Story Telling
Ibuku, Tangguh dan Bersahaja
Oleh. Agustia
Ibuku yang kusayangi
Ibuku yang kucintai
Selalu kudoakan
Hidupmu senang
Aku terkesima mendengar lantunan lagu yang dibawakan oleh seorang anak SD, tetanggaku. Ingatanku langsung melayang kepada kehidupanku beberapa tahun lalu bersama Ibu, ketika Ibu masih berada di tengah-tengah kami sekeluarga. Aku ada 8 orang bersaudara, 4 pasang. Aku anak ke 7, tapi karena Adikku tutup usia pada usia belia, maka seiring dengan berjalannya waktu, tanpa disadari aku sering dirasa sebagai anak bontot, sehingga Kakakku sering memanggilku Adek.
Pada umumnya jarak umur antara Kakak yang satu dengan yang lainnya 2 tahun, tapi aku berjarak 4 tahun dengan Kakakku. Jadi aku sering ditinggal dan main sendiri, sementara Kakakku pergi bermain bersama teman-temannya.
Satu-satunya orang yang paling mengerti keterasinganku adalah Ibu. Ibuku, yang selalu berjuang demi kebahagiaan anak-anaknya. Ia mampu berperan menjadi apapun untuk kemajuan putra-putri dan keluarganya.
Untuk Ayah ia berperan sebagai istri yang mengurus dan mengatur semua keperluan Ayah. Kadangkala Ibu harus berperan seumpama seorang kondektur, yang membantu sopir mengatur penumpang, menjadi bendahara bagi keuangan keluarga, mengatur cost masuk dan keluar agar tidak tekor atau setidaknya balance. Ia harus adil bersikap terhadap anak-anaknya, jika tidak runyam dengan banyaknya tuntutan.
Ibu juga harus mampu jadi koki, juru masak keluarga. Kata orang bijak, cinta bisa datang dari makanan, maka ibu yang bijak akan senantiasa menghidangkan makanan yang digemari oleh seluruh anggota keluarga, setidaknya bisa dinikmati bersama, meski tidak harus mewah, meski apa adanya. Maka cinta yang ada dalam keluarga akan terasa kuat, mengikat karena terpuaskan dengan hidangan yang dimakan bersama. MasyaAllah.
Kadangkala ia harus mampu berperan sebagai teman. Menjadi teman curhat, bicara dari hati kehati bagi anak yang beranjak remaja. Tidak melulu menghujat perilaku salah dan keliru tapi selalu mengedepankan contoh dan bimbingan. Disinilah peran Ibu, ummu wa rabbatul bait.
Ibu merupakan kebanggaan dan kebahagiaan kami sekeluarga. Ibu seorang pejuang tangguh yang mampu menyelesaikan setiap masalah yang timbul di tengah keluarga kami. Ibu seperti cahaya yang selalu menyinari, kekelaman hidup yang kadang kala singgah berupa ujian.
Ibu itu seorang periang, sementara Ayahku seorang pendiam, dua sifat yang bertolak belakang. Mungkin itu juga yang menyebabkan Ayah dan Ibuku sering ribut, ada saja masalah yang menjadi bahan pertengkaran mereka.
Keluargaku sering mendapat intimidasi dari orang lain atau tetangga. Mereka sering marah dan memaki-maki. Tak lain karena ulah Kakakku yang nomor 2, Fajar Shiddiq, seorang yang jujur. Nama yang diberikan Ayah dan Ibu dengan sarat makna dan penuh harapan. Namun ia biasa dipanggil Cungkiang oleh teman-temannya. Entah apa arti nama yang aneh terdengar di telinga, tapi begitulah dunia, habis pada kata mungkin sudah zamannya.
Beberapa kali Ayah dan Ibuku kewalahan dengan ulahnya. Sering didatangi orang ataupun tetangga yang marah dengan kenakalan Kakakku. Ada yang minta tanggung jawab untuk perawatan anaknya yang harus dibawa ke dokter, karena cedera berkelahi dengan Kakakku atau yang minta ganti rugi karena kaca jendela rumahnya pecah dilempar batu, atau anak-anak yang nangis karena dibully dan adu jotos dengan Kakakku. Astaghfirullah.
Ayah sering kewalahan menghadapi Kakakku ini, mungkin karena sesama laki-laki, mereka sering ribut dan emosi. Meski tidak mau melawan Ayah, tapi suara keras Kakakku cukup membuat Ayah bersikap mengalah. Biasanya Ibulah yang tampil menghadapi keberingasan Kakakku satu ini, bahkan kadangkala sampai Ibu menangis sesegukan, barulah Kakakku merasa menyesal dan minta maaf.
Pernah kami mengalami masa sulit keuangan. Meski Ayah bekerja di perusahaan swasta, tapi karena hanya tamatan SMP, penghasilan Ayah tak cukup untuk keluarga besar kami. Terpaksa Ibu turun tangan.
Bersyukur Ibu pandai menjahit. Jadi, ketika kantor ayah mengadakan program baju seragam, Ibu mengajukan diri untuk ikut dalam proyek besar kantor ayah. Bersyukur Ibu diterima sehingga Ibu dapat penghasilan yang lumayan besar, meski harus begadang beberapa hari menyelesaikan pesanan jahitan, tapi Ibu tak pernah mengeluh. Semua itu dijalani dengan senang, dengan ikhlas.
Apalagi Ibu kepala kantor ayah, sangat mengagumi jahitan Ibu. Sehingga Ibu menjadi penjahit langganannya. Alhamdulillah, Ibu menjadi penyelamat keuangan keluarga, di tengah sibuknya beliau mengurus kami semua. Bukti ibu begitu pandai bergaul, karena ibuku orang yang menyenangkan.
Itulah ibuku, yang mempunyai pikiran cemerlang, yang tak pernah kehabisan akal untuk meningkatkan taraf kehidupan keluarganya. Yang tak pernah mengeluh dengan beribu kelakuan anaknya.
Ibuku, wanita bijak yang bersahaja. Yang tidak mengharapkan balasan kebaikan dari anak-anaknya. Yang kadangkala menahan tangis dan rasa lapar demi terpenuhinya kebutuhan keluarga. Yang berjuang dengan menistakan diri demi harga diri keluarga. Ibu, jasamu takkan pernah terbalaskan.
Bu, disaat aku ingin berbagi dan merawatmu engkau pergi mendahului kami. Tidak ada kesempatan lagi untuk berbakti kepadamu, di saat aku butuh bimbinganmu, di saat aku butuh nasihatmu, engkau pergi untuk selamanya. Masih kuingat perintah untuk beramar makruf nahi munkar kepadamu.
Allah Subḥānahu wa ta’ālā berfirman,
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
Artinya:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.” (QS. Luqman [31]: 14)
Kini Ibu telah damai di haribaan-Nya. Ibuku, seorang ibu
tangguh, yang berani mengemukakan apapun pandangannya yang dianggapnya benar dan mempertahankannya. Kuat pendiriannya, tak mudah goyah, tidak mudah diprovokasi.
Ibu, terimakasih atas semua perjuanganmu dalam melahirkan, membimbing, mengasuh dan merawatku hingga aku dewasa. Terimakasih atas semua pengorbananmu selama ini, tak kenal lelah mendidikku agar aku menjadi seorang muslimah yang sholehah. Terimakasih untuk semuanya yang telah kau berikan. Kini, segenap doa kupanjatkan kepada Allah Swt. semoga engkau bahagia di surga-Nya. Aamiin ya Allah, Aamiin ya Rabb. [An]
0 Comments: