Headlines
Loading...
Oleh. Noviana Irawaty 

Tercatat dalam sejarah bangsa Yunani, wanita dianggap sebagai penyebab segala penderitaan dan musibah. Saat datang tamu, istri akan diperlakukan sebagai pelayan atau budak. Dan istri diberi kebebasan untuk melacur atau berzina. Jika hal ini dilakukan, si istri justru menjadi sangat terhormat.

Sementara di Rowami, wanita sangat tertindas, slogannya adalah ikat mereka dan jangan dilepas. Suami berhak menguasai dan mengatur istri secara penuh dan berhak membunuh istri tanpa alasan/gugatan hukum. Kaum laki-laki pun mempertontonkan aurat wanita dalam sebuah kontes fakuaro.

Sebelum Islam datang, pada zaman jahiliah di Arab, wanita dianggap sebagai budak, bila suaminya meninggal, maka dia bisa diwariskan kepada keluarga suami layaknya harta suami. Ada istibdha’ (untuk mendapatkan keturunan yang unggul, suami memerintahkan istri berzina dengan laki-laki terhormat dan terpandang). Nikah mut’ah, tukar-menukar istri, poliandri. Wanita dianggap najis saat sedang haid, disediakan tempat khusus, tak boleh masuk rumah kecuali setelah suci.

Masyaallah, Islam kemudian datang untuk membebaskan wanita dari penindasan dan perbudakan. Islam menempatkan wanita pada kedudukan mulia dan terhormat, bukan makhluk kelas dua di bawah suami, direndahkan, hina dina. Seorang wanita bukanlah makhluk yang tidak memiliki hak dan kewajiban. Tetapi wanita dan laki-laki memiliki kedudukan yang sama di hadapan Allah Swt. Termasuk dalam pernikahan.

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah bersabda: 
"Berwasiatlah (dalam kebaikan) pada wanita, karena wanita diciptakan dari tulang rusuk, dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah pangkalnya. Jika kamu coba meluruskan tulang rusuk yang bengkok itu, maka dia bisa patah. Namun bila kamu biarkan maka dia akan tetap bengkok. Untuk itu nasihatilah para wanita". (HR. Bukhari dan Muslim)

Demikian istimewanya kedudukan wanita sampai-sampai Rasulullah berpesan kepada kaum lelaki untuk memperlakukan wanita dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang serta dinasihati dengan hikmah saat berbuat salah. 

Rasulullah pun menjelaskan kehidupan rumah tangga suami istri itu, seperti ini, “Innama nisā saqōikur rijal”, yang artinya sesungguhnya wanita adalah sahabat (teman terdekat) bagi kaum laki-laki.

Bagi orang yang ingin menjelek-jelekkan agama Islam, dia akan mengatakan bahwa wanita setelah menikah maka dia akan dikuasai laki-laki. Menjadi subordinasi, dijajah laki-laki, dan seterusnya. Berarti dia tak kenal Islam yang menjadi rahmat bagi alam semesta, kebencian yang membabi buta menghilangkan akal sehatnya dalam berpikir. 

Marilah kita tengok, justru Baginda Nabi Muhammad Saw memberikan pesan kepada kita bahwa wanita adalah sahabat kaum lelaki. Sehingga kaum laki-laki mempunyai kewajiban untuk menempatkan wanita sebagai sahabatnya. Wanita bukanlah bawahan dengan atasan, bukan prajurit dengan komandan, budak dengan majikann. Tetapi hubungan persahabatan. 

Bagaimana sahabat itu? Saling tolong-menolong, bahu-membahu, saling membantu, memudahkan urusan, saling memuji, saat pasangan ada kekurangan saling menutupi lalu meluruskannya, dan saat ada persoalan saling mengingatkan saling memberikan tausiyah di antara mereka. 

Istri adalah sahabat bagi suami, maka beruntunglah suami yang mendapatkan istri yang bertakwa, bisa menempatkan suami sebagai pemimpin, kawan diskusi, sekaligus di dalam meniti jalan untuk mendapatkan kebahagiaan hakiki. 

Pahami kedudukan suami sebagai sahabat, berikan hak-haknya. Bersikap layaknya sahabat kepada istri, jangan merendahkan dirinya, jangan menghina dirinya, jika istri salah maka nasihatilah dia dengan baik-baik. Sesuai syariat Islam, jika perlu dihukum, hukumlah sesuai dengan aturan Islam. Misalnya saat nusyusy apabila tidak mempan dengan nasihat, pisahkan tempat tidurnya. Masih tidak mempan, boleh dipukul tapi dengan pukulan yang tidak menyakitkan. 

Jangan seolah-olah karena sudah dinikahi, maka suami menguasai istri, tidak memperhatikan kehormatannya, tidak menghargai perasaannya, tidak juga kejiwaan mereka. Bahkan dalam masalah nafkah pun, tak boleh menelantarkan dari sisi penafkahan. Tentu jika terjadi ini menjadi sebuah kesalahan karena pernikahan itu harus sesuai tuntutan Allah dan Rasulullah, diantaranya menempatkan istri sebagai seorang sahabat, bergaul dengan pergaulan yang makruf, memberikan makanan pakaian sebaik-baiknya. Rasulullah berpesan, hendaklah kalian memperbagus/memperindah pemberian makanan kepada istri, tidak ala kadarnya, berikan yang terbaik jika sanggup. 

Agar istri merasa dihargai. Jika hubungan suami istri sudah seperti sahabat maka istri akan memberikan cinta yang terbaik kepada suaminya, memberikan dukungan moril, doa terbaiknya pada suami, tidak hanya memperlakukan suami sebagai sahabat tapi juga imam yang dihormati, dicintai karena pemimpin ini sudah memperlakukan istri sebagai sahabatnya, bukan sebagai pembantu rumah tangga, bukan budak, apalagi makhluk kelas dua, dianggap bukan manusia. Jadikan istri sebagai sahabat dalam rumah tangga agar Allah memberikan keberkahan. 

Mari kita tingkatkan hubungan kita dengan Allah Swt. dan kita jadikan rumah tangga kita sebagai kehidupan  yang bisa mendulang amal saleh dan mendatangkan pahala di yaumil akhir kelak. [ry].

Baca juga:

0 Comments: