Headlines
Loading...
Oleh. Rakhmawati Aulia

Merasakan sedih sesuatu yang manusiawi akan dirasakan ketika tertimpa musibah. Namun berlebih-lebihan dan larut dalam kesedihan hingga sengsara tentu tidaklah lebih baik, justru bentuk kezaliman pada diri yang harus ditaubati. 

Pada diri setiap muslim hanya ada kebaikan, ketika ia tertimpa musibah lalu dihadapi dengan sabar dan syukur.

Syukur tidak melulu ketika mendapatkan kelapangan dan nikmat saja, namun ketika mendapatkan musibah pun harus disyukuri. Disinilah letak derajat keimanan seorang muslim, sebab tidak sedikit orang bisa bersyukur ketika tertimpa musibah. 

Perkara penting bagi kita untuk menyadari kalimat Syaikhul Islam, “Datangnya musibah-musibah itu adalah nikmat. Ia menjadi sebab dihapuskannya dosa-dosa. Ia juga menuntut kesabaan sehingga orang yang tertimpa musibah justru diberi pahala. Musibah itulah yang melahirkan sikap taat dan rendah diri di hadapan Allah, serta memalingkan ketergantungan hatinya dari sesama makhluk.”

Musibah sejatinya adalah rahmat dan nikmat bagi kita kecuali mereka yang tidak memahami kebaikan dan hikmah dibalik musibah. Apabila seseorang memuji Rabbnya atas musibah yang menimpanya niscaya ia juga akan memeroleh pujian-Nya. 

Seharusnya sikap seperti inilah yang harus dimiliki setiap muslim. Ridanya ia atas qada yang telah Allah Taala tetapkan akan membuat musibah yang menimpanya menjadi kebaikan dan keberkahan. 

Allah Taala berfirman, “Tidaklah ada sebuah musibah yang menimpa kecuali dengan izin Allah. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah (bersabar) niscaya Allah akan memberikan hidayah kepada hatinya. Allahlah yang Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS At-Taghaabun: 11).

Seorang muslim yang seperti ini akan memiliki keyakinan bahwa di balik kesulitan akan ada kemudahan. 

Umar bin Al Khattab berkata, "Bagaimanapun musibah yang menimpamu niscaya Allah menjadikan  setelahnya  jalan keluar untuknya, karena  Sesungguhnya satu kesulitan tidak bisa mengalahkan dua kemudahan." [Al Faraj ba'das Syiddah libni abid dunya (1/45)]

Tetaplah bersyukur dan sabar atas setiap qadha yang Allah Taala tetapkan, sebab baik menurut kita bukan berarti baik bagi Allah Taala. Sebaliknya apa yang menurut kita buruk bukan berarti buruk bagi Allah Taala.
[Ma]

Baca juga:

0 Comments: