OPINI
Beras Impor Makin Marak, Rakyat Semakin Terjebak
Oleh. Nurul Bariyah
(Penulis Opini Islam)
Pangan adalah masalah yang penting dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, kita wajib mengusahakannya. Masalah pangan menjadi tolak ukur kesejahteraan suatu negara. Apakah ia negara miskin ataukah negara makmur? Apabila rakyat sejahtera dan terjamin dalam hal pangan, maka negara tersebut dapat dikategorikan sebagai negara makmur. Namun sebaliknya jika negara tidak mampu menjamin kebutuhan pangan rakyatnya bisa jadi negara itu tergolong negara miskin.
Oleh karena itu, dalam sebuah negara wajib memiliki kemampuan untuk mandiri dan berswasembada pangan. Artinya negara mampu menghasilkan sendiri kebutuhan pangannya demi memenuhi kebutuhan rakyatnya. Akan tetapi kenyataan yang terjadi di negara kita sangatlah miris, akhir-akhir ini pemerintah disibukkan dengan impor beras secara besar-besaran. Dengan alasan beras yang dihasilkan para petani tidak mampu mencukupi semua kebutuhan makan rakyat.
Dikutip dari CNDCIndonesia (29/12/2023), tahun 2023 menjadi tahun gejolak harga pangan di dunia termasuk di Indonesia. Semua harga pangan naik termasuk beras, harga beras premium tembus Rp.15.000 per kg. Presiden Jokowi ketika ditanya tentang impor beras saat menghadiri pembinaan petani Jawa Tengah di Banyumas, Selasa (2/1/2024) mengungkapkan bahwa Indonesia membutuhkan impor beras karena sulit mencapai swasembada ditambah jumlah penduduk yang terus bertambah dan harus diberi makan.
Impor beras terus berlangsung, malah semakin marak. Alih-alih berusaha meningkatkan swasembada pangan, pemerintah malah berencana menambah jumlah impor beras sebanyak 1,5 juta ton guna memenuhi kebutuhan rakyat juga mengisi cadangan beras pemerintah (CBP). Tragis, negara yang dikenal sebagai negara agraris, kini harus mengimpor beras dari negara lain. Solusi yang bersifat pragmatis ini, merupakan kemunduran besar dan bukan merupakan solusi yang tepat, karena hanya akan membuat kita semakin terpuruk dan hidup tergantung dengan negara lain.
Mengapa tidak diusahakan untuk bisa berswasembada pangan? Mengapa langkah yang diambil seolah berpihak pada sebagian orang? Lalu bagaimana nasib para petani? Langkah tepat apa yang seharusnya diambil? Semua pertanyaan ini seharusnya dicari jawaban dan solusinya, tidak hanya diabaikan begitu saja.
Kegagalan Swasembada Pangan
Pada kenyataan di lapangan, kita mengetahui ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa swasembada pangan termasuk swasembada beras tidak dapat diwujudkan. Salah satunya adalah dikarenakan banyaknya pengalihan lahan pertanian oleh pemerintah, yaitu menjadi tempat hunian ataupun industri dan usaha lainnya. Sehingga hasil pertanian yang diperoleh tidak dapat memenuhi target pangan seluruh rakyat.
Kemudian juga alih profesi para petani, menjadi pedagang atau lainnya. Para pemuda di daerah kini enggan bergelut dalam bidang pertanian, sehingga tinggal petani tua yang produktivitasnya lemah dan kurang mengikuti kemajuan teknologi dan masih melakukan cara lama dalam pertanian sehingga hasil yang diperoleh hanya sedikit.
Hal ini seharusnya tidak boleh dibiarkan begitu saja, bagaimana nasib kita ke depan, anak cucu kita? Apakah akan terus tergantung pada negara lain? Itulah mengapa kita harus maksimal dalam mengupayakan terwujudnya swasembada pangan. Pemerintah sebagai pengatur dan pengelola negara wajib mengusahakan segala upaya dalam menyelesaikan hambatan yang ada.
Ketahanan Pangan dalam Islam
Islam mengatur tentang ketahanan pangan, yang memungkinkan bagi kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam Islam, ketahanan pangan mencakup jaminan pemenuhan kebutuhan pokok, karena negara berkewajiban menjamin kebutuhan pokok rakyatnya. Kemudian ketersediaan pangan dan keterjangkauan pangan oleh individu masyarakat. Rakyat dengan mudah mendapatkan kebutuhan pangannya dengan harga terjangkau. Kemandirian pangan negara juga merupakan hal yang penting. Rakyat menginginkan pemerintah dapat mengatur dan mengelola lahan serta fasilitas pertanian lainnya, agar produksi pertanian menjadi mandiri dengan hasil yang mencukupi kebutuhan rakyat.
Dalam Islam semua hal bisa bernilai ibadah, jika diniatkan untuk taat dan mengharap ridho Allah SWT. Maka begitu pula dengan upaya memenuhi kebutuhan pangan dapat dijadikan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menambah keimanan kepada Allah SWT. Semua yang hidup pasti butuh makan, tidak hanya sekedar hidup untuk makan, tapi makan agar hidup dan melakukan aktivitas ibadah. Seseorang butuh makan agar punya energi yang cukup guna mendukung aktivitasnya.
Ketika manusia sekarang malas bergelut dalam bidang pertanian, dalam Islam, bertani atau bercocok tanam merupakan fardhu kifayah yaitu wajib bagi sebagian. Jika beberapa dari mereka telah melakukan, maka yang lain tidak wajib melakukannya. Oleh karena itu umat Islam atau pemimpin negara harus mendorong rakyat untuk bercocok tanam, bertani juga berkebun untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka.
Rasulullah Saw bersabda, "Ada tujuh hal yang pahalanya akan tetap mengalir bagi seorang hamba padahal ia telah meninggal, yaitu : Orang yang mengajarkan ilmu, mengalirkan sungai, menggali sumur, menanamkan kurma, membangun masjid, mewariskan mushaf atau meninggalkan anak yang mendoakannya
(HR. Al-Bazzar dalam kasyful astar)
Demikianlah pentingnya pertanian dalam Islam, ketika mereka mengerti akan pahala yang besar maka mereka akan dengan sukarela dan ikhlas menekuninya. Para pemuda Islam di jaman Rasulullah dan para sahabat, rata-rata menekuni bidang pertanian dan perkebunan selain perdagangan. Sehingga pertanian menjadi maju karena ditangani oleh pemuda-pemuda yang tangkas dan berpengetahuan. Sehingga hasil pertanian akan menjadi maksimal dan kebutuhan rakyat pun terpenuhi dengan baik.
Wallahu alam bishawab
0 Comments: