OPINI
Jangan Menanam di Tanah Tandus
Oleh. Ummu Shabbiya
Siapa yang tidak ingin memiliki taman bunga yang indah bermekaran dan menyenangkan hati? membuat siapapun yang melihat ikut senang, ingin ikut menanam juga namun tak semua orang tahu apa kunci dibalik tanaman subur dan berbunga indah itu. Mereka membeli bibit terbaik, lalu mereka menanamnya, menyiraminya tapi tanaman tersebut mati beberapa hari berikutnya.
Setelah itu diulang lagi, beli bibit yang lain barangkali cocok, ditanamlah disitu, bertahan beberapa hari, lalu mati lagi setelah beberapa saat. Begitu terus berulang, sampai tidak bisa lagi dihitung bunga yang mati ditanah itu. Namun si penanam tidak juga sadar dimana masalahnya. Dia mengira yang salah adalah tanamannya yang tidak kuat.
Masih juga mencoba menanam lagi dengan bibit terbaik menurutnya tapi, tetap mati pada akhirnya. Harapannya hanyalah harapan semu yang berujung kekecewaan. Lantas dimana letak kesalahannya? Apakah airnya? Apakah bibitnya tidak tahan dengan kondisi wilayahnya? Dia hanya berfikir dan berkutat disekitar itu saja.
Dia lupa bahwa hal paling krusial dan paling penting dalam menanam adalah pada media tanamnya. Dia lupa media tanamnya tidak pas, buruk dan justru membunuh bibit tanaman terbaik yang di tanamnya. Tapi ini bukan tentang tanaman. Ini hanyalah analogi tentang bagaimana wajah demokrasi kita.
Tahun demi tahun berganti, tokoh demi tokoh berganti duduk di kursi pemerintahan namun pada akhirnya semua berujung kecewa.
Kecewa karena jauh dari ekspektasi. Karena jauh dari ucapan-ucapannya kala berkampanye. Namun rakyat masih berharap, bergantinya tokoh akan membuat pembaharuan atas keadaan yang semakin sulit. Ternyata semua tak lebih dari pepesan kosong, suara rakyat tak pernah didengar. Mereka berlalu setelah duduk di kursi empuk, di ruangan dingin nan nyaman itu. Dan kita, menelan kekecewaan lagi, namun menolak sadar. Masih berharap pada tokoh-tokoh baru agar mau mengubah keadaan agar membaik. Mbok yo sadar bahwa 'media tanamnyalah yang buruk'. Media tanam yang buruk, menghasilkan tanaman yang tidak bagus pula, bahkan mati. Rakyat mungkin lupa, bahwa diatas media tanam demokrasi, kita tidak bisa berharap banyak. Berharap aturan dan undang undang yang dibuat bisa berlandaskan nash syara adalah mimpi disiang bolong, karena demokrasi lahir dari rahim sekulerisme, yang memisahkan agama dari kehidupan, maka jika kita ingin hukum memihak pada yang benar, itu fatamorgana.
Rakyat dilayani dengan sebaik-baiknya itu impian kosong belaka. Namun masih saja umat jalan ditempat, tidak mau move on dan masih memelihara asa yang sudah kerap dipatahkan.
Demokrasi sudah terbukti, tidak pernah bisa mensejahterakan ketika diterapkan, namun tetap dijajakan dan dilestarikan karena dalam sistem demokrasi inilah kapitalis kapitalis rakus bisa bebas mengeruk keuntungan dan dijamin keberadaanya. Demokrasi lahir dari rahim sekulerisme, yang memisahkan agama dari kehidupan. Jaminan kesejahteraan untuk para korporat tak diragukan lagi.
Slogan dari oleh dan untuk rakyat hanyalah pemanis, agar sistem bobrok ini tetap bisa dijalankan. Pada faktanya ketika rakyat menjerit, suaranya tidak terdengar oleh wakil-wakilnya. Rakyat dibiarkan merana sendiri. Mereka mengobati kekecewaannya dengan berharap ke depan ada pemimpin yang lebih baik. Lalu bila 5 tahun berlalu, mereka kembali diberi janji-janji yang entah dapat terealisasi atau hanya sebatas orasi. Lantas sampai kapan ini akan kita pertahankah? Bukankah kita ingin memiliki tanaman yang tumbuh sehat dan menghasilkan bunga terbaik?
Maka kunci keberhasilannya adalah pada mengganti media tanam yang buruk tadi ke media tanam yang baik. Buang media tanam yang buruk, lalu tukar dengan media tanam terbaik, yakni Islam.
Kesejahteraan hanya akan kita raih saat kita menerapkan aturan sesuai dengan syariatNya. Hanya sistem Islamlah yang sudah terbukti menjadi media tanam terbaik, sehingga menghasilkan "bunga - bunga terbaik". Dalam sistem Islam semuanya diatur sesuai dengan aturan yang bersumber dari Al Khalik. Islam memandang kepemimpinan dan jabatan yang akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah. Sehingga dalam sistem Islam tidak akan kita jumpai orang-orang yang melalaikan amanah dan hanya memakmurkan golongannya atau partainya saja karena mereka sadar, semua keputusan dan kinerjanya dipantau oleh Allah. Wallahu a'lam bi showwab. [ry].
0 Comments: