Headlines
Loading...
Oleh. Naila

Melihat anak-anak tumbuh dan berkembang secara sehat dan aktif sesuai usianya sangatlah menyenangkan bagi ibu dan keluarga. Namun sayang hal itu belom sepenuhnya bisa terwujud di negeri ini. Menurut data surve status gizi nasional (SSGI). Pada tahun 2022 mencatat prevalensi stunting di Indonesia sebesar 21,6% mengalami penurunan yang dari 24,4% pada tahun 2021. Jakarta, Bersatu.com (4 Desember 2023). Angka presentasi ini melebihi standar yang ditetapkan WHO yaitu sebesar 20%.

Angka presentasi di atas bukan sembarang angka. Ini menunjukkan betapa penguasa saat ini telah gagal dalam menyejahterakan masyarakatnya. Negeri yang terkenal akan melimpahnya sumber kekayaan, baik di darat atau di laut. ternyata masih banyak rakyatnya yang mengalami stunting (kekurangan gizi). Lantas kemana semua sumber kekayaan itu?

Dalam sistem Kapitalis yang dianut oleh negeri ini, wajar jika masih banyak masyarakat yang mengalami gizi buruk. UU SDA yang bisa melegalkan para kapital ini menguasai sebagian besar sumber kekayaan negeri Indonesia. pemerintah yang sebatas sebagai regulator tidak mampu memberikan pengelolaan dengan baik atas kekayaan di negeri ini, para pemilik modalah yang mengelola dan mendistribusikan semua hasil sumber alam yang ada di negeri ini dan merekalah yang menikmati segala keuntungan dari pendistribusian kekayaan negeri ini, sedangkan masyarakat yang tidak memiliki kekuasaan tidak bisa menikmati hasil sumber alam ini. Kita bisa lihat betapa mahalnya harga minyak di negeri ini, air bersih juga sangat sulit didapat akibat penyedotan air yang dijadikan air mineral kemasan oleh para kapital. Maka wajar jika terjadi kesenjangan sosial yang sangat tinggi. Para kapitalis dengan kekuasaannya semakin kaya sedangkan rakyat semakin banyak yang susah karena apa-apa harus membeli. Sedangkan lapangan pekerjaan belum terpenuhi semua bagi kepala keluarga, belum lagi upah minimum yang tidak mencukupi kebutuhan hidup.

Itulah sebabnya negeri ini, masih banyak yang mengalami stunting, karena kemiskinan yang merajalela membuat rakyat ini sulit untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Alih-alih memenuhi 4 sehat 5 sempurna, untuk makan tiga kali sehari saja belum bisa setiap hari terpenuhi.

Memang dalam penanganan pengentasan stunting ini pemerintah bekerjasama dengan dinas kesehatan dan juga elemen masyarakat. Kemenkes dalam mencegah stunting memiliki tiga program. Pertama, dengan pemberian tablet tambah darah (TTD) pada remaja putri. Kedua, pemeriksaan kehamilan dan pemberian makanan tambahan yang mengandung zat besi pada ibu hamil. Ketiga, pemberian makanan tambahan berupa protein hewani pada bayi usia 6-24 bulan.

Akan tetapi, program berbasis proyek ini sungguh tidak bisa menyelesaikan permasalahan. Pemberian makanan tambahan tersebut nyatanya tidak diberikan setiap hari, itupun banyak yang hanya berupa biskuit, padahal ibu hamil dan balita harus makan tiga kali setiap harinya. Lantas jika persoalannya kemiskinan tidak dientaskan, bagaimana gizi ibu dan bayi tercukupi? Apalagi program dengan berbasis proyek ini berjalan jika masih ada dana yang mencukupi. Kalau dana habis program akan terhenti meskipun persoalan belum tuntas.

Belum lagi dana yang sangat besar yang digelontorkan untuk penanganan masalah stunting dijumpai banyak dikorupsi di kalangan pejabat Indonesia. Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sebelumnya mencatat bahwa dana stunting di suatu daerah ada yang digunakan untuk keperluan rapat dan perjalanan dinas Jakarta (Beritasatu.com, 1/12/2023).

Beginilah bentuk periayahan penguasa kapitalis dalam pengurusan rakyatnya. Para penguasa dalam menjalankan amanahnya dengan berharap imbalan berupa materi. Ini berbalik dengan sistem periayahan dalam sistem Islam.

Sistem Islam melahirkan penguasa yang amanah dan kapabel. Sehingga akan mengurus rakyat dengan sepenuh hati sebagai bentuk pertanggung jawabannya kelak di hadapan Allah. Rasullah saw.  bersabda: " Kalian semua adalah pemimpin (pemelihara) dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya." (HR. Bukhori).

Dalam Islam dengan sistem ekonominya mampu mampu memenuhi kebutuhan dasar seluruh rakyatnya karena itu merupakan tanggung jawab negara. Negara akan memastikan setiap kepala keluarga mendapatkan pekerjaaan dan upah yang layak. Jika ada kepala keluarga yang cacat dan ada yang tidak mampu bekerja karena sakit. Sedangkan kerabatnya tidak ada yang mampu membantu. Maka menjadi kewajiban negara untuk menyantuni keluarga tersebut. Negaralah yang akan memenuhi seluruh kebutuhan keluarga tersebut, termasuk mendapatkan pangan yang bergizi hingga keluarga tersebut bisa keluar dari kesengsaraan.

Sebagaimana yang dilakukan oleh khalifah Umar bin Khatab r.a., beliau begitu khawatir tatkala ada seorang ibu yang tidak bisa memberikan makan anaknya, Sehingga beliau rela mengangkat gandum sendiri dan memasaknya langsung untuk memastikan keluarga tersebut makan dengan layak. Sungguh pemimpin yang sulit ditemukan di dalam sistem saat ini. Waallahualam bisshawab. 
[Ma]

Baca juga:

0 Comments: