Headlines
Loading...
Oleh. Haya Koyumi
(Ibu Pendidik Generasi)

Menurut Kemenkes stunting merupakan gangguan pertumbuhan yang dialami oleh balita yang mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan anak yang tidak sesuai dengan standarnya sehingga mengakibatkan dampak baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Data PBB 2020 mencatat lebih dari 149 juta (22%) balita di seluruh dunia mengalami stunting dan 6,3 juta di antaranya merupakan balita Indonesia. Menurut Unicef stunting disebabkan kekurangan gizi dalam 2 tahun usia balita ibu kekurangan nutrisi saat kehamilan dan sanitasi yang buruk.

Saat ini prevalensi Indonesia 21,6% sementara target yang ingin dicapai adalah 14% pada 2024. Untuk menyelesaikan kasus ini, menurut Menteri Kesehatan  Budi Gunadi Sadikin ada upaya pencegahan dari  Kementerian Kesehatan, pertama adalah pemberian TTD (Tablet Tambah Darah) pada remaja putri. Kedua adalah pemeriksaan kehamilan dan pemberian makanan tambahan pada ibu hamil dan ketiga pemberian makanan berupa protein hewani pada anak berusia 6 sampai 24 bulan. 

Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo menyoroti penanganan kasus stunting yang belum optimal. Rahmad menyebut program pemberian makanan tambahan di Depok Jawa Barat di bawah standar. Rahmad menjelaskan, fenomena program stunting yang tak optimal sebagai pendekatan proyek. Dikatakannya, pendekatan ini hanya berorientasi pada penuntasan program kerja, tetapi nihil output atau hasil (Beritasatu.com, 1/12/2023)

Sementara itu Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany mengungkapkan adanya indikasi penyelewengan dana untuk penanganan stunting di beberapa daerah. Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sebelumnya mencatat bahwa dana stunting di suatu daerah ada yang digunakan untuk keperluan rapat dan perjalanan dinas (Beritasatu.com, 4/12/2023)

Kasus stunting pada anak-anak tidak hanya masalah gizi yang tidak bisa tercukupi, tetapi harus dilihat kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Kemampuan ini erat kaitannya dengan kondisi ekonomi keluarga. Sementara faktanya banyak keluarga yang saat ini terjebak dalam kemiskinan ekstrem, sehingga tidak mampu untuk memenuhi gizinya.

Penerapan sistem kapitalisme mengakibatkan kemiskinan sistemik sehingga terjadilah kemiskinan ekstrem.
Dalam sistem kapitalisme negara memposisikan diri hanya sebagai regulator yang tidak peduli terhadap kebutuhan rakyat.  Kapitalisme juga melahirkan penguasa yang suka memanfaatkan kedudukannya hanya untuk memperkaya diri. Alhasil penguasa tidak sepenuh hati mengurus rakyatnya.

Di sisi lain, prinsip kebebasan kepemilikan dalam sistem kapitalisme memberikan kemudahan para pemilik modal untuk menguasai sumber daya alam, padahal kekayaan alam ini adalah harta yang seharusnya digunakan untuk menyejahtetakan rakyat, seperti menyediakan layanan kesehatan gratis, menyediakan lapangan pekerjaan dan sebagainya. 
Kasus stunting tidak akan pernah usai jika masyarakat masih menerapkan sistem kapitalisme. Penguasa ini akan sibuk  mengutak-atik angka sementara anak-anak tetap dalam kondisi stunting yang semakin menyedihkan. 

Akan sangat berbeda jika negara yang mengurusi rakyat adalah negara yang menerapkan aturan Islam, yang merupakan  negara periayah atau pengurus. Karena itu negara yang menerapkan aturan Islam akan mengurus rakyat dengan optimal, dengan upaya terbaik. Jika ada masalah yang menimpa warganya, akan berupaya dengan keras untuk menyelesaikan dengan tuntas.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya dan ia pun akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya dan ia juga akan dimintai pertanggungjawabannya sungguh setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya." (HR Bukhari)

Untuk mengatasi kasus stunting, negara yang menerapkan aturan Islam akan memastikan setiap anak individu per individu terjamin kebutuhan gizinya. Dimulai dari keluarga, akan dipastikan setiap kepala keluarga dapat pekerjaan sehingga mereka bisa memberi nafkah kepada keluarga mereka dengan ma'ruf. Lapangan pekerjaan terbuka luas dan mudah diperoleh sebagai contoh dari sektor sumber daya alam. Kekayaan alam di negeri-negeri kaum muslimin begitu melimpah sehingga ketika kekayaan ini dikelola secara mandiri tentu akan menyerap tenaga ahli dan tenaga terampil dalam jumlah besar.

Selain itu, di sektor lain juga akan membuka lapangan pekerjaan yang memadai. Dengan bekerjanya seorang ayah, sebuah keluarga memiliki kemampuan daya beli barang dan jasa. Selanjutnya dipastikan bahan pangan mampu dijangkau oleh daya beli masyarakat.

Dengan demikian, anak-anak telah tercukupi gizinya dari dalam keluarga. Di sisi lain akan disediakan fasilitas pelayanan kesehatan dengan gratis. Dalam Islam kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar publik yang mutlak ditanggung oleh negara. Semua warga baik miskin atau kaya, muslim atau kafir dzimmi, mereka mendapat pelayanan yang sama sehingga para ibu akan mudah memeriksakan kondisi kesehatan anak-anak mereka termasuk konsultasi gizi. Para ibu juga mudah mendapatkan edukasi dari dokter anak bagaimana merawat dan memenuhi kebutuhan gizi anak. 

Sumber dana untuk menjamin agar pelayanan kesehatan gratis berasal dari pos kepemilikan negara dan pos kepemilikan umum baitul mal. Pos kepemilikan negara berasal dari jizyahusyur dan sejenisnya. Sedangkan pos kepemilikan umum berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam. Dari kedua pos ini, begitu besar bahkan lebih dari cukup untuk menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai dan gratis. Inilah solusi tuntas dari kasus stunting dari kacamata Islam. Wallahualam bisawab[Ys]

Baca juga:

0 Comments: