Oleh. Sri Suratni
Bismillaahirrahmaanirraahiim
Ibu, saat mengenang semua tentangmu, rasanya tak cukup kata-kata ini untuk melukiskannya. Begitu banyak kebaikan, pengorbanan, lelah dan air mata yang telah Ibu curahkan buat kami, anak-anak dan keluargamu.
Ibu, yang pernah ku dengar tentangmu bahwa saat Ibu memutuskan menikah dengan ayah, Ibu rela mengikuti kemana ayah membawa. Ibu tinggalkan kedua orang tua dan keluarga yang sangat Ibu cintai. Ibu dibawa merantau ke kampung Ayah. Tinggallah Ibu bersama Ayah dan kedua orang tuanya.
MasyaAllah, Ibu begitu sabar dan tegar hidup dan tinggal bersama Ayah dan kedua orang tuanya yang sebelumnya Ibu tidak mengenal mereka sama sekali. Ibu menikah dengan Ayah karena memang jodoh dari Allah dan dijodohkan oleh orang tua. Ibu ikhlas menerima perjodohan tersebut. Ibu tidak pernah mengeluh tinggal satu atap dengan mertua. Karena memang mertua Ibu orang yang sangat baik, mereka menyayangi Ibu layaknya anaknya sendiri. Ibu sungguh pandai mengambil hati mertua, tidak pernah sekalipun Ibu membuat kesalahan di hadapan mereka. Ibu tidak pernah membuat mereka sakit hati dan kecewa. Sungguh Ibu adalah menantu terbaik dan idaman.
Meskipun kedua orang tua Ayah, kehidupan mereka terbilang mapan dan berkecukupan, tetap saja Ayah tidak mau mengandalkan kedua orang tuanya untuk menopang kehidupan mereka. Untuk itu Ayah mengajak Ibu membuka hutan untuk membuat kebun atau lahan yang akan ditanami kelapa. Jadilah Ibu dan Ayah bolak-balik ke kebun yang jaraknya lumayan jauh dari kediaman mereka. Mereka menyusuri sungai dengan perahu yang memakan waktu kurang lebih dua sampai tiga jam perjalanan, tergantung lajunya perahu didayung dan mengikuti derasnya aliran sungai. Kadang-kadang Ibu menggantikan Ayah mendayung perahu ketika Ayah sudah lelah. MasyaAllah Ibu memang serba bisa dan memiliki berbagai keterampilan yang bisa dihandalkan ketika dibutuhkan. Ibu walaupun seorang perempuan, tapi beliau termasuk pekerja keras karena sejak kecil sudah terbiasa bekerja membantu kedua orang tuanya di kebun dan menjaga adik-adiknya tatkala orang tua tidak di rumah. Ibu terbiasa bekerja dan terbiasa hidup susah karena memang tuntutan kehidupan yang serba susah. Jadi ketika dibawa hidup bersusah-susah oleh Ayah, Ibu tidak kaget lagi bahkan sangat bersyukur dan menikmati dalam kondisi kehidupan yang serba susah. Itulah Ibu, orangnya sederhana dan selalu bersahaja. Aku kagum padamu ibu.
***
Aku Mengagumi Pribadimu Ibu
Ibu
Engkau adalah seorang istri dan ibu teladan
Pribadimu sungguh anggun dan menawan
Akan ku jadikan panutan dan keteladanan
Ketika mengarungi bahtera kehidupan penuh tantangan
Tetaplah menjadi Ibu tangguh yang bersahaja
Belaian kasih sayangmu membuatku terpana
Sungguh derita lelahmu takkan sirna begitu saja
Petuah dan didikanmu terus melekat di jiwa
Ibu
Aku tidak mampu membalas semua jerih payahmu
Terlalu banyak kebaikan yang engkau curahkan untukku
Engkau korbankan kesenangan pribadi dan bahagiamu
Demi anak yang kau cinta dan sayangi selalu
Ibu
Terukir cita dan asa yang terpatri di setiap pinta dan doa
Dengan segenap raga dan jiwa yang tawakal pada-Nya
Kelak menjadi permata yang kau damba
Yang buatmu bahagia dengan mahkota kemuliaan dan surga
Ibu
Yakinlah Allah akan mewujudkan keinginanmu yang mulia
Allah sebaik-baik pembalas atas setiap amal kebaikan hamba
Engkau berhak memilih pintu surga mana saja yang engkau suka
Sebagaimana kalam Allah yang Kuasa
Bagi hamba-Nya yang beriman dan bertakwa
Semoga Allah rida dan berikan kebahagian sejati untukmu di Surga
Berjumpa Rasulullah manusia paling istimewa
Dan menatap wajah Allah yang mulia
Itulah sebaik-sebaik tempat dan balasan kelak di sana
***
Ibu, teringat ketika ku masih kecil, mungkin sekitar lima tahun usia ku ketika itu. Ibu antarkan aku kepada seorang guru yang mengajari aku membaca Al-Quran. Setiap ba'da magrib dan ba'da subuh kami mengaji kepada beliau. Sehingga belum memasuki usia sekolah, Alhamdulillah aku sudah mahir dan khatam belajar dan membaca Al-Quran.
Kemudian yang juga selalu terekam diingatan, ketika aku baru memasuki kelas satu sekolah dasar, aku diajarkan menulis, mengenal dan mengeja huruf-huruf latin. Saat aku pulang sekolah, ketika itu ibu sedang asyik memasak di dapur, aku merengek meminta ibu mengajarkan aku menulis huruf a kecil (yang ada perutnya di belakang), huruf b kecil (yang ada perutnya di depan). Dan Ibu berhenti sejenak dari aktifitas memasak demi mengajariku menulis huruf-huruf untuk yang pertama kali. MasyaAllah, sungguh indah untuk dikenang.
Saat aku memasuki bangku SMP, ibu selalu ada dan mensuffort kegiatan belajar dan berbagai aktifitasku baik di sekolah maupun di lingkungan tempat tinggal. Alhamdulillah, berkat doa dan dukungan penuh dari Ibu yang selalu membersamai setiap perkembangan dan pola belajarku di sekolah dan di rumah, sejak kelas satu SD sampai kelas tiga SMP aku selalu memperoleh prediket dengan hasil terbaik setiap triwulannya. Aku berhak memperolah beasiswa dari SD sampai tamat SMP bahkan berlanjut sampai SMA kelas satu. Semua itu tidak terlepas dari perjuangan dan doa seorang ibu.
Saat akan memasuki bangku SMA, lagi-lagi aku merengek dan meminta kepada ibu untuk melanjutkan SMA di luar, maksudnya di kota kabupaten (kota Tembilahan). Itu artinya, aku mulai merantau dan jauh dari orang tua. Alhamdulillah Ibu dan Ayahku mengabulkan permintaanku. Mereka menaruh kepercayaan yang tinggi kepadaku, padahal aku adalah anak pertama dan satu-satunya anak perempuan di keluarga kecil kami. Demi pentingnya pendidikan dan kelanjutan studiku, mereka rela melepaskanku untuk bersekolah di kota. Begitulah saking sayang dan cintanya Ibu dan Ayahku, mereka ikhlas berpisah demi pendidikan dan cita-cita yang ingin dicapai anaknya. Bukankah ada pepatah yang mengatakan : "Sayang anak di jauh-jauhkan".
Artinya bukti sayangnya orang tua kepada anaknya justru dia mau menahan rindu, yang penting anaknya melanjutkan untuk menuntut ilmu. Teringat kisah Imam Syafi'i kecil. Imam Syafi'i dan ibunya tinggal di kota Mekkah. Ketika itu Imam Syafi'i belajar dan menuntut ilmu dari seorang guru di kota Mekkah. Kemudian ketika seorang guru merasa bahwa semua ilmu yang dia miliki sudah habis diturunkan kepada Imam Syafi'i, maka Sang Guru memerintahkan kepadanya untuk menuntut ilmu dan berguru di kota Madinah. Dan Imam Syafi'i menuruti keinginan Sang Guru dan berpamitanlah beliau kepada Ibunya. Apa yang dikatakan sang ibu tatkala melepaskan keberangkatan anaknya menuju kota Madinah? Sungguh sangat menginspirasi dan terharu mendengar pesan beliau kepada sang anak. "pergilah engkau menuntut ilmu di jalan Allah, kita akan bertemu nanti di akhirat."
Sungguh mulia hati seorang Ibu. Untuk meraih kesuksesan anaknya di masa yang akan datang, Ibu dari Imam Syafi'i rela melepaskan anaknya pergi jauh menuntut ilmu ke kota Madinah. Dan pertemuan yang dinantikan adalah kelak di akhirat, di Surga-Nya Allah. Itu artinya Imam Syafi'i dilepaskan untuk menuntut ilmu sebanyak-banyaknya dan dalam waktu yang tak terhingga sampai mengharapkan perjumpaan dengan anaknya di kehidupan yang akan datang. MasyaAllah luar biasa perjuangan seorang Ibu untuk anaknya.
Memoriku kembali menghantarkan ingatanku tentang perjuangan seorang Ibu untuk kesuksesan anaknya di masa mendatang. Aku tidak akan pernah lupa bagaimana perjuangan ibu untukku. Ketika sudah berhasil memasuki bangku SMA, setiap bulan bahkan ada yang tiga minggu sekali Ibu menjengukku di kosan atau terkadang menjumpaiku di ruang tunggu sekolah. Ibu tidak merasa canggung atau malu ketika berurusan dengan orang-orang penting, misalnya menjumpai wali kelas atau kepala sekolah untuk menanyakan dan memantau perkembanganku di sekolah. Ibu selalu membawakanku oleh-oleh dari kampung berupa buah-buahan atau membawakan masakan kesukaanku. Ibu selalu membekaliku uang jajan untuk stok selama satu bulan. Begitu cinta dan sayangnya Ibu padaku.
Setelah Aku tamat dari bangku SMA, untuk yang kesekian kalinya aku merengek dan meminta kepada Ibu agar mendaftarkan aku kuliah di perguruan tinggi yang aku inginkan. Ketika itu aku ingin kuliah kebidanan. Perguruan tinggi jurusan kebidanan tidak ada di kota Tembilahan. Satu-satunya pilihan ketika itu adalah di kota Tanjung Pinang (Kabupaten Kepri). Setelah mencari tahu dan bertanya terkait Perguruan Tinggi Kebidanan yang ada di Tanjung Pinang dan mencari tahu apakah masih ada saudara atau keluarga Ibu yang tinggal di Tanjung Pinang kepada saudara-saudara Ibu yang tinggal di kota Tembilahan. Rupanya dari mereka didapatkan informasi bahwa saudara Ibu yang tinggal di Tanjung Pinang sudah pindah dan tidak tinggal di sana lagi. Karena tidak ada keluarga yang dituju dan tempat menginap barang sehari, dua hari, akhirnya pupuslah harapan berkuliah di Kota Tanjung Pinang. Dan pilihan terakhir adalah melanjutkan kuliah di Kota Pekanbaru.
Ibu adalah orang yang pertama sekali mendampingi dan mengantarkan aku mengejar cita-citaku di kota Pekanbaru. Dari sebelum tiba di Pekanbaru, rupanya Ibu sudah mengontak saudaranya dan memboking kosan untukku. Jadilah sewaktu tiba di Pekanbaru, kami langsung menuju kosan sederhana yang sudah dipesan Ibu sebelumnya. Keesokan harinya Aku membeli formulir pendaftaran kuliah di dua perguruan tinggi sekaligus, yakni di Universitas Negeri Riau (UNRI) dan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau (UIN SUSKA RIAU). Kulakukan demikian untuk jaga-jaga sekiranya satu perguruan tinggi tidak lulus mengikuti ujian masuk, masih ada satu perguruan tinggi lagi yang menjadi harapan lulus. Alhamdulillah, qadarullah, Aku lulus ujian masuk di UIN SUSKA RIAU. Sementara di UNRI Aku gagal dalam ujian masuknya. Walaupun lulusnya di UIN SUSKA RIAU, aku sangat bersyukur dan menerima ketentuan Allah tersebut. Aku memilih konsentrasi jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah. Karena semenjak di bangku SMA aku sangat tertarik dan berminat mempeljari pendidikan agama Islam. Dalam fikiranku ketika itu dengan mengambil jurusan tersebut aku bisa lebih mendalami ajaran agama Islam. Aku berhasil menamatkan kuliah kurang lebih empat tahun. Ketika tamat dari kuliah aku bertekad untuk tidak pulang kampung. Aku akan mencari sekolah yang menerimaku mengajar di sana.
Dan satu nikmat yang sangat aku syukuri hingga detik ini, tatkala masih di bangku kuliah dulu, aku sudah mengenal kajian Islam Kaffah dan sudah ikut melebur bersama jamaah di jalan dakwah yang begitu indah. Ketika itu aku masih berada di semester lima. Jadi begitu tamat kuliah aku mengazamkan diri untuk tetap bertahan di Pekanbaru. Karena dalam fikiranku ketika itu, jika aku pulang kampung halaman dan mengabdi atau mengajar di kampung InsyaAllah ada peluang diterima, hanya saja ke depannya aku jauh dari jamaah dakwah yang sudah aku pilih dan lambat laun aku akan futur. Itulah sebabnya aku memutuskan untuk tidak pulang kampung. Lagi-lagi Ibuku tetap memberikan support dan dukungan positifnya buatku. Aku sangat bahagia sekali dengan keputusanku yang selalu diaminkan oleh Ibuku. Tahun 2007 sampai pertengahan tahun 2008 aku sempat mengajar dan tinggal di Asrama Putri salah satu Pondok Pesantren yang ada di Pekanbaru. Aku dipercaya membimbing anak-anak di asrama putri tingkat SMP dan SMA. Itu semua tidak terlepas dari perjuangan dan do'a seorang Ibu. Dialah Ibuku, Ibu yang terbaik untukku. Hingga akhirnya atas restu dari ibu dan ayahku, Aku dilamar dan dinikahkan dengan seorang laki-laki yang dijodohkan oleh Allah dan atas perjodohan dari orang tua angkatku yang ada di Pekanbaru. Alhamdulillah semoga jodoh ini langgeng hingga ke Surga kelak. Dan Alhamdulillah aku berjodoh dengan seorang suami yang sama-sama berjuang di jalan dakwah. Dan saat ini kami dikarunia Allah lima orang permata hati yang akan kami persiapkan menjadi pejuang Islam yang tangguh, InsyaAllah.
Berbagai kebahagiaan yang aku rengkuh hingga saat ini adalah buah dari perjuangan dan doa suci dari seorang Ibu. Untuk baktiku padanya, kami menyempatkan pulang kampung setidaknya sekali dalam setahun, ketika moment puasa atau lebaran. Selebihnya kedua orang tua yang juga sering menyambangi kami ke Pekanbaru. Alhamdulillah aku melihat dan merasakan ada kebahagiaan yang terpancar dari raut wajah Ibuku manakala beliau menyaksikan bagaimana kehidupanku dan keluarga kecilku saat ini. Ibu adalah kunci surgaku setelah baktiku kepada suamiku. Ibu adalah seorang wanita yang menempati posisi dan kedudukan yang mulia di hadapan Allah.
Rasulullah Saw. memberikan nasihat secara berulang kali agar seorang anak menghormati dan berbakti kepada kedua orang tuanya, terutama Ibunya.
Dari Abu Hurairah RA mengutip sabda Rasulullah Saw. berikut :
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ
Artinya: "Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dan berkata, 'Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?' Nabi shalallaahu 'alaihi wasallam menjawab, 'Ibumu!' Dan orang tersebut kembali bertanya, 'Kemudian siapa lagi?' Nabi shalallaahu 'alaihi wasallam menjawab, 'Ibumu!' Orang tersebut bertanya kembali, 'Kemudian siapa lagi?' Beliau menjawab, 'Ibumu.' Orang tersebut bertanya kembali, 'Kemudian siapa lagi,' Nabi shalallahu 'alaihi wasallam menjawab, 'Kemudian ayahmu." (HR Al Bukhari dan Muslim).
Menurut pendapat Imam Al-Qurthubi dalam Tafsirnya bahwa hadits di atas menunjukkan bentuk kecintaan dan kasih sayang seorang anak kepada seorang Ibu harus 3 kali lipat dibandingkan pada seorang ayah. Kenapa demikian? Sebab, seorang Ibu harus melewati banyak kesulitan selama mengandung anaknya.
"Kesulitan di masa kehamilan, ketika melahirkan, serta kesulitan saat menyusui dan merawat anaknya. Hal itu hanya dialami seorang ibu, tidak seorang ayah," demikian tulis Imam Al-Qurthubi yang diterjemahkan Nurul Asmayani dalam buku Perempuan Bertanya, Fikih Menjawab.
MasyaAllah Barakallah Ibu. Terima kasih yang tulus dan tak terhingga buat Ibu yang telah melahirkanku, mengasuh dengan segenap cinta dan kasih sayang, merawat, membesarkan dan mendidikku. Ibu selalu menghadirkan yang terbaik untukku. Engkau berhak mendapatkan bakti dari anak-anakmu.
Aku senantiasa berdoa kiranya Allah memberikan ibu umur panjang yang berkah, memberikan kemudahan dalam setiap urusan, selalu dalam bimbingan Allah dan istikomah di jalan kebenaran dan nantinya memperoleh akhir kehidupan yang husnul khotimah. Semoga Allah rida dan menerima semua amal sholeh dan taubatmu serta menganugerahkan kebahagian di dunia dan di akhirat. Semoga kelak kita berkumpul lagi di Jannah-Nya. Aamiin ya Rabbal'alamiin.
Wallahualam bissawab. [Rn]
0 Comments: