Headlines
Loading...
Oleh. Fitri Ummu Syarif 

Sejuta cinta untuk Ibu
Adalah angka yang kecil Bu
untuk semua ketegaranmu
Yang sungguh membuat kagum ku
Tak pernah kudapati keluh kesahmu
Meski berat beban di pundakmu 
Meskipun lelah menghampirimu
Namun kau menepis dengan ketulusanmu 

Sejuta cinta untuk Ibu
Takkan mampu membayar jerih payahmu
Menari jelas dalam ingatanku
Repotnya dirimu membersamaiku
Bahkan di usia dewasaku
Binar wajahmu menghiasi hariku

Sejuta cinta untuk Ibu
Takkan cukup menjadi hadiah untukmu
Di saat lelap menghiasi malamku
Air wudhu membasahimu
Di sepertiga malam nan syahdu
Bersimpuh di hadapan Rabbmu
Memanjatkan doa terbaik anakmu

Sejuta cinta untuk Ibu 
Tak sebanding dengan cinta dan kasihmu
Yang kian besar membersamaiku
Saat dekat dan jauh darimu
Di saat aku bukan lagi tanggung jawabmu
Kau tak berubah masih sama seperti dulu
Aku tetap bak putri kecilmu
Yang selalu mengkhawatirkanmu
Selalu menanyakan keadaanku
Selalu memastikan bahagiaku
Tak lupa menyebutku dalam bait doamu

Sejuta cinta untukmu 
Tak sebanding nilai jasamu
Sungguh tak pernah bisa ku balas jasamu  
Meski tuntas haji menggendongmu
Meski kupersembahkan dunia untuk mu
Meski jiwa ragaku mengabdi padamu

Sejuta cinta untuk Ibu
Takkan mampu membayar luka di hatimu
Ulah lisan dan sikapku
Menggores lembutnya hatimu
Aku yang kadang lalai mengabarimu
bahkan sekedar menanyai kabarmu
Sebagai penawar rindu di hatimu
Maafkan anakmu 
Aku yang tak bisa membersamaimu
Di kala rindu mengganggu tidurmu
Di hari tuamu
Di saat sakit menghampirimu
Hingga di embusan nafas terakhirmu
Aku tak disisimu
Kunci surgaku membawaku 
ke negeri lain nan jauh darimu
Setelah akad itu atas ridamu

Dapatku pahami...
Peran mulia telah berlalu dengan abdimu
Kepergianmu dengan rida suamimu
Dari kisah perjuangan dan pengorbananmu 
layaklah surga menjadi balasan terbaikmu

Bahkan keindahannya... 
kemewahannya...
kesenangan suurga-Nya...
ada ditelapak kakimu atas keputusanNya
---‐-----------
Bismillahirrahmanirrahim...
Ibu .... 
Aku ingin memelukmu, tapi tanganku tak sampai. Dan setelah mendengar kabar tentangmu, pulangku takkan lagi menyentuhmu. Tak bisa kubayangkan duduk bersimpuh di tempat istirahat terakhirmu. Aku rindu, aku sayang, aku cinta Ibu. 

Bu selama ini aku menahan jeritan hati, aku ingin mencurahkan rindu dan harapanku bersamamu, tapi tidak untuk kali ini. Karena kutahu engkau takkan membaca suratku. 

Aku minta maaf bu, Selama ini, aku membohongimu dengan mengatakan aku baik- baik saja dan aku bahagia disini.
  
Dari setiap nada terakhirku menelponmu, kutahu engkau memahamiku. Mana mungkin aku bisa membohongimu. Hampir seluruh waktuku habis bersamamu. Kecuali pasca akad nikah itu. Aku takkan bisa membohongi ibu. Aku sangat rindu dekapanmu, rasanya aku ingin menjadi putri kecilmu saja, agar kunikmati waktu bersamamu, bahagia bersamamu, menghabiskan masa denganmu, tak jauh darimu. Membisikan talqin bersamamu di waktu terakhirmu seperti dulu engkau mengajariku. 

Bu bagaimana bisa aku baik baik saja. Rasa sesak di dada tak jarang tiba menghampiri. Aku ingin bersama Ibu, aku nggak mau jauh dari Ibu. Apalagi di usia Ibu, mendengar Ibu sakit yang terkadang takku ketahui karena engkau pun membohongiku. Kebohongan agar kita tak saling mengkhawatirkan. Bu, ternyata ini patah hati seorang anak terbesar dalam hidupnya. Dunia terasa hancur di hadapanku. Gelap dan gamangnya meniti kehidupan ke depan. Aku tanpamu? 
Aku tanpa suaramu? 
Aku tanpa ditelepon olehmu?
Mestinya aku yang menelponmu bukan?
Aku pulang hanya melihat fotomu di dinding? 
Tidak bu.... 

Aku pernah merasakan sesak yang hebat, saat masa kritisku menjadikanmu bergelar nenek. Sebelumnya, aku lihat di sekitar mereka didampingi ibunya yang tersenyum bahagia, terdengar sedang menyemangati putrinya, mendampingi putrinya melalui masa ketidakberdayaannya. Aku? Aku merasa sendiri di negeri asing ini Bu, menahan rindu yang takkan pernah berkesudahan. Mereka beruntung dibersamai ibunya. 

Tapi, aku bisa lalui dengan tegar setelah mendengar nasihatmu, suaramu yang indah dan menggugah, semangat motivasi yang tanpa kuminta, "Ada Allah di antara kita, tutup matamu dari hijaunya rumput tetangga, dan syukuri yang kamu miliki serta sabar dan rida atas ketetapannya." Sangat ampuh bagiku, Bu.

Ibu, engkau  paling mengerti dan memahami kekuranganku. Dekapan dan nasihat hangatmu selalu menjadi tempat kembali ternyaman ketika dunia tak berpihak padaku. Tapi, kenyataan ini sungguh sangat pahit Bu. Ibu baru saja mencium cucu ibu lewat video call, setelah 10 tahun penantian dan doa untuk hadirnya cucumu Bu. Ibu belum memeluknya, Ibu belum mencurahkan kasih sayang untuknya yang kata orang "Sayang nenek lebih lagi ke cucunya." Kalau sudah lemah batin begini, kuputar lagi semangat dan motivasimu di benakku. Hanya itu yang bisa ku lakukan, karena ku tak bisa dengar suara indahmu lagi. 

Aku juga kehilangan keberkah dari doa ibu yang tanpa hijab.
Ibu, maaf aku takkan pernah bisa membalas semua kasihmu yang sempurna. Maafkan anakmu yang kini tak bisa dampingi penyelenggaraanmu, kecuali saat ghaib dan dan tugasmu telah selesai mendoakanku. Giliranku meneruskan doa yang takkan putus jua untukmu seumur hidupku.

Sungguh, yang dikhawatirkan anak rantau kini menghampiri hidupku. Aku tanpa mu lagi Ibu. Kuiingat selalu firman Allah: 

وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ

Artinya: "Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu." (QS Luqman: 14).

Terima kasih ya Rabb, telah menghadirkan sosok ibu yang luar biasa dalam hidupku. Ampuni dosanya, sayangi ia, tempatkan ditempat yang mulia disisimu. Aku mencintai ibu karena Allah. [An]

Baca juga:

0 Comments: