Headlines
Loading...
Oleh. Hana Salsabila A.R

Isu Rohingya kembali memanas. Koordinator Kontras Aceh Azharul Husna menyebutkan, imigran etnis Rohingya berdatangan di kawasan Kabupaten Pidie dan Bireuen, Aceh sejak 14 November 2023. Mereka datang melalui jalur laut menggunakan kapal. Azharul menyebut jumlah imigran rohingya sebanyak 346 orang yang berada di Pidie dan 249 lainnya di Bireuen. Warga sekitar telah membantu para imigran Rohingnya yang hendak mengungsi. Namun, setelah diberi bantuan, para pengungsi kemudian diminta kembali ke kapal mereka. "Saat ini masih tersisa empat orang yang berada di darat dan berkomunikasi dengan pihak otoritas pemerintah yang tiba di lokasi," kata Azharul Husna dalam keterangan tertulis. (Tirto.id, 16/11/2023).

Di sisi lain, pemerhati pengungsi Rohingya mengatakan gelombang pengungsi yang datang ke Indonesia kemungkinan akan semakin besar ke depan, karena bantuan internasional untuk pengungsi ini teralihkan ke Ukraina dan Gaza. (BbcNewsIndonesia, 19/11/2023).

Walau pihak warga setempat masih baik hati memberikan bantuan dan penampungan sementara, namun karena jumlah pengungsi yang semakin meningkat, tentu saja hal ini juga menjadi penghambat dan menyulitkan warga setempat untuk membantu karena bantuan yang kian menipis. Belum lagi beberapa isu negatif yang datang dari pengungsi itu sendiri. Dikabarkan tidak jarang  mereka ada yang berbuat ulah dan onar, padahal sudah dibantu. Sebab itulah sekarang warga setempat mulai resah dan antara tega dan tidak tega mereka menolak dan tidak menerima mereka kembali.

Sementara itu, pemerintah Indonesia berpendapat bahwa Indonesia tidak bertanggungjawab penuh atas problem  pengungsi Rohingya. Selama ini Indonesia membantu hanya berdasarkan kemanusiaan, dan bantuan yang diberikan hanyalah solusi sementara, masalahnya tetap ada jika akarnya tidak terselesaikan, yaitu penjajahan etnis Rohingya di tanah mereka sendiri.

Bagaimana pun Muslim Rohingnya adalah saudara bagi kita kaum muslim di Indonesia. Ibarat satu tubuh, jika ada bagian yang sakit, maka bagian lainnya juga ikut merasakannya. Namun karena ikatan nasionalisme yang kuat, belum lagi sekat antar negara, menghambat tindak kita dan negara kita untuk membantu mereka. Kita hanya mampu menampung mereka dan membantu mereka sementara, padahal mungkin masih banyak di antara pengungsi lainnya yang terombang-ambing di laut lepas, bingung mencari perlindungan. 

Sama halnya dengan problematika Palestina saat ini. Kita tak mampu bergerak dan hanya memberi bantuan logistik pada mereka. Sebegitu lemahnya kita. Penjajahan dan penindasan pada muslim di luar sana mungkin masih banyak terjadi dan tidak kita ketahui. Sementara kita disini tak mampu bergerak karena ikatan dan perjanjian antar negara yang menghambat pergerakan bantuan negara muslim.

Hal ini jauh berbeda dengan apa yang ditunjukkan oleh para pendahulu kita, pemimpin kaum muslimin. Di mana mereka begitu sigap terhadap bentuk penjajahan dan penindasan apapun, bahkan terhadap non muslim sekalipun. Islam melarang segala bentuk penindasan dan penjajahan, sekaligus tegas menindak para penindas dan penjajah. Islam juga tidak tanggung-tanggung menolong sesama manusia, apalagi sesama kaum muslimin. Justru itu menjadi tanggungjawab mereka, karena nyawa satu muslim saja berharga dalam Islam. Islam tidak pandang ras, etnis ataupun negara.

Sederhananya bisa kita lihat bagaimana Abu Bakar ra. yang membebaskan budak Bilal bin Rabah yang mana ia disiksa hanya karena masuk Islam. Apakah Abu Bakar memandang ras dan status Bilal saat itu? Tidak, Abu Bakar hanya merasa memiliki tanggungjawab menolong sebagai saudara sesama muslim. Kita bisa lihat juga bagaimana para khalifah terdahulu menolong kota dan rakyat kecilnya yang dijajah dan diserang oleh pemimpin kafir. Khalifah dengan sigap mengirimkan pimpinan pasukan untuk membebaskan kota dan rakyatnya tersebut. Jadi, tidakkah kita mau untuk kembali seperti itu? [HZ]

Baca juga:

0 Comments: