OPINI
Menuju Indonesia Emas Bebas Sunting, Seberapa Penting?
Oleh. Aulia Rahmah
(Kelompok Penulis Peduli Umat)
Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany, mengungkapkan adanya indikasi penyelewengan dana penanganan ‘stunting’ (kekurangan gizi pada anak) di tingkat daerah. Sebelumnya, Presiden Jokowi juga menyampaikan bahwa pendanaan ‘stunting’ tidak digunakan dengan benar. Bentuk penyelewengan dana ‘stunting’ oleh aparat ASN yang belum sesuai harapan, misalnya dana digunakan untuk biaya rapat dan perjalanan dinas, atau penyediaan menu yang tidak layak untuk anak. Hasbullah mengakui bahwa perilaku korupsi di negeri ini masih tinggi, terbukti setiap pekan pasti ada kasus tangkap tangan (beritasatu.com, 1/12/2023).
Mudahnya para aparat menyalahgunakan dana program ‘stunting’ menunjukkan kurang kesungguhan mereka dalam bekerja. Mengapa sampai hal ini terjadi. Sebabnya adalah karena mereka kurang menyadari bahwa pekerjaan mereka sejatinya adalah bentuk pengabdian kepada rakyat. Jika mereka dapat gaji dan tunjangan seharusnya mereka merasa cukup, bukan malah mengurangi hak orang lain untuk mencari tambahan dari jalan yang buruk.
Banyak pihak bersuara dan menyarankan kepada pemerintah untuk meminimalkan perilaku korupsi dengan memaksimalkan pengawasan. Pemerintah bisa menggandeng dosen-dosen kesehatan, fakultas kedokteran, kebidanan, dan perawatan di daerah. Sedangkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana, pemerintah bisa menggandeng elemen masyarakat dan ibu-ibu PKK agar menyediakan menu makanan yang sesuai, misalnya daging ayam dan susu.
Membentuk generasi sehat dan kuat sangatlah diperhatikan di dalam Islam. Allah telah memperingatkan di dalam Al-Qur'an, dengan firman-Nya, “Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (TQS. An-Nisa’: 9)
Menurut tafsir Kemenag RI, ayat ini memberi anjuran untuk memperhatikan nasib anak-anak lemah, termasuk yatim yang belum mampu mandiri di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap kesejahteraannya lantaran mereka tidak terurus, lemah, dan hidup dalam kemiskinan. Oleh sebab itu, hendaklah mereka para wali bertakwa kepada Allah dengan mengindahkan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar, penuh perhatian dan kasih sayang terhadap anak-anak yatim dalam asuhannya.
Anak-anak yang lemah, tentu saja diawali dengan lemahnya kondisi fisik mereka akibat ‘stunting’. Oleh karenanya, sebagai penanggung jawab rakyat, negara haruslah memaksimalkan perannya, dengan membentuk pribadi yang bertakwa pada seluruh penanggung jawab anak-anak, dari orang tua, pendidik, tenaga kesehatan, dsb. Wujud takwa adalah dengan mengupayakan agar hak-hak anak-anak dapat tertunaikan dengan baik.
Jika penunaian hak anak terganjal korupsi, maka diperlukan upaya untuk menghilangkan korupsi dengan segala bentuknya. Agar diperoleh pribadi takwa, sebagai modal memberantas korupsi, maka nilai takwa perlu dihadirkan dalam benak seluruh elemen masyarakat, termasuk aparat ASN. Dengan takwa inilah, seseorang dapat mengontrol perilaku dirinya. Apakah menyalahgunakan dana atau mengurangi hak anak ‘stunting’ diperbolehkan (dihalalkan dalam agama). Dengan takwa seseorang akan merasa cukup dengan pendapatannya, menolak tambahan harta dari yang bukan haknya. Seseorang yang bertakwa akan menyadari adanya hisab di akhirat terhadap perilakunya yang curang.
Jika kontrol individu hadir dalam diri para aparat dan semua elemen masyarakat, maka kesadaran kolektif akan didapat dan semua aparat akan bekerja dengan sebaik-baiknya. Ditambah ketegasan penegak hukum dan sanksi yang menjerakan, maka tak perlu pembentukan lembaga-lembaga pengawasan yang berlapis-lapis seperti saat ini. Bahkan adanya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) tak menjamin penyalahgunaan dana sirna. Bahkan kini, petinggi KPK pun terjerat kasus korupsi.
Untuk mewujudkan Indonesia Emas Bebas ‘Stunting’ di 2024, tak bisa bertumpu pada sistem kapitalisme. Sebab, sistem inilah yang menjadi pemicu ketimpangan sosial yang berdampak munculnya ‘stunting’ dan kemiskinan yang sulit diberantas. Negara butuh sistem yang cocok untuk mewujudkannya. Dan sistem yang sesuai adalah dengan penerapan sistem Islam secara sempurna. Termasuk sistem politik dan ekonomi Islam.
Dengan sistem Islam yang sempurna, negara dapat mewujudkan kesejahteraan di tengah-tengah masyarakat dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang luas dan mengelola sumber daya alam (SDA) milik umum untuk menyediakan semua kebutuhan dasar setiap warga negara, yakni menjamin tumbuh kembang anak agar sehat, kuat dan berdaya di masa depan. Wallahualam bissawab. [Ni]
0 Comments: