OPINI
Fenomena Karhutla, Dampak dan Solusinya
Oleh. Choirrunnisa'
Manusia di era modern ini menghadapi berbagai persoalan hidup, salah satunya yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Permasalahan yang kerap kali terjadi adalah kebakaran hutan dan juga lahan yang tentunya memberikan banyak pengaruh terhadap kehidupan manusia itu sendiri. Negeri ini pun juga menghadapi persoalan ini saat ini.
Karhutla di Mana-mana
Dilansir dari kompas.com (02/11/2023), Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) telah banyak terjadi di beberapa wilayah Indonesia, terutama Kalimantan Tengah. Kondisi tanah gambut di sana menjadi tantangan dalam penyelesaian Karhutla ini. Ditambah lagi, musim kemarau serta cuaca panas ekstrem dapat menyebabkan tumbuhan maupun lahan gambut berlahan mengering. Sehingga rawan untuk kebakaran. Alhasil, api dengan mudah membesar dan memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah, Sadtata Noor Adirahmanta telah memberikan imbauanya. Beliau mengatakan bahwa kebakaran hutan dan lahan bisa disebabkan secara alami maupun oleh ulah manusia. Dua-duanya membawa dampak buruk bagi ekosistem, sehingga harus dicegah dan dikendalikan. “Dalam situasi iklim seperti ini, kami mengimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar. Kami sudah menyiapkan dan menyiagakan personel dan peralatan di kawasan-kawasan kami, yang didukung juga oleh mitra dan masyarakat serta instansi terkait,” ujar Sadtata Noor Adirahmanta.
Bahaya dari Karhutla ialah asap yang ditimbulkan dari kebakaran hutan. Asap dari kebakaran hutan sudah jelas mengganggu dan membahayakan masyarakat sekitar. Salah satunya ialah peningkatan penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Gejalanya bisa demam, batuk, pilek dan sakit tenggorokan. ISPA rentan terjadi pada anak-anak, terlebih pada anak-anak yang memiliki riwayat asma dikarenkan partikel organic dan gas berbahaya yang terhirup.
Kerusakan ekosistem yang terjadi diakibatkan kebakaran hutan juga sangat merugikan masyarakat. Habitat hewan-hewan dan tumbuhan langka telah terbakar. Justru hal tersebut dapat mengakibatkan kelangkahan flora dan fauna Kalimantan.
Namun m vsirisnya, pemerintah sekarang justru memfasilitasi kapitalisasi lahan dan hutan gambut. Pemerintah memberikan hak konsesi kepada sejumlah korporasi sawit. Pemerintah kita memberikan dukungan kepada korporasi milik lahan sawit berskala besar, masuk di dalamnya adalah Wilmar Group, Darmex, Agro Group, Musim Mas, First Resources, dan Louis Dreyfus Company (LDC). Mengutip CNN Indonesia, Wilmar Group menjadi pihak yang mendapatkan nilai subsidi terbesar, yaitu Rp4,16 triliun, sedangkan setoran yang diberikan Wilmar ke negara hanya senilai Rp1,32 triliun. Selain itu, agenda hegemoni climate change yang berkelindan satu sama lain, juga menjadi penyebab besar karhutla. Dari dua kebijakan ini, tampak bahwa penguasa bertindak sebagai pelayan korporasi dan lebih memenangkan kepentingan oligarki, sedangkan rakyat malah yang terkena imbasnya.
Islam Mengatasi Karhutla
Apabila pemerintah memang berniat untuk menuntaskan permasalahan Karhutlah ini, satu-satunya solusi yang harus diambil ialah dengan menerapkan aturan Islam secara menyeluruh dengan memperhatikan beberapa hal. Seperti hutan yang sifatnya umum tidak boleh diperjualbelikan karena masuk ke dalam jenis harta kepemilikan umum. Sehingga pengelolaannya diberikan kepada negara untuk diambil manfaatnya bersama. Hutan adalah paru paru dunia yang dibutuhkan masyarakat. Lalu hutan adalah tanggungjawab negara dalam pengelolaannya dan tidak boleh berpihak untuk korporasi. Selain itu karhutla merupakan bencana bagi jutaan orang, termasuk anak-anak. Jika pemerintah sengaja dan lalai dalam menyebabkannya, hal ini akan menjadi suatu keharaman dalam Islam.
Namun sistem Islam yang menyeluruh hanya dapat diterapkan dalam naungan khilafah. Sistem khilafah telah terbukti dengan prinsipnya yang menentang oligarki dan melarang korporasi sehingga asing tidak bisa menguasai daulah dan haram untuk melakukan perjanjian. Hutan akan difasilitasi dan hasilnya akan dikembalikan kepada umat. Hutan tidak boleh diprivasi dan keolah secara individu.
Hanya dengan kembali kepada kehidupan Islam dengan penerapan syariat Islam dalam naungan Khilafah, segala bentuk penderitaan yang dialami generasi akan berakhir. Tidak akan ada lagi keganasan kabut asap. Ruang untuk normalisasi fungsi ekologi dan hidrologi gambut yang dibutuhkan dunia pun akan tersedia secara sempurna. Wallahualam bissawab. [Hz]
0 Comments: