OPINI
Banjir Berulang, Peran Penguasa Seolah Hilang
Oleh. Aan Nurhasanah
Masalah banjir terus bergulir, benarkah semua ini takdir, siapakah yang harus disalahkan, dengan apa bisa dituntaskan?
Setiap musim penghujan tiba, berita banjir pasti tersiar di mana-mana, di kampung maupun di kota, banjir seakan-akan sudah menjadi musibah musiman yang pasti terjadi, sebagaimana dilansir dari beritasatu.com, Hujan deras yang turun pada Kamis (11/1/2024) sore menyebabkan lima rukun tetangga (RT) dan enam ruas jalan di DKI Jakarta terendam banjir. Bahkan, kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta, Isnawa Adji, menjelaskan bahwa terjadi peningkatan genangan dari tiga RT menjadi lima RT, mencakup 0,016 persen dari total 30.772 RT. Enam ruas jalan juga masih tergenang.
“Wilayah yang terdampak mencakup lima RT, termasuk tiga RT di Kelurahan Duren Tiga (Jakarta Selatan) dengan ketinggian air mencapai 30 sentimeter (cm) akibat hujan deras dan luapan Kali Mampang. Sementara itu, dua RT di Jakarta Timur mengalami genangan dengan ketinggian 30 cm, juga akibat curah hujan tinggi,” kata Isnawa dikutip Antara, Kamis (11/1/2024).
Sungguh mengharukan sekali ya, impian hidup tenang dan nyaman sulit didapat jika setiap musim penghujan dihantui rasa takut terhadap datangnya banjir.
Penyebab Banjir yang Berulang
Buah pahit dari hasil pembangunan sistem kapitalis serta gagalnya tata kelola ruang hidup dalam masyarakat, menjadi penyebab banjir di berbagai daerah terus berulang. Semua ini sebagai akibat dari pembangunan besar-besaran oleh para oligarki yang dipayungi hukum menyebabkan daerah resapan air berkurang.
Para pemilik modal besar bebas berbuat sesuai asas manfaat yang akan didapat, tidak perduli dengan kerusakan lingkungan yang akan di dapatkan, hutan ditebang jadi lahan pemukiman, bahkan gunung pun yang rawan longsor dijadikan perumahan yang seharusnya dilestarikan sebagai daerah resapan air yang asri.
Sistem kapitalisme sudah terbukti melahirkan manusia yang niradab dan serakah dalam mengelola lahan hingga tak peduli jika harus mengantarkan berbagai penderitaan dan kerusakan alam.
Jika bencana alam sudah mengepung, manusia harus dipaksa untuk bersabar terhadap musibah yang didapatkan, apakah cukup hanya sekedar bersabar tanpa tindakan? Sungguh ini sikap sabar yang keliru, umat di paksa sabar atas kedzaliman.
Allah berfirman dalam Al-Qur'an yang artinya:
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. Ar Rum ayat 41).
Diharapkan pemikiran umat bisa bangkit bahwa, bencana banjir yang terus terjadi berulang kali bukan hanya sekedar musibah. Tapi semua itu perlu perhatian khusus terutama dari penguasa, semoga bisa melahirkan pemikiran yang jernih hingga umat sadar bahwa semua ini biang keroknya adalah dari penerapan sistem kapitalisme-sekuler yang menjunjung tinggi kebebasan, termasuk kebebasan dalam kepemilikan lahan.
Islam Solusi Hakiki
Tidak ada kebebasan dalam Islam, seluruh perbuatannya yang berkaitan dengan seluruh aspek terikat dengan hukum syarak, yakni perintah Allah dan larangan-Nya. Sehingga manusia tidak bisa bebas berbuat sesuai dengan hawa nafsunya, semua ada standar perbuatan mempertimbangkan apakah halal atau haram, apakah Allah rida atau tidak.
kepemilikan lahan dalam hukum Islam dibagi menjadi tiga bagian:
1. Lahan Milik Individu
Meliputi lahan perkebunan, pertanian, dan lahan untuk bangunan pribadi. Lahan ini dapat dimiliki dan dimanfaatkan/dikelola oleh individu, misalnya diwariskan, dihibahkan, dan dijual
2. Lahan Milik Umum
Lahan yang diatas atau di dalamnya terdapat harta milik umum. Lahan sarana umum seperti jalan umum, laut, sungai, padang gembalaan, lahan yang terdapat barang tambang dengan jumlah tak terbatas. Lahan ini dilarang untuk dikuasai dan dimiliki oleh individu. Negara pun hanya berhak mengelola demi kepentingan rakyat dan kemaslahatan umum.
3. Lahan Milik Negara
Lahan yang telah ditelantarkan lebih dari 3 tahun dan semua jenis lahan yang tidak berpemilik merupakan milik negara. Lahan ini dikuasai oleh negara, dimanfaatkan dan dikelola sesuai kepentingan negara dan kemaslahatan umat.
Dalam Islam tidak ada penguasaan lahan atas segelintir orang serta pembangunan liar yang mengabaikan kemaslahatan, kenyamanan, dan keamanan manusia di dalamnya. Islam menjamin kesehatan dan lingkungan yang sehat tanpa mengabaikan berbagai kebutuhan manusia. Bertahan dengan sistem kapitalisme yang jelas rusak dan merusak hanya menciptakan kesengsaraan.
Wallahualam bishawab. [Hz]
0 Comments: