Headlines
Loading...
Oleh. Ni’mah Fadeli
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

“Rindu masa dulu, dimana masalah terberat hanya PR matematika.” Mungkin pernah kita membaca meme ini, menggambarkan bagaimana begitu menyenangkan masa anak-anak. Setiap hari diisi dengan sekolah, bersosialisasi dan bermain dengan teman yang seru. Tanpa ada beban harus memikirkan segala hal yang menjadi tanggung jawab ketika seseorang tumbuh dewasa. Namun fenomena yang terjadi sekarang sungguh membuat diri mengelus dada. Adanya berita mengagetkan kita, anak-anak yang semestinya berada di masa paling indah dalam hidupnya justru memilih untuk mengakhiri hidup dengan melakukan bunuh diri. 

Seorang anak berusia 10 tahun yang duduk di bangku kelas 5 SD ditemukan tewas tergantung di kamar rumahnya. Kejadian menggemparkan tersebut terjadi di Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah. Kasat Reskrim Polres Pekalongan AKP Isnovim mengungkapkan bahwa kejadian itu berawal ketika gawai yang sedang dipakai korban bermain diminta oleh orang tuanya. Korban pun langsung masuk kamar dan menguncinya. Sore hari ibunya mengetuk pintu kamar membangunkan korban untuk pergi mengaji, namun tak ada jawaban. Betapa terkejutnya sang ibu ketika mengintip melalui pintu ternyata korban sudah menggantung di jendela kamar menggunakan selendang. Menjadi semakin mengherankan karena menurut keterangan guru di sekolahnya, korban adalah anak yang ceria dan tak memiliki masalah dengan teman-temannya. (Kompas.com,24/11/2023).

Fenomena bunuh diri pada anak tersebut bukanlah kali pertama terjadi. Dari Januari 2023, pemerintah mencatat setidaknya ada 20 kasus bunuh diri pada anak. Menurut Nahar, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) penyebab korban bunuh diri pada anak yang berusia di bawah 18 tahun adalah karena faktor depresi. (rri.co.id, 11/11/2023).

Mengapa Terjadi Depresi Dini?

Depresi adalah gangguan suasana hati yang ditandai dengan perasaan sedih mendalam dan kehilangan minat terhadap hal-hal yang disukai (alodokter.com). Perasaan sedih adalah hal wajar yang dapat dialami seorang manusia, dari bayi hingga dewasa. Pada anak biasanya perasaan sedih lebih mudah dihilangkan sehingga tidak sampai mengalami depresi. Jika akhir-akhir ini banyak anak rentan mengalami depresi dini hingga melakukan bunuh diri tentu ini adalah masalah besar untuk negeri ini. 

Derasnya arus teknologi dan informasi saat ini sangat mudah diakses dengan adanya gawai. Cukup bermodal kuota, orang tua melepas anak berselancar di dunia maya. Beragam informasi tanpa filter agama menjadi teman anak jaman now sementara orang tua sibuk dengan pemenuhan hidup secara lahir saja dan abai pada batin anak. Lingkungan sekitar juga menjadi penyubur berbagai perilaku salah karena sudah biasa. Peran serta negara dalam proses pendidikan yang menggunakan agama sebagai benteng juga sangatlah jauh dari kata cukup. Pembatasan untuk konten acara yang tidak mendidik juga hanya sekadarnya saja.

Kehidupan liberal memang berperan besar dalam pembentukan mental anak saat ini. Dengan dalih kebebasan, maka segala sesuatu boleh saja dilakukan asalkan merasa bahagia. Sementara ukuran bahagia sekarang adalah segala kesenangan dunia. Memiliki banyak uang, gawai terbaru, travelling, kuliner kesana kemari, dan mengikuti fashion terkini adalah sebagian hal yang membuat seseorang di sistem kapitalisme ini merasa bahagia. Mental anak pun menjadi rapuh dan mudah patah ketika tidak mendapatkan apa yang diinginkan. Bahkan jalan pintas kerap kali dipilih yaitu mengakhiri hidup karena merasa tak ingin berlama-lama di dunia yang dianggap tak ramah. Apalagi contoh, cara dan alat  untuk melakukan bunuh diri dapat diakses dengan mudah di berbagai media.

Konsep hidup sesudah mati hampir tak pernah singgah dalam pikiran generasi muda karena minimnya pengetahuan agama yang didapat. Padahal akidah atau konsep ketuhanan adalah hal dasar yang seharusnya menjadi landasan setiap manusia. Begitulah ketika segala sesuatu dipisahkan dari agama atau sekularisme. Agama hanya dijadikan sebagai ritual pelengkap dan bukan pedoman dalam kehidupan.

Islam dan Generasi

Berbalik dengan sistem kapitalisme yang mengusung sekularisme, Islam justru tidak pernah memisahkan agama dari kehidupan. Dalam Islam segala sesuatu sudah diatur dengan sedemikian lengkap. Apalagi menyangkut generasi penerus yang akan membangun peradaban Islam.
Orang tua, lingkungan dan negara dipastikan hadir dalam tumbuh kembang generasi Islam.

Orang tua harus menjalankan kewajibannya dalam keluarga yaitu menanamkan akidah, memberi nafkah yang cukup lahir dan batin, mengasuh juga memberi penjagaan terhadap anak semaksimal mungkin sesuai syariat sehingga tumbuh menjadi pribadi dengan mindset takwa. Lingkungan masyarakat juga senantiasa mengawal pertumbuhan anak dengan mengamalkan amar makruf nahi mungkar. Hal inilah yang menjadikan kontrol sosial akan berjalan secara optimal. Negara akan membentengi generasi dengan hanya memperbolehkan konten kebaikan dalam media yang beredar. Pendidikan berdasar akidah yang kuat menjadikan generasi sadar akan fungsi penciptaan manusia yaitu sebagai hamba yang tugasnya beribadah pada Sang Pencipta. Setiap perbuatan yang dilakukan memiliki dua peluang, menambah pahala atau sebaliknya menimbulkan dosa dan bunuh diri adalah suatu dosa besar sehingga seseorang dengan pemahaman Islam yang benar tidak akan mendekatinya. Naudzubillah min dzalik. 
Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, maka dia akan disiksa dengan benda tersebut di neraka jahanam.” (H.R. Bukhari-Muslim). 

Generasi Islam adalah generasi yang berkepribadian Islam, menguasai tsaqofah Islam, namun juga melek teknologi terkini karena negara memberi fasilitas seluas-luasnya mengembangkan diri dengan pengetahuan dan teknologi selama tidak melanggar syariat-Nya. Akidah Islam yang kuat akan menjadi benteng generasi sehingga tidak hanyut hanya untuk mencari kesenangan dunia dan rapuh ketika menghadapi masalah. Generasi yang tumbuh dalam Islam akan bertumbuh menjadi pribadi kuat dan bersungguh-sungguh hidup untuk selalu meraih rida-Nya.
Wallahualam bissawab. [Hz]

Baca juga:

0 Comments: