Headlines
Loading...
HAM dan Omong Kosong Solusi Pemenuhan Hak Dasar Manusia

HAM dan Omong Kosong Solusi Pemenuhan Hak Dasar Manusia

Oleh. Endah Yuli Wulandari 
(Kelompok Penulis Peduli Umat)

Majelis Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 1948 menetapkan 10 Desember sebagai peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM). Saat itu PBB mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights/UDHR). Seluruh negara memperingati hari penting tersebut, termasuk Indonesia. Meskipun peringatan dilakukan setiap tahun, kasus kejahatan terhadap kemanusiaan dan penegak hukum dinilai masih jauh panggang dari api (www.voaindonesia.com,10/12/2023).

Setara Institute bersama International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) mengungkap skor indeks Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia 2023 mengalami penurunan menjadi 3,2 dari sebelumnya 3,3.
Pemberian Skor itu berdasarkan pemenuhan hak-hak yang mengacu pada 6 indikator pada variabel hak sipil dan politik serta 5 indikator pada variabel hak ekonomi, sosial dan  budaya (www.cnnindonesia, 10/12/2023).

Hari ini, dunia termasuk Indonesia telah menjadikan HAM sebagai acuan dalam menyelesaikan berbagai persoalan. HAM dipandang sebagai konsep luhur yang akan mengantarkan manusia pada kehidupan yang adil dan Sejahtera.

Padahal sejatinya, lahirnya konsep HAM tak lepas dari konsep dan cara pandang sekulerisme barat yang memisahkan agama dari kehidupan. Bisa dikatakan ide HAM adalah ide yang batil karena menjadikan manusia bebas menentukan standar aturan bagi dirinya sendiri.

Penerapan HAM dalam kehidupan, akan menimbulkan benturan antara kepentingan satu pihak dengan pihak lain, sehingga persoalan tak kunjung selesai. Bahkan menyimpan bahaya di masa datang.

HAM dianggap sebagai hak alami yang lahir dari individu oleh para pengusungnya. Namun pada faktanya, dalam sebuah negara, HAM justru dipakai oleh pihak-pihak yang kuat atau para kapitalis untuk mencengkeramkan hegemoninya pada negara lain.

Contoh paling nyata adalah Amerika Serikat,  yang mengaku sebagai pembela HAM, justru menjadi negara dengan pelanggaran HAM tertinggi di dunia. Pemboman oleh Zionis Yahudi terhadap rakyat Palestina selama 75 tahun adalah atas dukungan AS pada bangsa Yahudi tersebut.

Mirisnya negeri-negeri muslim juga ikut-ikutan menyuarakan HAM sebagai standar pemenuhan hak dasar manusia. Maka yang terjadi adalah para pemilik modal menyetir kebijakan negara demi kepentingannya. Kebijakan tersebut tentu tidak memikirkan kepentingan atau hak sebagian manusia lainnya.

Salah satu contoh adalah dalam dalam sistem politik demokrasi, rakyat hanya dimanfaatkan saat pemilu. Setelahnya kebijakan yang dibuat penguasa saat berkuasa justru mencabut hak-hak rakyat berupa ruang hidup yang layak dan kebutuhan akan sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan.

Maka bisa disimpulkan bahwa nilai-nilai hak asasi manusia sangat subyektif tergantung pada kepentingan penguasa dan pengusaha. Tolok ukurnya tergantung pada sejumlah kecil orang yang memegang kekuasaan atau oligarki. Maka HAM sebenarnya hanyalah omong kosong belaka.

Berbeda jauh dengan Islam. Sistem Islam memberikan jawaban tuntas tentang pemenuhan hak dasar manusia. Sistem Islam ini terwujud di bawah institusi negara bernama Khilafah Islamiyah.

Sistem Khilafah tegak atas dasar akidah Islam yang meyakini Allah swt. sebagai pencipta sekaligus pengatur kehidupan manusia.

Dalam Khilafah, aturan yang berlaku hanyalah bersumber dari syariat Islam yang berasal dari Sang Pencipta manusia itu sendiri.

Keadilan dan kesejahteraan dalam Khilafah bukanlah hal yang mustahil diwujudkan. Bahkan dipastikan membawa kemaslahatan bagi umat manusia. Hal ini dipastikan dalam firman Allah dalam QS. Al Anbiya :107 dan QS Al A’raf : 98.

Ada 8 kemaslahatan yang akan mampu diraih Ketika Syariah Islam diterapkan secara sempurna dalam seluruh aspek kehidupan. Yakni terpeliharanya agama, jiwa, akal, harta, keturunan, kehormatan, keamanan dan negara.

Seluruh kemaslahatan ini akan dapat dirasakan oleh seluruh warga negara Khilafah. Baik muslim maupun kafir dzimi, kaya maupun miskin.

Khilafah akan menerapkan praktik politik dalam negeri dan luar negeri sesuai syariah. Politik dalam negeri Khilafah bertujuan untuk melayani kebutuhan umat di dalam negeri.  Misalnya sistem ekonomi islam yang akan menjamin kebutuhan asasiyah atau mendasar umat, yakni kebutuhan sandang, pangan, papan dan kesehatan.

Adapun praktik politik luar negeri islam bertujuan untuk menyebarkan risalah islam sebagai rahmat bagi alam ke seluruh penjuru dunia. Dari sinilah Khilafah akan mampu mewujudkan terjaminnya kebahagiaan hidup manusia. Wallahu ‘alam. [ry].

Baca juga:

0 Comments: