Headlines
Loading...
Oleh. Nurma Safitri

Dilansir dari www.bbc.com, bahwa sejumlah anak usia sekolah dasar didiagnosis kecanduan judi ‘online’ dari konten ‘live streaming’ para ‘streamer’ gim. Yang mirisnya secara terang-terangan mempromosikan situs judi slot tersebut.

Menurut dokter spesialis yang menangani anak-anak tersebut menunjukkan indikasi yang mengarah pada kecanduan gim ‘online’ seperti: anak menjadi lebih boros, uring-uringan, tidak bisa tidur dan makan, menyendiri, dan performa belajar terganggu.

Siapa pun pasti mengetahui termasuk pemerintah bahwa judi membawa malapetaka. Sayangnya, pemberantasan perjudian terlihat dilakukan hanya setengah hati. Terbukti dilihat dari hasil identifikasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat ada 2,7 juta masyarakat yang terlibat judi ‘online’ dan 2,1 juta di antaranya adalah warga berpenghasilan di bawah Rp100.000,00 (www.bbc.com, 27/11/2023).

Juru bicara PPATK Natsir Kongah mengatakan bahwa masyarakat berpenghasilan rendah ini ada pelajar, mahasiswa, guru, petani, IRT, pegawai swasta, PNS, dan aparat. Pelajar yang disebutkan Natsir adalah anak-anak dengan jenjang pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA, dan mahasiswa (www.bbc.com, 27/11/2023).

Di dalam sistem kapitalisme saat ini, memberantas judi ‘online’ adalah seolah suatu hal yang tidak ada akhirnya atau hanya sekedar ilusi belaka. Karena kepemimpinan dalam sistem kapitalisme membuat hanya para pemilik modallah yang bisa mengendalikan negara, sehingga negara seolah tidak dapat berkutik. Hal ini terbukti bahwa Wakil Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Nezar Patria, mengakui perang terhadap judi ‘online’ sangat berat sehingga mempertimbangkan membentuk satuan tugas yang terdiri dari kepolisian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Padahal apabila negara tersebut berdaulat dan ingin menjaga generasinya tentu negara akan optimal dalam melakukan penjagaan dan pemberantasan meski harus mengeluarkan biaya besar.

Hanya saja peran itu tidak akan terjadi kecuali di dalam negara Khil4fah, yaitu sebuah negara yang menerapkan syariat Islam secara kafah (menyeluruh) sebagai penjaga umat.

Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Al-Imam (Kh4lifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya." (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dan lain lain)

Maka keberadaan Khil4fah akan memastikan keamanan bagi seluruh rakyatnya dari hal-hal yang membahayakan, termasuk judi baik ‘offline’ maupun ‘online’.

Peran Khil4fah dalam Memberantas Perjudian

Dalam Islam, selain merusak masyarakat, judi juga perbuatan maksiat yang dilarang. Allah Swt. telah berfirman bahwa, “Sesungguhnya (minuman) khamar (arak/memabukkan), berjudi (berkurban untuk berhala), dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan seran. Maka jauhilah perbuatan perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." (QS. Al-Maidah: 90)

Judi akan diberantas secara tuntas oleh Khil4fah, mulai dari pelaku, agen hingga bandar. Khil4fah mudah meringkus para pelaku dikarenakan Khil4fah adalah negara yang berdaulat penuh atas negara dan sistem hukumnya. Khil4fah bukanlah negara yang mudah dibeli dan kemudian dikendalikan oleh para pemilik modal, sebagaimana para negara kapitalisme.

Kemudian para ‘syurthah’ (polisi) dalam Khil4fah akan melakukan patroli baik ‘offline’ maupun ‘online’ untuk memastikan masyarakat bersih dari perjudian secara langsung. Sementara itu para pakar IT dan polisi siber terbaik Khil4fah bertugas memantau, mengawasi, meretas, dan memblokir situs judi ‘online’ dari media sosial. Mereka akan meringkus para pelaku dengan mudah dan akan diadili oleh kadi ‘hisbah’.

Pelaku akan mendapat sanksi takzir sesuai dengan tingkat kejahatan yang mereka lakukan. Sanksi ini akan menimbulkan efek jawabir (penebus dosa dan membuat pelaku jera) dan efek jawazir yaitu mencegah agar kemungkaran serupa tidak terulang kembali di tengah-tengah masyarakat.

Di sisi lain, Khil4fah juga akan menjaga anak-anak dengan mengoptimalkan peran keluarga masing-masing, masyarakat, dan sistem pendidikan. Dari keluarga, anak-anak harus mendapatkan pendidikan akidah pertama. Pendidikan ini akan membuat anak-anak terbiasa dan sadar harus terikat dengan syariat Islam, sehingga mereka memiliki ‘self control’ untuk tidak melakukan kemaksiatan.

Di sisi lain, masyarakat dalam Khil4fah adalah masyarakat Islam yang senantiasa melakukan amar makruf nahi mungkar, bukan masyarakat yang individualis, yang tidak memperdulikan masyarakat sekitarnya seperti masyarakat kapitalisme. 

Perjudian akan susah dilakukan, karena masyarakat tidak segan-segan memberi peringatan dan melaporkan para pelaku kepada pihak berwajib. Pihak berwajib pun harus sigap dan tanggap terhadap laporan warga. 

Ketika anak-anak melihat aktivitas seperti ini, akan semakin terbentuk di dalam benak mereka bahwa perjudian adalah haram dan sanksi yang diberikan begitu mengerikan, sehingga semakin kuat ‘self control’ mereka untuk tidak mencoba berjudi. 

Sementara ketika anak-anak di sekolah, mereka akan dididik dengan kurikulum pendidikan Islam yang tidak lain bertujuan mencetak generasi yang memiliki kepribadian Islam yakni, pola pikir dan pola sikap mereka sesuai dengan Islam, yang memiliki keahlian dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan dengan ilmu alat, dan siap menjadi seorang pemimpin. Pendidikan yang demikian akan mengarahkan anak-anak fokus untuk menyadari bahwa potensi yang mereka miliki harus diberikan untuk kemuliaan Islam, sehingga tidak ada waktu untuk berpikir mencoba kesenangan yang mengarah kepada kemaksiatan, seperti judi ‘online’.

Jadi, kunci tuntasnya pemberantasan perjudian pada generasi Islam khususnya anak-anak baik offline maupun ‘online’, mengharuskan adanya peran keluarga, masyarakat, dan negara secara optimal dan hanya daulah Khil4fah yang dapat mewujudkannya.

Wallahualam bissawab. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: