Headlines
Loading...
Oleh. Ummu Faiha Hasna (Pena Muslimah Cilacap)

Rasanya tak sanggup bergeming, mendengar ratapan nasib jutaan konflik lahan umat yang  demikian menggiring akibat konflik lahan yang telah merampas ruang hidup jutaan rakyat hingga kepala pun ikut merasakan pusing. 

Sebagaimana dikutip dari  halaman online kompas.com, 24/9/2023, bahwa Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) setidaknya telah mencatat, ada sekitar 2.710 kejadian berkaitan dengan konflik agraria dalam kurun 7 tahun dari 2015 hingga 2022 atau hampir 9 tahun pemerintahan Joko Widodo hingga saat ini.

Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika mengatakan, terkait konflik agraria ini meletus di banyak wilayah di Tanah Air, yang berdampak kepada 5,8 juta hektare tanah yang menjadi sumber penghidupan sekitar 1,7 juta keluarga di seluruh wilayah Indonesia.

Konflik lahan ini sudah merampas ruang hidup jutaan masyarakat di negeri ini. Dan kini, konflik ini pun terus terjadi di berbagai sektor mulai dari perkebunan yang didominasi oleh sawit, infrastruktur, Proyek Strategis Nasional (PSN),  Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Sektor pertambangan konflik di sektor properti kota mandiri dan area komersial di perkotaan. 

Perampasan hidup akibat konflik agraria yang berkepanjangan ini menimbulkan konflik sosial yang diikuti dengan intimidasi kekerasan dan kriminalisasi. Hal ini tentu menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran di tengah jutaan masyarakat yang ada di di tanah air Indonesia.

Alhasil, tidak ada jaminan keamanan bagi masyarakat yang wilayahnya menjadi sasaran  penggunaan lahan oleh sebagian besar pemilik modal atas legalisasi penguasa. Mirisnya,  bukan hanya itu, konflik lahan pun berakibat pada relokasi besar-besaran dan penggusuran rumah dan tempat hidup masyarakat. Dampaknya yang terjadi adalah rakyat kehilangan rumah, kehilangan pekerjaan, komunitas, bahkan dampak terhadap kelangsungan pendidikan pada anak-anak sekolah.

Adapun dampak lainnya yang diakibatkan oleh konflik lahan ini adalah bencana alam yang menimpa masyarakat termasuk perempuan dan generasi, banjir, tanah longsor, polusi udara, limbah B3 dan kekeringan yang tak terhindarkan akibat terganggunya keseimbangan ekosistem.

Pembukaan lahan dengan metode pembakaran hutan untuk mengelola hutan juga telah menyebabkan masyarakat terkena Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan gangguan paru lainnya termasuk pneumonia. Maka tidak sedikit masyarakat yang menjadi korban karena mengalami luka-luka terserang penyakit hingga kehilangan nyawa  setiap tahunnya akibat persoalan lahan ini. Banyak kepala keluarga yang harus kehilangan mata pencaharian tetap nya hingga berganti mata pencaharian.

Sungguh, konflik lahan tidak bisa dibiarkan begitu saja karena telah menghilangkan sumber penghidupan masyarakat berupa hutan, laut, sungai, cadangan air bersih, udara bersih dan lingkungan hidup yang sehat dan tidak tercemar.

Konflik agraria telah melibatkan petani, masyarakat adat, nelayan, masyarakat pedesaan dan masyarakat miskin perkotaan. Dimana, mereka berhadap-hadapan langsung dengan kelompok bisnis dan negara. Para korporasi berusaha merampas tanah, air, hutan atau sumber daya publik lainnya untuk diprivatisasi dan dijadikan kepemilikan korporasi baik dibeli ataupun disewa.

Atas nama investasi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional, penyerahan pengelolaan lahan kepada korporasi dipermudah oleh pemerintah melalui berbagai regulasi. Kemudahan ini tertuang dalam visi Indonesia Emas RPJMN 2020-2024, dimana pemerintah mendorong investasi seluas-luasnya untuk mendukung pembangunan membuka lapangan pekerjaan, memangkas perizinan, pungutan liar alias pungli dan hambatan investasi lainnya.

Inilah konsekuensi yang terjadi ulah dari penerapan sistem kapitalisme yang memberi kebebasan kepemilikan kepada apa saja kebebasan pemanfaatan dan pengembangan apapun, termasuk lahan.

Bukan tak mungkin, dengan adanya pengambil alih lahan dan sumber daya oleh korporasi yang didukung oleh aturan dan Undang-Undang  yang diberlakukan pemerintah sejatinya menunjukkan berjalannya politik oligarki di negeri ini. Dimana kekuasaan negara digunakan untuk kepentingan akumulasi kekayaan para pemilik modal.Itu artinya, melalui politik oligarki, perampasan lahan warga oleh pihak korporasi mendapat jaminan hukum, peraturan, bahkan dorongan komunitas internasional.

Buah Penetapan Hukum Demokrasi, Merampas Ruang Hidup Jutaan Masyarakat

Politik oligarki sendiri sejatinya adalah buah penerapan sistem demokrasi kapitalisme yang telah berjalan selama puluhan tahun di negeri ini lewat Undang-Undang Minerba maupun UU Cipta Kerja. Perampasan lahan oleh korporasi semakin mendapatkan lampu hijau.

Sungguh, berjalannya politik oligarki di negeri ini telah merampas ruang hidup masyarakat termasuk perempuan dan generasi.

Maka, sejatinya, konflik agraria ini akan tuntas di bawah penerapan sistem Islam secara sempurna di bawah institusi negara Islam, yakni Kh!l4f4h.

Negara Islam atau Kh!l4f4h dibangun atas dasar akidah Islam yang menjadikan hukum Islam berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya landasan dalam mengatur negara. Landasan inilah yang mewajibkan seorang pemimpin negara atau khalifah menjadi pengurus dan pelindung bagi rakyatnya.

Sebagaimana baginda Rasulullah saw. bersabda: "Imam adalah ra'ain (pengurus rakyat dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap urusan (rakyatnya)." (HR. Muslim)

"Sesungguhnya al-Imam itu adalah perisai, dimana (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung dari musuh dengan (kekuasaan)nya. (HR. Muttafaqun 'alaih dan lain-lain)

Pengelolaan Distribusi Kekayaan dalam Islam

Negara Islam akan menerapkan aturan atau sistem ekonomi Islam yang memiliki asas-asas aturan ekonomi yang meliputi kepemilikan pengelolaan kepemilikan dan distribusi kekayaan.

Dalam hal kepemilikan, Islam sendiri mengakui tiga jenis kepemilikan yaitu pertama, kepemilikan individu. Kedua, kepemilikan umum. Ketiga, kepemilikan negara.

Tanah atau lahan dikategorikan berdasarkan kandungan  di dalamnya. Jika tanah mengandung kekayaan alam seperti hutan, tambang, dan sumber daya melimpah lainnya, maka,  tanah tersebut termasuk milik umum yang haram diserahkan kepada individu maupun swasta. Tanah tersebut wajib diperuntukkan  untuk kemaslahatan publik. Adapun tanah yang tidak terkandung kekayaan alam di dalamnya, maka bisa dimiliki individu maupun negara. Tanah yang termasuk milik rakyat atau individu maka wajib dilindungi oleh negara dan tidak boleh dirampas  oleh siapa pun meski itu untuk kepentingan umum kecuali atas izin pemiliknya.

Oleh karena itu, semua hukum kepemilikan tanah harus betul-betul dijaga oleh negara bahkan haram jika negara melanggarnya. Apalagi dengan cara-cara yang zalim atau mafia tanah dengan intimidasi, dengan menipu dan dengan menggunakan kekerasan pada warga.

Maka itu, sungguh, hanya dengan melalui penerapan aturan yang datang dari Islam lah, jutaan umat yang ada di dunia bisa hidup dengan kesejahteraan, ketentraman, termasuk bagi perempuan dan generasi. Wallahualam bisshawab. [Ma]

Baca juga:

0 Comments: