Headlines
Loading...
Oleh. Sri Suratni

Bismillaahirrahmaaniirrahiim,

MasyaAllah, suatu nikmat dan kebahagian terbesar ketika kita terlahir ke dunia sudah memeluk Islam, karena orang tua kita beragama Islam. Tapi kita tidak mencukupkan hanya dengan memeluk Islam saja tanpa mengkaji dan mendalami lebih jauh tentang Islam.

Seiring berjalannya waktu ketika kita sudah baligh dan dewasa, kita wajib mengkaji dan mendalami ilmu Islam yang selama ini baru secuil yang kita pahami dan amalkan. Ketika beranjak dewasa biasanya kita mulai berpikir dan mulai mencari tahu jati diri kita sesungguhnya. Mulai mengenali siapa sebenarnya kita ini. Bersyukur dan beruntung, ketika di tengah pencarian jati diri tadi, Allah yang Maha Kuasa mempertemukan kita dengan seseorang yang dengan sabar dan tekun membimbing kita ke jalan Islam. Beliaulah guru atau ulama yang Allah hadirkan disaat kita berhijrah ke arah Islam kaffah. 

Mulailah kita mengenal Islam kaffah dan meleburkan diri memperjuangkan Islam di tengah-tengah masyarakat. Bahwa Islam tidak hanya sebatas ibadah mahdah saja, tetapi Islam juga mengatur seluruh aspek kehidupan. Mulai dari hubungan manusia dengan Allah yang meliputii akidah dan ibadah. Berikutnya seperangkat aturan yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, yakni terkait akhlak, pakaian, makanan dan minuman. Selanjutnya seperangkat aturan yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, berupa muamalah, uqubat dan sanksi. MasyaAllah, sungguh luar biasa kasih sayang dan perhatian Allah kepada hamba-Nya sehingga diberikan seperangkat aturan yang sangat lengkap yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, agar manusia selamat hidupnya baik di dunia maupun di akhirat. 

Hijrah kita kepada Islam yang seratus persen mampu merubah kehidupan kita secara totalitas dalam seluruh sendi-sendi kehidupan. Dengan niat berhijrah semata-mata karena Allah dan mengikuti keteladanan Rasulullah, kita mulai memperbaiki dan merubah cara hidup dan cara pandang kita tentang kehidupan, yang tadinya tidak sesuai syariat Islam menjadi hanya menerapkan yang disyariatkan oleh Islam. Yang tadinya ibadah kendor, maka mulai dikencangkan. Yang tadinya tidak menutup aurat, sekarang menutup aurat sempurna. Yang dulunya akhlak dan pergaulan tidak terjaga, sekarang mulai membenahi akhlak dan pergaulan sesuai dengan tuntunan Islam. Yang dulunya melawan kepada orang tua, sekarang patuh, taat dan hormat kepada mereka. Yang dulunya melakukan transaksi ribawi, sekarang sudah lepas dan tinggalkan hal-hal yang berbau ribawi. Dan banyak lagi hal lain yang berubah sesuai dengan yang diinginkan oleh Islam. Saat ini kita hanya ingin diatur dan dipimpin oleh sistem Islam saja.

Darimana ilmu dan pemahaman yang demikian kita dapatkan? Tidak lain adalah dari perjuangan seorang guru, pendidik, ulama atau pejuang Islam yang dengan ikhlas dan kesungguhan melanjutkan tugas Rasulullah dalam mendakwahkan Islam. 

كُوْنـُـوْا رَبَّانِيِّـْينَ حُلَمَاءَ فُقَهَاءَ عُلَمَاءَ وَيُقَالُ اَلرَّبَّانِيُّ الَّذِى يُــرَبِــّى النَّاسَ بِصِغَارِ اْلعِلْمِ قَبْلَ كِبَارِهِ

Artinya: Jadilah pendidik yang penyantun, ahli fiqih, dan ulama. Disebut pendidik apabila seseorang mendidik manusia dengan memberikan ilmu sedikit-sedikit yang lama-lama menjadi banyak (HR Bukhari)

Sungguh Allah Swt. memuliakan para ulama karena mereka adalah pewaris para Nabi

رواه الخطيب البغدادي عن جابر .أكْرِمُوا العُلَمَاءَ فإنَّهُمْ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ، فَمَنْ أكرَمَهُمْ فَقَدْ أَكْرَمَ الله وَرَسُولَهُ :وقال صلى الله عليه وسلم

Artinya: "Hendaklah kamu semua memuliakan para ulama karena mereka itu adalah pewaris para nabi. Maka, siapa memuliakan mereka, berarti memuliakan Allah dan rasulNya " (HR Al Khatib Al Baghdadi dari Jabir ra., Kitab Tanqihul Qaul).

Begitu pula hendaknya dengan kita, muliakanlah para ulama sebagaimana Allah memuliakan mereka. Tatkala kita memuliakan ulama, sama halnya kita telah memuliakan Allah dan Rasulullah Saw. Para ulama seperti pelita yang terus memberikan sinarnya untuk menerangi manusia dari gelapnya fitnah dunia. Mereka ibarat mataharinya dunia. Tanpa mereka dunia gelap dan tidak berjalan proses kehidupan di bumi ini. Mereka seperti bintang yang terus memberikan secercah terangnya di saat malam gulita menyapa. Makanya ketika para ulama wafat, ini adalah musibah besar bagi kaum muslimin di dunia. Kenapa dikatakan musibah yang besar dengan wafatnya para ulama? Jawabnya, dengan wafatnya para ulama maka tidak ada lagi orang yang mukhlis yang akan menebarkan rahmatnya Islam di seluruh penjuru dunia ini. Terputuslah pewaris para Nabi yang meninggikan kalimat Allah di muka bumi.

"Meninggalnya ulama adalah musibah yang tak tergantikan, dan sebuah kebocoran yang tak bisa ditambal. Wafatnya ulama laksana bintang yang padam. Meninggalnya satu suku lebih mudah bagi saya daripada meninggalnya satu orang ulama” 
(HR al-Thabrani dalam Mujam al-Kabir dan al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman dari Abu Darda’).

Oleh karena itu, kita selaku kaum muslimin hendaknya memuliakan ulama dengan senantiasa mempelajari dan mengkaji ilmu Islam dari para ulama, sebelum Allah mewafatkan mereka. Karena dengan wafatnya mereka, seolah-olah kita kehilangan pegangan dan pedoman hidup yang membimbing kita menuju jalan keselamatan. Dengan wafatnya para ulama seakan-seakan telah berakhirlah kehidupan dunia ini.

Wallahuwalam bissawab. 

Baca juga:

0 Comments: