Headlines
Loading...
Oleh. Nirwana Sadili

Musibah itu bermacam-macam jenisnya. Ada musibah kehilangan orang yang dicintai, kehilangan harta, tanah longsor, tsunami, banjir, kekurangan, kelaparan, kemiskinan, anak-anak yang sulit diatur, diuji dengan pasangan, dan berbagai musibah lain yang menimpa manusia. Semua ini adalah musibah yang terkait perkara dunia. 

Sedangkan musibah terbesar yang menimpa manusia adalah musibah dalam agama. Menurut Syekh Ibnu Baz ‘rahimahullah’, “Musibah dalam agama adalah apabila menimpa kepada seseorang yang memudaratkan agama mereka, maka itu adalah musibah dalam agama. Seperti berkuasanya musuh, atau teruji dengan keburukan-keburukan maksiat, atau terjadinya murtad, atau munculnya pemimpin-pemimpin yang buruk yang menghalang agamanya, atau kecondongan kepada hawa nafsu syahwat yang menghalangi dalam agamanya, ataupun ketika seseorang berteman dengan orang yang menghalangi dia dalam agamanya.” 

Melihat pernyataan dari Syekh Ibnu Baz, fakta tersebut sekarang tampak jelas ada di hadapan kita, musibah yang menimpa Islam dan kaum muslimin, seperti berkuasanya musuh. Musuh-musuh Islam tidak henti-hentinya menyerang kaum muslimin dengan berbagai jargon yang disematkan pada kaum muslimin seperti radikal, teroris, intoleran, dan berbagai julukan kepada kaum muslimin yang menginginkan tegaknya Islam kafah. 

Propaganda-propaganda manis yang berbalut racun terus digencarkan seperti Islam ‘rahmatan lil ‘alamin’ versi mereka, yaitu: Islam yang menerima perbedaan, Islam moderat atau moderasi beragama, Islam lokal. Propaganda ini terus digencarkan musuh-musuh Islam.

Anehnya kaum muslimin menerima begitu saja seolah-olah itu baik atas nama toleransi, padahal itu seperti madu berbalut  racun yang perlahan-lahan mematikan dan memusnahkan. Dari segi kemaksiatan, banyak kemaksiatan yang terpampang nyata di depan kita, seperti pergaulan bebas, perundungan, seks bebas, tawuran remaja, aborsi, pembunuhan, perampokan, sumber daya alam dirampok, dan masih banyak kemaksiatan yang lain. 

Dalam bermuamalah meninggalkan Islam sebagai aturan hidup. Agama hanyalah sebatas ibadah ‘mahdah’ saja seperti salat, puasa, haji. Sementara yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain atau muamalah diserahkan kepada manusia yang sifatnya lemah, terbatas, dan serba kurang. Hal ini menjadikan kehidupan banyak ketimpangan dan kerusakan. Allah tidak boleh campur tangan dalam urusan publik. 

Paling parahnya lagi banyak kaum muslimin bersekutu dengan musuh-musuh Islam untuk menghalang-halangi tegaknya syariat Islam. Demi kerakusan atas materi mereka rela menukar agamanya untuk mengumpulkan koin-koin emas. 

Musibah dalam agama tidak akan berubah hanya dengan istigfar dan berdoa, tetapi harus ada upaya untuk mengubahnya. Tidak mungkin akan berubah selama kaum muslimin tidak melakukan perubahan. Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an surat  Ar-Ra’du ayat 11:
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ
Allah tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”

Cara kita mengubah suatu kaum adalah dengan mengopinikan dan mendakwahkan Islam kafah. Wallahualam bissawab. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: