Headlines
Loading...
Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP), Solusikah?

Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP), Solusikah?

Oleh. Regnata Jala Prastiwi Putri

Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Setiap tahunnya, kegiatan ini berlangsung dari tanggal 25 November yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan hingga tanggal 10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional (Komnasperempuan.go.id, 05/12/2023).

Sementara fakta di lapangan angka kasus kekerasan di Indonesia saja setiap tahunnya mengalami kenaikan. Di lingkungan kampus, kekerasan terhadap perempuan masih sangatlah tinggi. 

Dilansir pada laman Kompas.com, 24/11/2023, Antonius menjelaskan menurut catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2022, kekerasan di Indonesia terhadap perempuan mencapai 338.496. Kekerasan seksual sendiri sebanyak 4.660 dan kampus menempati posisi puncak dengan 27% laporan. Fakta ini menunjukkan kampanye ini hanya Seremonial belaka, karena tanpa adanya langkah nyata dan tidak membawa pengaruh perubahan terhadap permasalahan ini. Sehingga diadakannya kampanye atau peringatan untuk menghapus kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia bukanlah solusi yang tepat karena tidak menyasar kepada akar masalah.

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA RI Nahar mengatakan, kegiatan Aktivasi Layanan SAPA 129 Terintegrasi ini dilaksanakan serentak di 10 Provinsi. Adapun pengaduan terbanyak yaitu Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. "Namun jangan diartikan bahwa yang angka kasusnya terbanyak itu bermasalah. Itu justru harus dipahami bahwa orangnya itu memiliki kesadaran untuk melaporkannya tinggi. Melaporkan itu lebih baik daripada tidak melapor sama sekali," ujar Nahar (Kompas.com, 06-10-2023).

Dari sini dapat kita ketahui bahwa data yang dimiliki pemerintah mengenai kasus kekerasan terhadap perempuan adalah para korban yang memiliki keberanian dan memiliki kesadaran tinggi untuk melaporkan ke pihak yang berwajib. Sehingga masih banyak korban diluar sana yang bersembunyi ketakutan bahkan mengalami trauma. Pelaku kekerasan atau kriminal, nyatanya tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa pada anak, tetapi juga dilakukan oleh mereka yang masih tergolong remaja pada anak-anak. Kekerasan ataupun kejahatan lainnya seolah-olah telah menjadi hal biasa dan lumrah. Tanpa ditentukan usia. Melihat banyaknya fakta kekerasan pada wanita dan anak, tentu membuat sebagian orang tua khawatir dan was-was. Sejumlah kejahatan selalu mengintai. Bahkan tidak ada jaminan ketika berada di rumah, kekerasan akan musnah. Pada faktanya, berbagai kekerasan justru datang dari rumah dan orang-orang terdekat. Apalagi saat berada di luar rumah. 

Kekerasan terhadap perempuan ini terjadi karena buah dari penerapan sistem hidup kapitalis-sekuler yang memandang perempuan sebagai alat komoditi untuk menghasilkan uang. Perempuan yang dianggap berdaya dan disegani jika dia mampu menghasilkan uang serta ikut membantu perekonomian keluarga bahkan negara. Akibatnya fitrah perempuan tidak berjalan sebagaimana mestinya, perempuan harus bekerja diluar rumah dengan situasi dunia luar yang rawan terjadi kekerasan. 

Ditambah sanksi yang diterapkan di negara ini terbukti sama sekali tidak membuat efek jera para pelaku, sehingga kekerasan terhadap perempuan sulit diatasi dalam sistem hari ini. Mengatasi permasalahan ini sejatinya harus diselesaikan dari akarnya yakni merubah sistem hidup kufur kapitalis-sekuler yang menjadi biang kerok seluruh problematika kehidupan saat ini. 

Oleh karena itu, solusi kekerasan terhadap perempuan tidak akan pernah terhapus hanya dengan mengadakan kampanye karena tidak menyasar kepada akar permasalahan. Akar permasalahan dari segala problematika kehidupan saat ini adalah penerapan sistem kapitalis-sekuler. Sistem ini yang harus segera dimusnahkan dan diganti dengan sistem yang benar yakni sistem Islam. 

Islam begitu memuliakan perempuan, dalam Islam seorang perempuan wajib dijaga dan terjaga. Bahkan di dalam Al-Qur'an terdapat salah satu surat yang khusus membahas tentang perempuan yakni surat An-Nisa. Seorang perempuan diperlakukan istimewa dalam Islam, seorang perempuan yang belum menikah menjadi tanggung jawab keluarganya yakni ayah atau saudara laki-laki atau yang menjadi walinya. Jika telah menikah berganti menjadi tanggung jawab suaminya baik nafkah maupun kehormatan. Suami wajib memberikan nafkah yang layak dan memastikan terpenuhi kebutuhan Istrinya. Melindungi dan memberikan pendidikan, berlaku baik kepada perempuan yang menjadi istrinya. Bahkan seorang perempuan yang telah menjadi ibu, telapak kakinya menjadi surga bagi anak-anaknya. Begitu mulianya perempuan di dalam Islam. 

Sejatinya rakyat sangat membutuhkan peran negara sebagai pelindung dan pengurus. Namun, hal ini hanya akan terwujud jika negara menerapkan sistem Islam. Sistem Islam pasti akan melindungi rakyat dari berbagai ancaman bahaya. Negara akan mendidik rakyatnya dengan akidah Islam, menjauhkan rakyat dari pemahaman kufur dan pemikiran liberal. Begitulah potret jika sistem Islam diterapkan dalam kehidupan tak hanya kemuliaan perempuan tetapi juga menjadi solusi bagi seluruh problem kehidupan. Rakyat dalam sistem Islam akan terjamin kesejahteraannya, terjaga kehormatannya, hidup menjadi aman dan nyaman, minim tindak kriminal bahkan hilang. Wallahu a'lam bishawab.

Baca juga:

0 Comments: