sosok itu untuk terus bisa menjaga Mamah di sepanjang hidup kami.

Mamah,
Sekarang aku sudah tidak malu lagi meskipun keluargaku tidak lengkap, aku sudah tidak peduli lagi dengan omongan maupun pertanyaan orang tentang sosok yang hilang dari keluarga ini.
Karena bagiku keberadaan Mamah sudah bisa melengkapi semuanya.
Mungkin Allah memberikan jalan ini hanya untuk kita bertiga, biarlah sosok yang pernah kami rindukan itu tak pernah hadir dalam hidup kami, kami tak pernah menyesalinya dan kami selalu bahagia bersama Mamah.

Saat ini Mamah tinggal bersamaku. Di usia Mamah yang sudah menginjak 65 tahun pastinya ada banyak hal yang dirasakan oleh Mamah. 
Ini saatnya Mamah istirahat dari semua perjuangannya mencari nafkah untuk kami. 
Meskipun saat ini Mamah masih saja menganggap dan memperlakukan aku seperti putrinya yang masih kecil dulu, tapi aku tidak merasa keberatan asalkan aku masih bisa melihat senyum di wajah Mamah.
Sampai di usia sekarang Mamah masih terus melayani aku seperti saat kecil dulu, menyiapkan makan, membuatkan masakan kesukaan, selalu khawatir saat aku pergi lama ataupun saat aku sakit. Mungkin Mamah lupa atau tidak menyadari bahwa aku sudah dewasa dan sudah menjadi istri dan juga seorang ibu. 
Tapi apapun itu bagiku tak masalah. 
Terkadang perselisihan dan kesalahan pahaman pun terjadi di antara kami, akupun selalu mencoba memahami semua keberadaan Mamah. Dan lagi-lagi bagiku itu tak masalah. Aku rela melakukan apapun untuk Mamah, asalkan senyum itu tetap selalu ada.

Doa yang selalu kupanjatkan dan tak pernah lepas di setiap sujudku :

رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

Artinya: 
"Ya Allah, ampunilah dosaku dan (dosa) kedua orang tuaku. Sayangilah mereka,seperti mereka menyayangiku di waktu kecilku".

Ya Allah Ya Rabb, 
Berikan aku kesempatan untuk bisa membahagiakan malaikat tak bersayap ku
Izinkan aku untuk selalu bisa membahagiakan mamah.
Izinkan aku untuk terus bisa mengukir senyum di wajah Mamah dan memenuhi semua yang Mamah inginkan.

Mungkin aku belum bisa membalas semua jerih payah dan kasih sayang yang sudah Mamah berikan buatku, apapun yang aku lakukan tidak akan bisa membalas semuanya.
Tapi berilah aku kesempatan agar bisa mengisi hari-hari Mamah dengan penuh kebahagiaan.

Ya Allah Ya Rabb,
Semoga setiap tetes keringat dan air mata yang sudah Mamah keluarkan untuk kami anak-anaknya Engkau gantikan dengan pahala serta kebahagiaan yang yang tak berkesudahan untuk Mamah.

Sayangilah Mamah ya Allah..
Temani dan tuntunlah Mamah agar senantiasa berada di jalanMu.

Dan berikan aku kemampuan serta kesabaran dalam menghadapi Mamah dan  menemani hari-hari Mamah.

Untuk kesekian kalinya aku meminta, biarkan senyum itu tetap selalu ada di wajah Mamahku. 

Mamah..
Aku selalu mencintaimu setiap saat dan selamanya.
Semoga keberkahan dan kasih sayang Allah senantiasa menaungi Mamah di sepanjang hidup Mamah.
Terimakasih sudah menjadi Ibu yang super hebat untuk aku dan Teteh.
Terimakasih sudah membuat aku dan teteh hingga seperti hari ini.
Semua itu pasti karena kekuatan doa dari Mamah.
Terimalah semua sembah dan baktiku sebagai tanda terima kasihku kepada Mamah.
Dan doa terbaik akan selalu kupanjatkan kepada Allah hanya untuk Mamah. Aamiin aamiin Yaa Mujibassailin. [ry].

Baca juga:

0 Comments: