Headlines
Loading...
Generasi Makin Rusak di Tengah Pemberlakuan Merdeka Belajar

Generasi Makin Rusak di Tengah Pemberlakuan Merdeka Belajar

Oleh. Fitri Maya

Euphoria peringatan Hari Guru Nasional lalu, nampak di sekolah-sekolah di berbagai wilayah. Peringatan kali ini bertemakan “Bergerak Bersama Merdeka Belajar”. Tema ini selaras dengan kurikulum yang dibuat oleh Kementerian Pendidikan, ditujukan untuk membentuk SDM unggul Indonesia yang mempunyai profil pelajar Pancasila.

Tanpa Pendidikan generasi penerus tidak memiliki pengetahuan untuk memajukan suatu bangsa, maka kurikulum silih berganti namun kualitas generasi justru semakin amburadul. Fakta di lapangan generasi sekarang memiliki masalah serius seperti melakukan pembunuhan, penganiayaan, pelaporan tindak guru, tawuran, fenomena klitih, begal dan sejenisnya. Demikian pula bullying, problem kesehatan mental dan tingginya angka bunuh diri, memperlihatkan dengan jelas kurikulum yang saat ini diterapkan tidak tepat dan bermasalah. Dilaksanakannya kurikulum berasaskan sekuler adalah akar masalahnya, dikarenakan paham tersebut memisahkan agama dari kehidupan, karenanya keimanan dan ketakwaan tidak diajarkan di sekolah. 

Keimanan dan ketakwaan dianggap sebagai masalah pribadi, akhirnya lahirlah generasi yang tak beradab, brutal dan memuaskan egonya tanpa batasan syariat. Lebih dari itu sekulerisme juga melahirkan ide kapitalisme yang berorientasi materi. Pendidikan yang berasaskan kapitalisme sangat berbahaya sebab generasi terus didorong menjadi pekerja penghasil uang tanpa memikirkan masalah umat, maka akan tercetak generasi yang gagal.

Ini sangat berbeda dengan generasi Islam. Islam mampu menjadikan generasi sebagai penerus umat yang mulia. Banyak bukti memperlihatkan generasi mulia ini sepanjang penerapan sistem Islam dalam Khil4f4h. 

Dunia saat ini seharusnya membaca biografi generasi Islam. Karena Islam mampu mencetak generasi cemerlang seperti Imam Syafii. Beliau adalah seorang mujtahid sekaligus panglima perang dalam Islam. Gelar mujtahid maupum mujahid adalah gelar mulia. Gelar tersebut adalah gelar yang hanya bisa diraih oleh orang dengan ketinggian berfikir dan beriman.

Dalam Khil4f4h sosok seperti Imam Syafii begitu banyak ditemui. Hal ini menunjukkan keberhasilan Pendidikan islam sebagai pilar-pilar pengokoh dan pejuang peradaban Islam. Syaikh Atha’ bin Khalil dalam kitabnya Usus at Ta’lim fi Daulah al Khil4f4h, menyebutkan bahwa tujuan Pendidikan Islam adalah; 
1. Membentuk kepribadian Islam, 
2. Menguasai pemikiran Islam yang handal, 
3. Menguasai ilmu-ilmu terapan (pengetahuan, ilmu dan teknologi), 
4. Berketrampilan tepat guna dan berdaya guna.

Kurikulum pendidikan harus sejalan dengan tujuan negara Khil4f4h. Kurikulum tersebut harus mampu membentuk para pelajar berkepribadian Islam. Tolok ukur kepribadian Islam adalah ketika seseorang memiliki aqliyah (pola pikir) dan nafsiyah (pola sikap) yang islami.

Pembentukan ini tidak mudah dan instan maka metode pembelajaran dilakukan secara talqiyan fikriyan yaitu metode pemindahan ilmu kepada seseorang sebagai sebuah pemikiran dengan mentransfer hasil pengindraan terhadap fakta melalui panca indra ke otak, kemudian dihubungkan dengan informasi sebelumnya yang telah terbukti benar kepastiannya untuk menginterpretasikan fakta tersebut. Sebagai contoh pada anak TK-SD akan dikenalkan Allah sebagai al Khaliq (Maha Pencipta) dan al Mudabbir (Maha Pengatur) melalui pengamatan pada manusia dan alam semesta sebagai tanda pengenalan kepada Allah. 

Pengenalan ini harus sampai pada keyakinan kuat sehingga setiap siswa memiliki keimanan yang kokoh. Mereka yakin Allah yang menciptakan seluruh alam semesta dan sebagai hamba harus terikat pada syariat. Mindset inilah yang akan digunakan untuk mereka berbuat dan menyikapi  permasalahan umat. Materi ini akan diajarkan secara berkelanjutan dan makin mendalam sampai perguruan tinggi.

Sistem pendidikan Islam tidak hanya bertumpu pada negara, akan terapi bersifat menyeluruh. Islam mewajibkan para orangtua mendidik anak dengan akidah dan syariat Islam sejak dini. Rumah adalah pendidikan pertama dan utama bagi anak-anak dalam rangka memahami syariah Islam. Islam juga mensyariatkan amar makruf nahi munkar serta ta’awun (tolong menolong) jadi budaya di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian adanya keterpaduan keluarga, masyarakat dan negara akan menjamin keberhasilan membentuk generasi berkualitas. Hal tersebut hanya bisa dilakukan oleh sistem Islam yaitu Khil4f4h.
[Ma]

Baca juga:

0 Comments: